14

1.1K 184 6
                                        

Dua tentara yang berdiri pongah menatap Ayu, kini tengah menarik paksa gadis itu agar mau pergi bersama mereka. Entah kemana mereka akan membawa Ayu, yang jelas, Ayu harus melindungi dirinya sendiri saat ini.

"Lepas brengsek!" Ayu masih tetap berusaha melepaskan cengkraman tangan Londo di lengannya. Tenaga Ayu cukup kuat sebenarnya, sampai membuat dua tentara tadi sedikit kewalahan membawa Ayu, walaupun tetap saja tenaga Ayu berada jauh di bawah pria Belanda itu.

Mereka membawa Ayu ke dalam sebuah ruangan yang tampak seperti ruang kerja. Di dalamnya terdapat meja dari kayu, dengan beberapa tumpuk buku di atasnya. Terdapat juga 3 kursi yang berada di sekitar meja yang terletak di tengah ruangan. Di dalamnya juga terdapat lemari besar dari kayu yang entah untuk apa, di dinding yang terbuat dari batu bata tergantung beberapa senapan laras panjang. Nampak seperti ruangan khusus petinggi KNIL.

"Nama mu Ayu?" Entah muncul dari mana, pria dengan pakaian khas tentara Belanda sudah berdiri di belakangnya.

Ayu berbalik menatap si sumber suara, seketika Ayu terbelalak melihat seseorang yang dianggap petinggi KNIL itu, ternyata orang tersebut adalah seorang pribumi.

Pria itu tertawa sembari mendekat ke arah Ayu. Ayu sangat yakin bahwa pria itu menyadari keterkejutannya dengan berdirinya seorang pribumi yang berpakaian tentara Belanda.

"Kenapa? Ngga pernah liat pribumi pake baju KNIL?" Wajah Ayu mengeras. Gadis itu muak melihat pria itu, dengan bangganya ia memperkenalkan diri sebagai sekutu para penjajah ibu pertiwi.

"Uasem kamu! Dasar gemblung! Kamu mengkhianati bangsa kamu sendiri! Mau maunya kamu bersekutu sama penjajah itu!" Ayu berteriak kencang ke arahnya. Reaksi Ayu cukup membuat pria itu terheran, sangat berbeda dari gadis lainnya yang akan merasa takut ketika dibawa ke dalam ruangan si pengkhianat ini.

"Walaah, dasar bocah gendeng," pria itu mendekat ke arah Ayu, mencoba menyentuh gadis ini dengan tangan kotornya. Namun Ayu berhasil menghindar, untungnya Ayu mempunyai tenaga satu tingkat di atas gadis biasa.

Namun pria itu tak habis akal, ia membuat Ayu tersudut. Gadis itu tidak dapat mundur karena dinding ada persis di belakangnya, ia juga tak dapat menerobos lewat samping karena pergerakan Ayu sudah terkunci oleh pria itu.

Perlu tenaga ekstra agar Ayu mau menyerah dengan keadaan, tapi Ayu merupakan gadis yang tidak mudah patah arang. Ia tetap berusaha agar wajah pria pengkhianat ini tidak menyentuh tubuhnya.

"Tarno!" Sontak saja Ayu dan pria di depan Ayu ini menoleh ke sumber suara. Tepat di depan pintu ruangan Hans berdiri menatap marah ke arah pria yang ia panggil Tarno. Ayu tidak menyia-nyakan kesempatan untuk kabur dari kungkungan pria ini, Ayu mendorong Tarno dengan sekuat tenaga dan berhasil membuat Tarno terhuyung ke belakang.

Ayu segera berlari ke arah Hans, mencoba berlindung di balik tubuh tegap pria Belnda itu.

"Hans?!" Tarno menatap marah kepada Hans. Hans benar-benar telah mengganggu kesenangannya kali ini, dan Tarno tidak suka tindakan Hans yang selalu ikut campur dalam urusannya.

"Waag het nooit Ayu aan te raken, Tarno!" (jangan pernah berani kamu menyentuh ayu, Tarno!) Suara Hans terdenar menggelegar dan penuh amarah. Sungguh belum pernah Ayu dengar suara kemarahan Hans seperti ini. Kelembutan dalam suara yang senantiasa Hans tunjukan pada Ayu seolah lenyap pada saat itu.

"Kenapa? Dia itu gundik yang sudah paman mu berikan pada ku!" Tarno melotot menatap Hans. Sudah jelas Tarno sangat marah, karena ini bukan pertama kalinya Hans menggagalkan tindakan bejat Tarno.

Ayu terkejut bukan main mendengar penuturan Tarno. Ia tak menyangka bahwa tuan Rutger dapat bertindak serendah itu dengan membuat Ayu sebagai gundik para KNIL.

"Ayu is mijn vrouw, en ik laat niemand haar aanraken!" (Ayu adalah wanita ku, dan tak akan aku biarkan seseorang menyentuhnya!)

Sontak saja Ayu menatap ke arah Hans, pria Belanda yang berkata lantang di depan para KNIL yang hendak memangsa Ayu, mengatakan bahwa Ayu adalah wanita nya. Sejauh ini kah Hans ingin melindungi Ayu?

"Ayo, Ayu," Hans menggandeng lembut jemari Ayu, mengaitkan jari-jari kecil Ayu dengan jari tangannya. Genggaman tangan Hans memberikan rasa hangat yang di tangan Ayu, rasa hangat yang menjalar sampai ke dalam relung hatinya.

Hans, pria Belanda dengan mata biru itu membawa gadis pribumi pergi menjauh dari barak tentara Belanda Buitzenbroug.

Hans menghela nafasnya ketika mereka sudah berada di depan gerbang atau pintu masuk daerah barak. Pria itu lupa kalau ia datang menggunakan sepeda ontel miliknya.

Ia tidak sendiri sekarang, ada Ayu yang harus pergi ke mana Hans pergi. Mau tidak mau Hans harus memboncengkan Ayu di bagian belakang sepeda, tapi pria itu khawatir Ayu akan terjatuh karena sudah sangat lama sejak terakhir Hans memboncengkan seseorang dengan sepedanya.

"Napa?" Tanya ayu yang sadar akan raut kebimbangan di paras Hans. Pria itu mengusap bagian tengkuknya yang tidak gatal, kemudian menatap Ayu di depannya.

"Aku datang dengan sepeda onthel tua milik ku, aku sudah sangat lama tidak memboncengkan seseorang dengan sepeda ini, aku khawatir kamu akan terjatuh dari sepeda ini," ucap Hans. Mendengar itu Ayu tersenyum simpul. Ia tidak menyangka bahwa Hans sebegitu memikirkan dirinya.

"Aku pernah hampir mati karena dipukuli loh, jatuh dari sepeda sih ndak ada apa-apanya,"

Hans menatap Ayu yang juga menatap padanya. Pria Belanda itu menatap netra hitam milik Ayu dengan temaram cahaya oranye yang ditimbulkan obor di sekitar barak. Hans tersenyum simpul lalu menuntun sepedanya menghadap jalan pulang mereka, lalu mengisyaratkan Ayu untuk duduk di bagian boncengan sepeda.

Gadis itu segera membonceng menyamping karena jarik batik yang ia gunakan. Perlahan Hans mengayuh sepedanya dengan hati-hati, berharap agar sepeda yang ia kendarai tidak terpeleset dan menyebabkan gadis pribumi di belakangnya terjatuh.

Hans mengayuh sepedanya di atas jalan tanah yang penuh batu, sesekali sepeda itu oleng namun Hans tetap dapat mengendalikannya. Perlahan jalan bebatuan telah terlewati, jalan sudah mulai landai membuat Hans lebih mudah mengayuh sepedanya agar segera sampai ke rumah.

Udara Buitenzorg yang dingin saat dini hari menjelang pagi benar-benar semakin menusuk tulang. Angin malam yang berhembus membuat Ayu menggigil dibalik kebayanya. Ayu mengulurkan tangannya ke pinggang Hans, melingkarkan kedua tangannya berharap ia tidak terjatuh dari sepeda ini.

Merasakan dua tangan melingkar di pinggang Hans, pria itu tersenyum simpul dan membiarkan Ayu mendapat kehangatan darinya. Kepala Ayu bersandar ke punggung Hans, berharap menghalau angin dingin yang kian terasa dan membuat gadis itu menggigil karenanya.

Cahaya rembulan purnama menemani setiap kayuhan sepeda Hans, cahaya bulan yang menciptakan semburat ungu di langit gelap menerangi jalan Ayu dan pria Belanda itu agar segera sampai ke rumah. Seolah bulan pun merasa turut bahagia dan mendukung kemana pun Hans dan Ayu pergi.

"Terimakasih, Hans," ucap Ayu tulus, dengan senyuman manis terukir di parasnya.


Bersambung..

Buitenzorg : 1913✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang