Tempat ini masih sama, nuansa ini tidak berbeda. Hanya saja, tawa itu sudah tidak ada.
«»«»«»«»
JUJUR, Dian masih merasa ragu dengan perasaannya. Meskipun semalam ia sudah berbicara banyak dengan Langit. Namun, tetap saja, Dian masih bimbang dengan keputusannya.
"Galau mulu lo jadi anak perawan," ucap Davin tiba-tiba.
"Diem nggak bisa?" ketus Dian.
"Sans elah Mbak, gitu aja marah. Lagi PMS ya lo?"
"Lo ngapain sih kesini? Pergi sana!" usir Dian.
"Mau ngehibur lo, lo kenapa? Cerita," ucap Davin.
"Bang, gue masih ragu sama perasaan gue ke Langit," jujurnya.
"Bukannya semalem kalian udah bahas soal ini?" tanya Davin.
"Enggak, gue bahas soal Jessi sama Dion aja. Urusan perasaan gue belum bisa jujur kalau sebenernya dulu gue nerima Langit karena kasihan aja, nggak lebih," balas Dian.
"Ah tolol banget!" Dian membelalak, "kenapa nggak sekalian aja sih?" lanjutnya.
"Gue masih punya rasa kasihan juga kali Bang, disitu gue udah lihat raut kecewa dari muka Langit pas gue bahas soal Gino yang mukanya mirip sama Dion," balas Dian.
"Jelas sih, apalagi lo lebih bahagia sama Gino daripada sama Langit. Sepengetahuan gue nih ya," ucap Davin.
"Ya gimana, gue ngerasa gue lagi sama Dion kalau sama Gino," ucap Dian.
"Tapi Gino itu orang yang beda, dia jelas bukan Dion, jadi stop samain dia sama Dion. Kasihan Langit, Yan. Dia juga pasti bakal sakit hati kalau terus-terusan lo giniin," geram Davin.
Dian diam, ia tak menjawab ucapan Langit.
"Lo kapan terakhir ke rumah Dion?" tanya Davin.
"Udah lama, lupa terakhir kapan," balas Dian.
"Coba lo kesana, coba lo bicarain ini sama Mili atau orangtua Dion. Gue rasa, mereka bisa buka jalan pikir lo soal ini," ucap Davin memberi saran.
"Gue sendiri?"
"Iya lah, yakali lo mau ngajak gue."
"Kapan kira-kira?"
"Pikir sendiri aja anjir. Gue udah kasih saran, ya kali gue juga yang harus nentuin waktu ketemunya," ujar Davin lalu beranjak pergi.
"Mungkin gue emang harus kesana," gumam Dian pelan.
«»«»
Langkah Dian terhenti di depan rumah yang sudah cukup lama tak ia kunjungi. Dadanya terasa sesak kala ingin mengetuk pintu.
"Dian, kamu bisa. Cuma ketuk pintu doang," monolognya.
"Assalamualaikum," ucap Dian sembari mengetuk pintu.
"Wa'alaikumsallam, Kak Dian!" pekik bahagia Mili begitu melihat Dian di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Boyfriend 2
Teen FictionJANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! Sequel of Crazy Boyfriend... Silakan baca Crazy Boyfriend terlebih dahulu sebelum baca cerita Crazy Boyfriend 2... Crazy boyfriend 2 Perjalanan cinta dua manusia yang berbeda usia, perjalanan cinta segitiga yang...