Oneshot - Take A Breath (2)

848 51 94
                                    

MARC POV -

AKU masih memakai wearpack, berlari menyusuri lorong rumah sakit sembari mendorong ranjang besi dengan Mia terbaring lemah di atasnya. Beberapa perawat dan staf rumah sakit berpakaian serba putih membantuku melesat menuju IGD.

Tak ada kata yang bisa mendeskripsikan perasaanku sekarang. Jantungku berdegup begitu cepat, bahkan lebih cepat saat aku mempertaruhkan nyawaku sendiri di atas motor, tapi ini Mia. Matanya tertutup dengan wajah pucat.

"Bertahanlah, Mia. Kumohon," bisikku sambil terus menciumi tangannya.

Sebuah panel besi tiba-tiba menghalangi tangan kami dan genggamanku musti terpisah.

"Tunggu di sini, Tuan. Kami akan memeriksanya dan segera memberi kabar kepada anda," kata seorang perawat sebelum dia menghilang di balik panel besi itu menyusul ranjang yang membawa Mia.

Aku tak bisa melakukan apa-apa lagi selain terduduk lemas di kursi samping IGD. Lucha datang bersama Jose dengan raut khawatir.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Jose gugup.

Aku menggelengkan kepalaku sambil memeluk Lucha.

"Pa, mama baik-baik saja, kan?" tanya Lucha.

Suaranya yang serak benar-benar menghancurkan hatiku. Aku menatap wajah Lucha dan untuk pertama kalinya aku percaya pada perkataan orang-orang bahwa Lucha sangat mirip denganku saat aku berusia delapan tahun.

"Kita berdoa saya ya?" jawabku lemas. Aku harus tetap tegar di depan anakku meskipun sebenarnya aku juga khawatir.

Lucha memelukku lagi sambil menangis. Tipikal yang sama denganku saat sedang sedih.

Beberapa saat kemudian seorang dokter keluar dari panel besi itu dengan membawa papan penuh lembaran kertas putih.

"Tuan Marquez?"

Aku langsung beranjak dan berdiri di depannya.

"Nyonya Mia mengalami pendarahan hebat dan ketubannya pecah. Kami harus segera mengeluarkan bayi yang ada dalam kandungannya dengan operasi sesar," kata dokter itu.

"Lakukan apa saja," jawabku cepat. "Selamatkan Mia dan anakku."

Dokter itu mengangguk. "Kami akan berusaha. Namun kami harus memberitahu anda, bahwa anak anda harus dilahirkan dalam keadaan prematur."

"Baiklah," sahutku.

"Dan Nyonya Mia," kening dokter itu tiba-tiba berkerut dan raut wajahnya berubah drastis.

"Ada apa?" Aku segera menyela.

"Kondisinya lemah. Darahnya sangat rendah. Apakah dia memiliki keturunan darah rendah atau talasemia?"

"Ya," jawabku.

Dokter itu menghela napas berat. "Apapun yang kami lakukan, itu akan berisiko pada nyawanya. Kami hanya bisa mengharap keajaiban dan doa dari keluarga anda."

Aku pernah mendengar kabar buruk; saat hari balapan tapi hujan mengguyur deras, saat Santi bilang mesin Honda bermasalah, saat Ibu kehabisan uang untuk membayar pajak, tapi kabar yang satu ini... tak bisa kuterima.

"Apa maksudmu dia hanya bergantung pada keajaiban dan doa? Selamatkan dia!" bentakku. Aku hampir saja mengangkat baju dokter itu sebelum Jose menahanku.

"Kami akan berusaha, Tuan Marquez. Bersabarlah."

Setelah dokter itu pergi, aku terduduk lemas lagi di kursi. Lucha yang masih polos mendatangi Jose yang duduk di seberangku karena mungkin dia takut papanya dalam keadaan kacau.

Mia is Mine! [Marc Marquez] Fan FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang