MARC POV -
DURI dalam daging. Seperti itulah kira-kira Vinales dalam kehidupan rumah tanggaku dan Mia. Aku tak bisa menyingkirkannya karena dia rekan setimku sekarang.
"Itu pasti berat buatmu kan?" tanya Mia. Aku bisa mengerti dari nada suaranya terdengar hati-hati.
"Ya," jawabku. "Tapi kau pasti ingin agar aku tidak berlaku kasar padanya kan?"
Mia mengangguk. "Ya, Marc. Kendalikan dirimu."
Aku menggenggam kuat besi balkon sambil menggretak. "Ini karena reputasiku, jadi aku harus berlaku baik padanya. Tapi kau tahu?" aku mengalihkan pandangan pada Mia lagi, "kurasa dia memang sengaja. Dia tahu aku tak bisa merusak reputasiku sendiri. Jadi dia menjadi rekan setimku."
"Dengar, Marc." Mia menggenggam bahuku. "Apapun yang dia lakukan, selama kita masih bersama, dia tidak akan bisa mengalahkanmu. Dia tidak akan bisa memilikiku atau Lucha."
Kata-katanya untuk entah alasan yang tak kumengerti mengapa, itu bisa menenangkanku. Jadi aku tersenyum padanya. "Baiklah." Saat hendak mencium bibirnya, aku melihat kelopak matanya sangat berat. "Kau pasti masih mengantuk. Tidurlah lagi," kataku.
"Aku tak bisa tidur kalau kau tidak ada di sampingku." Suaranya tak terdengar manja, malah tegas.
"Baiklah, ayo," ajakku, kemudian aku merangkul pinggangnya dan kami berjalan beriringan menuju kasur.
Mia berbaring di sampingku sambil memeluk tubuhku dari samping. Aku mengangkat selimut dan meletakkannya di atas tubuh kami.
Untuk beberapa saat Mia masih memandangiku. Bibir merah mudanya terkatup rapat dengan pandangan mata yang sayu hampir menutup. Kadang-kadang aku membayangkan kalau bukan aku yang ada di sampingnya―tapi Vinales. Apakah dia juga akan memeluk sekencang ini? Sehangat ini?
Jemariku bergetar di lengan Mia karena tak kuat membayangkan hal buruk semacam itu. Meskipun aku telah memeluk ratusan wanita―ribuan malah, tapi memeluk Mia, itu berbeda.
Di balik keindahan, kehangatan yang kurasakan dari setiap pelukan-pelukan bersama Mia, ini adalah kebutuhan. Mia adalah milikku. Tak akan kubiarkan Vinales mencoba merebutnya lagi. Atau mencoba merebut Lucha sekalipun.
Bayangan-bayangan buruk silih berganti dengan kenyataan bahwa aku harus menjadi rekan setim Vinales di Honda sekarang. Sebagai rekan setim, kau tidak boleh bermuka masam di depan rekanmu, atau pasti akan tercipta kondisi yang tidak menyenangkan di paddock, atau kemungkinan terburuk adalah pabrikan bisa memecatmu.
Oke, aku akan mencoba mempermudah ini dengan menyampingkan masalah pribadiku dan fokus saat bekerja―seperti yang biasa kulakukan selama bertahun-tahun. Tapi apakah Vinales bisa melakukannya? Aku malah khawatir, dia akan memanfaatkan ini untuk memancing amarahku dan membuatku dipecat atau yang lebih buruk lagi, kehilangan Mia.
Membayangkan aku harus berbagi paddock dengannya, suting iklan dengannya, tertawa dengannya saat wawancara, itu membunuhku.
Bagus sekali. Sekarang pikiranku makin berantakan. Meskipun suasana hatiku kacau, namun berangsur-angsur perasaan itu hilang hanya dengan memandang wajah Mia dan merasakan tangannya memeluk pinggangku. Ini sudah cukup untukku membuktikan bahwa dia tak akan pergi.
Saat pagi hari tiba dan cahaya matahari menelusup melalui sela bulu mataku, aku mengerjap dan menyadari bahwa aku tidur cukup nyenyak. Mia masih ada di sampingku dan memeluk tubuhku.
"Mia?" panggilku setengah berbisik.
Dia masih terlelap sampai aku mencium bibirnya lembut untuk membangunkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mia is Mine! [Marc Marquez] Fan Fiction
RomanceApakah kau pernah melaju 250 km/jam diatas motor bersama orang yang kau cintai? Aku pernah. Dan itu adalah hal tergila yang pernah aku lakukan. Kekasihku Marc akan selalu melakukan hal-hal gila selama dia masih bernapas. Tetapi anehnya di saat bersa...