03

1.9K 262 11
                                        

Tuan Rutger Waltz, seorang pengusaha dari negri Belanda yang datang ke Hindia-Belanda. Perannya cukup penting dalam penjajahan Belanda di Batavia dan Buitenzorg. Pria itu sering menyumbangkan uangnya untuk kepentingan perang di Hindia-Belanda.

Tuan Rutger merupakan nasionalis yang sangat mencintai negri asalnya, Netherland. Ia akan menyumbang hasil dari usahanya untuk memperlancar penjajahan yang dilakukan oleh kompeni biadab itu.

Sebenarnya, menjaga negri ini tetap dijajah oleh bangsanya merupakan keuntungan sendiri bagi tuan Rutger. Usaha yang ia jalankan di negri ini akan semakin bertahan lama dan berkembang, keamanannya pun tetap terjaga karena prajurit Belanda selalu siap siaga di dekat kediamannya.

Dan kali ini, tuan Rutger akan membeli salah satu gadis yang Supardi bawakan untuknya. Hanya satu gadis yang dibeli oleh tuan Rutger, dan kepada Ayu lah pilihan ia jatuhkan.

Pria itu membeli Ayu untuk budak di kediamannya, bukan sebagai gundik atau simpanan bagi pria kaya raya itu. Tuan Rutger menganggap bahwa para pribumi lebih rendah dari budak di negara aslinya, sehingga menjadikan wanita pribumi sebagai gundik atau simpanan merupakan pantangan yang harus dihindari olehnya.

"Kamu sudah dibeli sama tuan Rutger Yu, berarti kamu beruntung, kamu harus jaga sikap kamu ya, inget apa yang sudah saya katakan tadi, dan jangan macem-macem kalo kamu berpikir mau jadi mata-mata, wes modar kamu Yu," Supardi memberikan peringatan terakhinya pada Ayu yang benar-benar bingung saat ini. Kalau saja Ayu tau pekerjaan apa yang akan membawanya ke Buitenzorg adalah menjadi budak, Ayu akan menolak mentah-mentah ajakan menggiurkan dari Sulardi.

Cih, dasar pengkhianat ibu pertiwi. Begitulah pikir Ayu.

"Baik, tuan,"

Ayu membuntut pengawal tuan Rutger yang membawanya ke atas dokar, ia akan menuju kediaman keluarga Waltz dengan menggunakan dokar. Sedangkan tuan Rutger menaiki mobil yang biasa digunakan oleh kompeni Belanda.

Perjalanan menuju kediaman tuan Rutger benar-benar menunjukan pemandangan yang indah. Lapangan rumput hijau yang terbentang di sisi kanan kiri jalan membuat pemandangan terlihat sangat segar. Ayu sangat menikmati perjalanannya menuju kediaman tuan barunya, dimana ia akan memulai kehidupannya sebagai seorang budak pribumi.

"Suami ku, siapa budak yang kamu beli kali ini?" Ketika Ayu sampai, seorang wanita dengan pakaian khas noni Belanda menyambut tuan Rutger. Ayu kembali dibuat kagun dengan rumah yang sangat indah, berpuluh puluh kali lipat besar dan luasnya dari rumahnya di desa. Benar-benar tampak seperti istana.

"Dia Ayu," tuan Rutger memperkenalkan Ayu kepada istrinya menggunakan bahasa Belanda yang Ayu tak menerti apa artinya. Tapi sepertinya, tuan Rutger tengah memperkenalkannya dengan wanita Belanda itu.

"Dia lah pelayan baru mu," istri tuan Rutger menatap Ayu dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Pasti ia sedikit jijik dengan Ayu yang berantakan dan nampak kotor.

Segera saja wanita itu memanggil beberapa pelayan wanita yang usianya nampak lebih tua di atas Ayu. Dua wanita itu terus menunduk sembari membawa Ayu menuju mess para pelayan di rumah ini. Dan di sinilah Ayu berada, di dalam kamar dengan tembok dari batu dan dipan dengan kapuk di atasnya, bukan hanya berlapis anyaman bambu.

"Kamu siapa cah ayu?" Seorang wanita yang tampak berumur 40 tahunan mulai bertanya siapa gadis belia yang dibawa tuan Rutger kali ini.

"Saya Ayu, mbok,"

"Saya Dewi, panggil saja mbok Dewi. Ini keponakan saya, Dyah," Ayu tersenyum menatap Dyah yang juga tersenyum ke arahnya.

Segera saja Dyah dan mbok Dewi membantu Ayu untuk membersihkan dirinya agar lebih sedap dipandang. Dyah memberikan kebayanya yang kiranya pas digunakan oleh Ayu, mbok Dewi juga merapikan rambut panjang Ayu dengan menggelungnya sehingga tampak lebih anggun dan tampak semakin manis.

Ayu menatap dirinya yang sudah tampak berbeda, lebih bersih dari kemarin ketika sudah tidak mandi selama tiga hari. Ayu tersenyum menatap dirinya sendiri dalam cermin, ia berharap semoga kehidupannya di Buitenzorg dipermudah dalam menemukan Belanda yang menghabisi orang tuanya.

"Ayu, nyonya besar manggil kamu,"

Ayu segera melangkah dengan kepala tertunduk, menunjukan bahwa dirinya memang lebih rendah dari para Belanda ini. Ia mendekat ke arah nyonya keluarga Waltz, nyonya Cornelia Waltz.

"Ngapunten nyonya,"

"Kamu Ayu? Sekarang kamu tampak lebih bersih dan sedikit tidak menjijikan," nyonya Cornelia memperhatikan Ayu dari atas sampai bawah, sama seperti yang ia lakukan tadi pada saat pertama berjumpa.

Nyonya Cornelia menjelaskan tugas yang harus Ayu lakukan. Dan sebagian besar tugas Ayu adalah menemani nyonya Cornelia ketika pergi keluar, dan membantu para pelayan yang bertugas di dapur untuk membeli keperluan dapur ke pasar.

Setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh, rupanya nyonya Cornelia ingin Ayu bekerja hari itu juga. Ia tak peduli tentang Ayu yang telah berjalan selama kurang lebih dua hari dari desa menuju kota. Untungnya Ayu terbiasa menggunakan kedua kakinya berjalan tanpa alas kaki di hutan, paling tidak gadis itu tidak merasakan keram pada kedua kakinya.

Ayu langsung menemani Dyah yang akan membeli keperluan dapur ke pasar. Bukan membeli sayuran, tapi membeli bumbu ataupun rempah--rempah yang memang sudah habis sedari kemarin.

"Halo Dyah, mau kemana? Mau kami temani?" Seorang tentara Belanda menganggu perjalanan kami menuju pasar. Mereka adalah tentara yang memang ditugaskan menjaga kediaman Waltz, dan tentu saja mereka sudah mengenal Dyah dan para pelayan yang lain.

"Tidak," ucap Dyah sembari tersenyum dan tetap berjalan. Ayu melihat wajah Dyah yang nampak sangat risih dengan kehadiran para kompeni menjijikan itu. Ayu sudah cukup mengerti tatapan dan suara menggoda dari para tentara kolonial ini.

"Mereka selalu menjijikan seperti itu ya?" Dyah langsung melotot dan menoleh ke arah belakang, ia khawatir jika salah satu di antara tentara itu mendengar maka Ayu bisa dalam bahaya.

"Hush, jangan gitu Ayu. Kalau mereka denger, bisa bahaya loh kamu," Dyah menatap Ayu dengan horor, ia tak tau bahwa Ayu dapat seberani itu berbicara tentang kaum dari majikannya.

"Tapi mbak, gimana kita bisa kerja kalo diganggu seperti itu kalau mau bekerja? Dasar sangat mengganggu sekali!"

"Kamu harus terbiasa, Yu. Mereka memang seperti itu, kamu harus hati-hati sama londo itu. Sama tuan Rutger juga, pokoknya harus hati-hati ya!" Dyah memperingatkan Ayu tentang siapa saja yang harus ia waspadai, karena Dyah sudah sangat tau, bagaimana para pria di rumah itu memandang para wanita pribumi.

Bersambung...

Buitenzorg : 1913✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang