Hans menghentikan sepedanya di depan rumah yang berada cukup tinggi di puncak. Rumah khas Belanda yang sederhana, cukup kecil namun kehangatan tetap terasa. Itu adalah rumah Hans.
Hans meletakan sepedanya di teras rumah, dan membiarkan Ayu berjalan lebih dulu di depannya. Ayu merasa sangat lelah saat ini. Tubuh Ayu yang masih belum pulih seutuhnya dari kejadian hari itu, dan ia yang belum tertidur sama sekali hampir satu hari penuh.
Ayu duduk di kursi yang tersedia di teras rumah Hans, mengistirahat punggungnya yang terasa kaku dan pegal. Pria Belanda itu menghampiri Ayu dan duduk di kursi yang ada di depan Ayu, hanya terpisahkan oleh meja bundar kecil dari kayu. Hans menatap Ayu, menatap wajah dan tubuh Ayu yang lelah.
"Terimakasih Hans, aku ndak tau mau jadi apa kalau kamu ndak menyelamatkan aku tadi," Ayu tersenyum tulus, sungguh kali ini Ayu menganggap Hans adalah malaikat pelindung yang Tuhan kirimkan untuknya.
"Aku hanya melakukan kewajiban ku sebagai teman mu, Yu. Aku juga tidak bisa membiarkan ketidak benaran Tarno semakin mengotori barak itu," Ayu menganggukan kepalanya, awalnya ia sedikit berharap kalau Hans sengaja datang untuk dirinya, untuk menyelamatkan seorang Ayu dari tangan kotor para KNIL itu.
Tapi nyatanya tidak. Hans hanya melakukan kewajibannya sebagai seorang manusia, ia menolong sesamanya dengan tulus dan mengharapkan balsan kebaikan dari Tuhan.
Ya, itulah Hans yang sebenarnya.
"Sebenarnya, kenapa kamu datang ke Buitenzorg? Aku rasa, kamu berasal dari Jawa," ucap Hans tiba-tiba di antara keheningan mereka. Ayu membenarkan duduknya, ia duduk tegap sebelum membalas pertanyaan yang Hans tanyakan padanya.
Sepertinya jujur kepada Hans bukan lah ide yang buruk. Pria itu tidak akan mengadukan dirinya kepada para tentara di barak tadi kan?
"Aku datang jauh-jauh dari Jawa untuk membalas kematian bapak dan ibuk. Dulu ada tentara dari Buitenzorg yang menembak dan membunuh bapak sama ibuk, aku ingin menjadi malaikat maut untuknya. Aku akan membalas apa yang sudah orang itu lakukan kepada bapak dan ibuk," seketika Hans merasa tak enak kepada Ayu, ia merasa telah mengingatkan gadis itu dengan kejadian kelam yang menyeramkan.
"Aku turut berduka, Yu,"
"Maturnuwun," Ayu tersenyum, mengiringi ucapan terimakasih yang ia ucapkan.
Kehadiran Hans benar-benar sangat membantu Ayu. Gadis itu tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika Hans tidak datang tadi, mungkin saja tangan kotor Tarno sudah mengoyak harga diri dan kesucian Ayu.
Hans adalah Londo yang sangat berbeda dengan para Belanda lainnya. Ia sangat menghargai wanita bahkan ketika wanita itu adalah seorang pribumi, pribumi yang dianggap rendah oleh kaum penjajah ibu pertiwi. Ucapan dan tingkah laku yang lembut membuat siapapun merasa aman di dekat Hans, begitu juga Ayu. Gadis itu merasa aman jika Hans berada di dekatnya.
Setelah hari itu, Hans meminta Ayu untuk tinggal sementara di rumah Hans. Lagi pula, Ayu tidak mempunyai pilihan lain yang lebih aman, kan? Kembali ke kediaman Waltz merupakan pilihan yang sangat bodoh, dan terlunta-lunta di jalanan Buitenzorg membuat peluang para KNIL itu kembali membawa Ayu ke barak sangatlah besar.
Selama tinggal di rumah Hans, Ayu benar-benar diperlakukan baik oleh pria itu. Hans memperlakukan Ayu seperti temannya sendiri, pria dengan mata sebiru laut itu mengajarkan banyak hal kepada Ayu.
Sebenarnya Ayu mengutarakan keinginan gadis itu kepada Hans, katanya, ia ingin dapat membaca dan menulis. Ayu ingin membaca buku yang pernah Hans berikan padanya dulu.
Maka dari itu Hans mengajarkan membaca dan menulis kepada Ayu. Memang tak sebentar ketika gadis pribumi seperti Ayu memulai belajar membaca dan menulis, tapi gadis itu dapat belajar dengan cepat sehingga Hans cukup dibantu olehnya.
Perlu kesabaran penuh ketika mengajar seseorang membaca, dan Hans dapat selalu bersabar ketika Ayu membuat kesalahan dalam proses belajarnya.
"A bra ka da bra," eja Ayu ketika membaca buku cerita milik Hans. Pria itu tersenyum ketika Ayu mengeja mantra yang dipercaya dapat mengabulkan sesuatu dalam buku yang tengah Ayu baca.
"Kamu tau tidak? Mantra itu dapat mengabulkan keinginan orang yang mengucapkannya," mendengar itu Ayu tersenyum lebar. Matanya berseri menanggapi ucapan Hans terkait kalimat tersebut. Jika mantra itu memang betul sakti mandraguna, sudah pasti Ayu akan mengucapkannya setiap hari.
"Tentu saja hanya dalam cerita itu," binar di mata Ayu meredup. Ketertarikannya mendadak menghilang begitu saja. Melihat itu Hans terkekeh sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Kalau mantra itu dapat mengabulkan satu permintaan mu, apa yang kamu inginkan?" Hans menatap kedua mata hitam Ayu, menanti jawaban yang akan Ayu berikan.
"Emm, mungkin aku akan meminta waktu diulang ketika bapak sama ibuk masih ada. Dulu aku sering menentang keinginan bapak dan ibuk, mungkin saat itu mereka merasa sedih memiliki putri seperti ku.
Aku ingin menghabiskan waktu bersama mereka, mengobrol bersama bapak dan ibuk, memasak bersama ibuk, berbagi pandangan dengan bapak. Aku sangat menyesal sekarang, ketika kehadiran mereka sudah tidak ada di sisi ku, aku baru menyadari kehadiran mereka begitu pentingnya dalam hidup ku," Ayu menunduk walau masih dengan senyuman di parasnya. Senyuman sendu yang tampak menertawakan dirinya sendiri.
Hans menghela nafas, ia tidak ingin melihat Ayu bersedih seperti itu.
"Kalau aku, aku akan meminta agar perang tidak pernah terjadi. Aku ingin kedamaian selalu menyelimuti Hindia-Belanda dan juga tanah Eropa, mungkin juga aku akan berharap agar bangsa Eropa tidak dapat menemukan tanah ini," Ayu tertegun dengan ucapan Hans. Ayu jadi berpikir, mengapa tidak terbesit dalam kepalanya untuk mengharapkan agar tidak terjadi perang di tanah ini?
"Tapi Hans, mungkin jika bangsa Belanda tidak datang ke Hindia-Belanda ini, kita tidak dapat bertemu kan?" Ayu menatap Hans sendu, jujur saja gadis pribumi itu merasa beruntung dengan kehadiran Hans dalam hidupnya.
Hans tersenyum, dalam hati ia membenarkan perkataan gadis pribumi ini.
"Mungkin saja. Tapi, semua yang terjadi dalam dunia ini telah ditakridkan oleh Tuhan, Yu. Jika Tuhan menakdirkan kita untuk bertemu, maka di belahan benua manapun kita pasti bertemu. Bahkan di kehidupan kita yang selanjutnya pun kita juga dapat bertemu jika memang Tuhan menakdirkannya.
Tuhan tidak akan salah mengirimkan seseorang dalam hidup kita, dalam rencananya pasti ia membuat rencana yang sangat indah untuk pertemuan dua manusia. Tuhan juga pasyi mempunyai alasan untuk mempertamukan mu dengan ku.
Begitu juga untuk menyatukan dua manusia. Jika Tuhan menakdirkan aku dan kamu bersama, maka itu yang akan terjadi. Tapi sebaliknya, jika kita hanya ditakdirkan untuk bertemu, maka kita tak akan pernah bisa bersatu," Hans menatap kedua netra Ayu dalam. Entahlah, Hans selalu senang menatap bola mata hitam gadis pribumi yang ada di depannya ini. Ia merasa tertarik dan nyaman ketika mata birunya bertemu dengan bola mata Ayu, si gadis inlander.
Ayu membenarkan ucapan Hans dalam Hati. Ayu merasa sangat beruntung bertemu dengan Hans, pria bermata biru sebiru samudra yang selalu menatap hangat ke arah pribumi. Mata biru yang pernah membuat Ayu tertarik ke dalamnya, pria Belanda yang berhasil menjatuhkan hati Ayu padanya.
Diam-diam ia berharap agar pertemuannya dengan Belanda ini tidaknya hanya ditakdirkan untuk bertemu, tapi Ayu berharap agar mereka bisa bersatu. Semoga saja, ya.
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
Buitenzorg : 1913✅
Fiksi SejarahSebagai seorang pribumi, Ayu sangat membenci para Belanda. Para penjajah dari Netherland yang hanya dapat memeras, menjajah, dan merendahkan tanah Hindia Belanda. Kebencian Ayu semakin menjadi setelah kematian orang tuanya di tangan tentara KNIL. Ay...