Perjalanan Awal (Dian & Langit) 3

619 106 12
                                    

PERSIAPAN untuk acara donor darah sudah dipersiapkan semuanya. Hanya tinggal menunggu pihak PMI melakukan tugasnya.

Dian selaku panitia bertanggungjawab mengecek satu persatu pos donor darah. Masih ada yang kurang atau tidak. Sesekali ia juga memantau bagian pendaftaran, hanya ingin melihat. Sudah berapa banyak peserta yang ikut berpartisipasi.

"Dian, dipanggil sama Bu Mayang. Beliau nunggu di ruangannya," ucap Madona. Salah satu panitia juga.

Dian mengangguk, "makasih Na," balasnya.

"Harimau!" panggil Dian sedikit berteriak.

Lelaki bernama Tiger itu menoleh, kemudian menghampiri Dian.

"Disuruh ngapain?" tanyanya yang langsung peka.

"Tolong awasin yang lain dulu ya. Gue ada perlu sama Bu Mayang," balas Dian.

"Gue lagi bantu angkat-angkat, Dian. Suruh Langit sana, biar dia bermanfaat sedikit. Kerjanya dari tadi ngitungin jarum suntik doang," kata Tiger.

"Lo suruhin dong, please," ucap Dian. Ia malas jika harus berurusan dengan lelaki itu.

"Tiger mendadak tuli Dian!" ucap Tiger sembari menutup telinganya.

"Tiger!" geram Dian kesal.

"Duh, Tiger dipanggil nih. Tiger pergi dulu ya Dian, bye!" ucapnya lalu menjauh pergi.

"YANG MANGGIL TADI GUE TIGERRRR!!" Teriak Dian dengan sesekali mengumpat.

Lupakan Dian, mengumpati Tiger tidak ada gunanya. Sekarang ini yang terpenting adalah mencari keberadaan Langit.

Mata Dian menelusuri setiap sudut pos, hingga tatapannya terhenti pada sosok lelaki yang tengah membelakangi tubuhnya. Dari belakang saja sudah dapat dipastikan jika orang itu Langit.

"Heh receh!" panggil Dian sambil menepuk pelan pundak Langit.

Langit menoleh polos, "ngapain Banaspati?" tanya Langit.

Dian mendelik, ingin rasanya ia menyuntikkan obat tikus pada Langit. Namun, niatan itu ia urungkan.

"Lo gantiin gue sebentar. Gue ada urusan sama Bu Mayang," kata Dian.

"Gantiin ngapain?" tanya Langit menaikkan satu alisnya bingung.

"Awasin yang lain, kalau ada yang masih kurang. Lo urus, terus bilang sama penanggungjawab nya," balas Dian menjelaskan.

"Oke, tapi harus ada upahnya. Gimana?" ucap Langit.

Dian menyesal sudah meminta tolong pada orang seperti Langit.

"Iya ntar gue bayar, elah!" kesal Dian.

"Upah bukan selalu tentang uang, Dian."

Kening Dian berkerut.

"Terus mau lo apa?" tanyanya.

"Nanti pulangnya sama Langit, deal?" balas Langit dengan senyum manisnya.

Hanya pulang bareng Dian, tidak apa-apa. Terima saja, biar cepat selesai urusannya.

"Oke!"

***

Acara donor darah kali ini cukup membuat badan Dian remuk. Rasanya ingin cepat-cepat pulang. Namun, ia juga masih harus membantu membereskan peralatan pascakegiatan.

"Kalau capek, lo istirahat aja Dian. Dari tadi gue lihat lo sibuk banget," ucap Maria.

"Gue gapapa kok Mar, lagian ini juga nanggung banget," balas Dian, "dikit lagi kelar."

Crazy Boyfriend 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang