[Season 3] Part 1 - Cervera

1K 48 56
                                    

MIA POV -

AKU berusaha sekuat mungkin mendekap tubuhku sendiri agar tidak menggigil. Tetapi saat bulir-bulir keperakan dari langit jatuh menyentuh kulitku, gigiku langsung bergemeletuk. Kurasakan napasku mulai tak beraturan sehingga muncul uap-uap tipis dari bibirku yang membeku. Kesedihanku larut bersama udara dingin di bulan Januari.

Jika hujan semakin deras, aku harus mempersiapkan ototku, mengencangkan sendiku dan bergegas bangkit. Namun aku hanya duduk diam dan kaku sama seperti kursi kayu taman yang kududuki.

Seharusnya ini jadi malam tahun baru yang menyenangkan. Marc libur balapan dan kami berpesta di Cervera. Tapi tahun baru kali ini tak ada kembang api. Tak ada suara terompet yang memekakkan telinga. Tak ada pesta.

Itu semua karena aku. Mama Roser marah padaku habis-habisan. Sulit dipercaya rasanya, dia barusan memaki-maki aku dan mengatakan aku tak berguna hanya karena masalah iga daging sapi.

Aku memang tidak bisa mengolahnya menjadi masakan Spanyol, jadi iga itu kurebus, dan kuberi rempah-rempah yang sebelumnya sudah kubeli susah payah di supermarket yang letaknya jauh bukan main dari Cervera. Singkatnya, aku memasak makanan Indonesia yang spesial. Tapi Mama Roser mengatakan itu makanan aneh dan aku telah merusak rencana pesta malam tahun baru keluarga Marc.

Aku menangis tersedu-sedu di taman depan sementara Mama Roser masih mengomel pada Marc di dalam rumah karena membelaku. Sejujurnya aku tak butuh pembelaan. Aku hanya ingin pulang ke Barcelona.

Aku mengelus perutku yang membuncit tiga minggu. Kuharap kau tidak kedinginan juga sayang, gumamku sambil merapatkan jaket tipis yang kukenakan. Jika aku tidak kasian lagi pada kandunganku yang masih muda ini, aku sudah pulang jalan kaki ke Barcelona. Tapi aku menunggu Marc.

Beberapa saat kemudian, Marc datang. Dia memegang bahuku yang nyaris membeku.

"Mia, masuklah untuk minta maaf pada Ibu," kata Marc.

Aku menggretak. "Aku mau pulang, Marc!"

"Iya, kita akan pulang setelah kau minta maaf pada Ibu." Suaranya lembut membujukku.

Aku menggeleng. "Untuk apa aku minta maaf? Makanan itu masih bisa dimakan kok! Rasanya juga lezat," kataku sambil terisak-isak lagi. "Aku tidak mau minta maaf. Aku mau pulang!" kataku tegas.

Marc mendesah keras. "Oh! Ayolah! Jangan menyusahkanku, Mia!"

Aku melotot dalam isak tangisku. "Tadi Ibumu bilang aku tak berguna, sekarang kau bilang aku menyusahkanmu, Marc?!"

Marc Márquez menatapku bingung dan menelan ludahnya pelan. Kurasa dia berusaha untuk tidak terpancing emosi. Tapi aku yang sudah meledak bersama emosi.

"Aku mau pulang jalan kaki saja ke Barcelona!"

Aku mulai bangkit namun dengan cepat Marc memegang kedua lenganku untuk menahanku pergi. "Sayang, jangan begitu." Suaranya berubah lembut lagi.

"Baiklah, kita pulang sekarang. Aku akan mengambilkan tas dan mantelmu di dalam."

Aku mengangguk dan setelah itu Marc langsung masuk lagi ke dalam rumah.

Tak lama kemudian, dia keluar dengan mantel dan tasku di tangannya. Dia sendiri juga sudah memakai mantel. Kulihat kunci mobil ada di genggamannya.

Marc menuntunku masuk ke dalam mobil, memasangkan sabuk pengaman, dan menyalakan penghangat mobil.

Deru suara mobil terdengar lembut, dan lambat laun, rumah Cervera Mama Roser hilang bersama kabut.

Aku masih menangis di balik mantelku dengan wajah yang cemberut. Sesungguhnya, aku sendiri tak tahu kenapa belakangan ini aku merasa sedikit sensitif. Mungkin ini karena bayi yang sedang kukandung. Tapi untunglah, Marc lebih pengertian.

Mia is Mine! [Marc Marquez] Fan FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang