Hans beranjak menatap Ayu. Menatap bola mata hitam yang sangat menarik bagi Hans. Wajah Ayu nampak lega, karena perasaan yang sejak dulu hanya dapat ia pendam dapat terucapkan tanpa adanya beban.
Hans hanya tersenyum hangat, kembali mata pria itu meredup, binar sinar di mata birunya hilang begitu saja. Ayu cukup terheran dengan reaksi Hans, apalagi dengan perubahan di matanya. Hans merengkuh Ayu ke dalam pelukannya. Pria Belanda itu memeluk gadis pribumi dengan sangat lembut namun erat. Seolah Hans tidak ingin menyakiti Ayu sedikit pun.
Ayu membalas pelukan Hans, gadis itu mengulurkan kedua tangannya untuk mengusap punggung bidang Hans, sama seperti yang pernah pria itu lakukan padanya. Seketika Hans merasa sangat nyaman, ia merasa berada di rumah, merasakan usapan lembut Ayu di punggunya membuat Hans merindukan ibu, merindukan rumah dan tanah kelahariannya, Natherland.
Hans merasa seolah Ayu adalah rumahnya. Tempat ia kembali dari lelahnya pekerjaan, tempat ia berteduh, tersenyum, bahkan menangis.
Cukup lama Ayu membiarkan Hans tetap memeluknya, membiarkan kepala pria yang lebih tinggi darinya itu bersandar pada ceruk bahunya, bersandar sejenak dari kalut kabut yang menutupi pikiran Hans.
Ayu dibuat bingung dengan respon Hans setelah mengatakan perasaan Ayu yang sesungguhnya pada pelindungnya itu. Hans tidak membalas kata-kata cinta Ayu, tapi perlakuan Hans padanya selama ini selalu menunjukan jika pria itu mencintai Ayu. Tatapan hangat dan sayang yang selalu Ayu lihat di mata Hans membuatnya yakin perasaannya terbalas. Tapi apa ini? Hans bahkan tidak berkata apapun setelah Ayu mendeklarasikan cinta padanya.
Hans dan Ayu masih diam di tempatnya, ketika saat ini matahari mulai tenggelam di balik bukit di depan mereka. Menyisakan cahaya senja yang hangat menyiram tubuh Ayu dan Hans. Meninggalkan perasaan campur aduk dan kalut dalam hati dan pikran seorang pria Belanda yang tengah nyaman bersandar pada Ayu.
•••
Setelah matahari benar-benar tenggelam dan tidak menyisakan cahayanya sedikit pun, Hans dan Ayu kembali ke rumah. Pria itu hanya tersenyum dan diam saja sedari tadi, ia mengatakan hal lain yang mengalihkan pembicaraan mereka tentang perasaan satu sama lainnya.
Sampai malam pun kian temaram, Hans mulai masuk ke kamarnya. Diikuti Ayu yang mencoba untuk terlelap walau pikirannya tak dapat beristirahat.
Ayu khawatir Hans justru akan menjauh darinya setelah ucapannya sore tadi. Ia tak bisa. Ia tak ingin Hans menjauh dari Ayu, setidaknya jangan sekarang. Jika nanti ia tidak ditakdirkan bersatu dengan Hans, tolong biarkan Ayu bersama sedikit lebih lama lagi. Hanya itu yang Ayu inginkan.
Sepanjang malam Ayu tidak dapat terlelap, entah apa yang mengganggu gadis itu sehingga sangat berat untuk sekedar beristirahat. Malam menjelang pagi, namun matahari masih lama ketika mulai menyalakan sinarnya, Ayu bangkit dan keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju teras rumah Hans dengan sebuah buku di tangannya. Berusaha mencari udara segar agar dirinya terkantuk dan ingin tertidur.
Ditemani lampu dari api dan merdu suara jangkrik yang sahut menyahut membuat Ayu hanyut dalam ceritanya, membaca buku yang sangat ingin ia selesaikan.
Ceklek
Ayu menoleh ke arah pintu, ia dikejutkan dengan Hans yang berdiri menatap Ayu dengan raut terkejut di wajahnya. Mereka saling dikejutkan dengan kehadiran masing-masing. Apalagi Ayu, ia melihat Hans menggendong sebuah tas hitam dari kain. Entah apa isinya, tapi pria itu tampak ingin pergi dari rumah.
Ayu segera beranjak dari duduknya, ia menatap cemas kepada Hans.
"Hans? Kamu mau kemana?" Hans mati kutu, ia tidak tau apa yang harus ia katakan kepada Ayu. Ia tidak ingin berpikir bahwa alasan Hans pergi adalah dirinya.
"Duduk lah dulu, aku akan mengatakan segalanya," Hans menyentuh lengan Ayu dengan halus dan meminta gadis itu untuk duduk kembali di tempatnya semula. Tapi Ayu enggan, ia masih saja menatap Hans dengan cemas.
"Ayu.."
"Apa ini gara-gara aku? Kamu pergi gara-gara aku kan, Hans?" Mata Ayu memanas, genangan air tampak di pelupuk mata Ayu. Sungguh bukan ini yang Ayu inginkan, Ayu hanya ingin memastikan perasaan di antara mereka. Ia tidak ingin Hans pergi darinya. Kalau pria Belanda itu tidak merasa nyaman bersama Ayu, biarlah Ayu yang pergi. Tapi gadis itu tidak akan pernah membiarkan Hans pergi dari rumahnya sendiri.
Tapi Ayu tak tau, bagi Hans, Ayu adalah rumahnya.
"Duduk lah, Ayu," Ayu menghembuskan nafasnya kasar. Lalu berjalan dengan menghentakan kakinya menuju bangku tempat ia duduk tadi. Ingin sekali Hans tertawa melihat Ayu, tapi suasana saat ini tidak memungkinkan dirinya untuk tertawa. Jadi Hans hanya menahan dan menelan tawanya sendiri.
"Aku dipanggil untuk ikut berperang di Aceh, pulau yang berada di paling ujung tanah Hindia-Belanda," ucap Hans sendu. Ayu tau Hans tidak suka peperangan, pria itu tidak suka terjadi kekerasan.
"Aku harus berangkat kalau tidak ingin kamu terluka, Yu. Maaf sekali aku akan melawan pribumi, aku akan melawan bagian dari kaum mu. Aku tidak bisa menolak, karena ini merupakan tanggung jawab ku," Ayu hanya diam. Ia tidak tau di mana persisnya Aceh itu, berapa lama bisa sampai di sana, dan sampai kapan Hans akan ada di sana.
"Perjuangan rakyat Aceh untuk melindungi tanah mereka sangat luar biasa Yu. Sampai pemerintah di Batavia membutuhkan orang tidak berpengalaman seperti ku ini untuk menambah pasukan,"
"Berapa lama? Sampai kapan kamu akan ada di Aceh?" Netra Ayu terlihat mendung, genangan air kembali tampak di pelupuk matanya.
Hans selalu senang menatap mata Ayu, mereka seolah dapat berbicara walau hanya dari tatapan mata. Menyuarakan perasaan dengan tatapan di mata mereka, karena mata, tidak pernah dapat berbohong.
"Aku tidak tau berapa lama dan kapan aku kembali, dalam perang seperti ini, hanya ada dua kemungkinan waktu untuk kembali. Pertama jika perang berakhir, maka aku akan kembali dengan selamat. Kedua, jika nyawa ku terlebih dahulu berakhir, maka aku akan lengsung kembali ke dekat Tuhan," Hans terkekeh mengakhiri kalimatnya. Ia seperti menertawakan dirinya sendiri, mengejek dirinya sendiri.
"Hans!" Ayu tidak suka dengan ucapan Hans. Ia ingin pria itu kembali dengan selamat ke Buitenzorg ini. Sampai hari ketika Hans datang dan bertemu lagi dengannya, Ayu akan tetap menunggu Hans. Apapun yang terjadi, Ayu akan menunggu.
"Oke oke, maafkan aku Ayu, aku hanya bercanda,"
Segera Hans berpamitan kepada Ayu, meninggalkan gadis itu dengan kekhawatiran akan keselamatan pria Belanda itu. Mau tidak mau Ayu harus menerima keputusan Hans, lagi pula, Ayu tidak punya hak apapun untuk melarang Hans, bukan? Ingat lah, tidak ada hubungan apapun Hans dan Ayu selain seorang teman.
Hans berjalan di dalam gelapnya malam yang kian menelan Hans semakin tenggelam di dalamnya. Sedangkan Ayu hanya dapat berdoa untuk keselamatan Hans kedepannya.
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
Buitenzorg : 1913✅
Fiksi SejarahSebagai seorang pribumi, Ayu sangat membenci para Belanda. Para penjajah dari Netherland yang hanya dapat memeras, menjajah, dan merendahkan tanah Hindia Belanda. Kebencian Ayu semakin menjadi setelah kematian orang tuanya di tangan tentara KNIL. Ay...