≣[Bonus Part] Sisi Gilang

185 61 6
                                    

"Bang Gilang, emangnya Fenly kayak gitu? Gue nggak pernah lihat dia sampe salah fokus yang parah. Kenapa dia nggak cerita kalo dia kayak gini karena gue?" tanya Macaronia ke gue. Gue ngangguk pelan dan nunduk.

Saat ini, gue dan Macaronia ketemuan di salah satu kafetaria. Gue sengaja bikin janji sama Macaronia tanpa sepengetahuan anak-anak dorm. Nggak tahu kenapa gue pengen aja cerita sama Macaronia, padahal gue nggak terlalu deket sama dia.

Setelah selesai ceritain keadaan Fenly yang makin nggak fokus latihan karena Macaronia, perempuan di depan gue ini nunduk dan nangis. Gue selama ini nggak pernah lihat Macaronia nangis, tapi hari ini kejadian. Gue nggak tega banget lihat cewek nangis, akhirnya gue pindah posisi duduk di samping Macaronia dan usap punggung dia pelan.

Gue bisa rasain gimana jadi Macaronia, dia sebenernya juga nggak mau Fenly nggak fokus gara-gara dia, tapi dia bisa apa? Siapa yang bisa atur perasaan orang, sih? Perasaan orang bukan tombol yang dengan mudahnya mati nyala.

"Gue nggak mau Fenly mikirin gue terus. Kita udah lama nggak bersama-sama lagi, harusnya masing-masing dari kita bisa lepasin satu sama lain," ucap Macaronia dengan air mata yang terus ngalir, gue usap lagi punggung dia biar sedikit tenang. "Tapi nyatanya kita nggak bisa. Kita nggak bisa lepasin satu sama lain. Gue benci diri gue yang selalu bergantung sama Fenly, gue sadar gue dulu manja banget sama dia, bodoh banget gue dulu larang dia untuk ikut kontes nyanyi itu," lanjutnya dengan isak tangis yang makin menjadi.

Gue tatap Macaronia dan tenangin dia lagi. "Bukan salah lo, Oni. Lo nggak boleh ngomong gitu, di sini nggak ada yang salah. Fenly nggak salah, dan lo juga nggak salah. Ini cuma perihal waktu dan mengikhlaskan."

Salah banget gue ngomong gini, Macaronia makin nangis dan tiba-tiba peluk gue. Gue kaget banget dengan perlakuan Macaronia kali ini tapi gue nggak nolak karena dia peluk gue kenceng banget, tangan dia nggak mau lepas dari badan gue.

Merutuki omongan gue barusan adalah hal pertama yang gue lakuin. Macaronia makin nangis dan suaranya kedengeran sedih banget, gue nggak tega. Bodo amat dengan orang-orang sekitar yang lihatin gue sama Macaronia pelukan, karena gue tahu Macaronia butuh pelukan ini.

Siapa sih yang tega denger cewek nangis? Walaupun kelihatannya Macaronia itu tegar banget, di sini gue lihat dia udah nggak kuat nahan uneg-unegnya dan lemah pertahanannya, dia nangis kejer. Gue rasain badan dia anget banget nyaris panas, apa dia demam?

"Oni? Lo sakit? Kok badan lo anget sih?" tanya gue masih dengan peluk dia, karena dia juga nggak lepasin pelukannya dengan gue. Dia nggak jawab sama sekali, gue bingung banget Macaronia kenapa. Setelah gue coba tanya dia berkali-kali dan nggak ada respon, badan dia melemah. Macaronia pingsan di pelukan gue. Panik banget, gue segera gendong badan dia dan cari pertolongan.

Di hari ini, pikiran gue udah ke mana-mana. Kenapa Macaronia bisa pingsan tiba-tiba? Gue udah telepon Bang Lovanoga untuk segera ke rumah sakit tempat Macaronia dirawat. Gue ngerasa bego banget setelah anter Macaronia ke rumah sakit, gue nggak ngerti apa-apa soal Macaronia yang ternyata sakit parah.

Bang Lovanoga ceritain ke gue kalo Macaronia emang sakit, tapi nggak detail tentang apa yang dideritanya. Bang Lovanoga juga berpesan ke gue, jangan kasih tahu Fenly soal Macaronia yang sakit gini karena bakal jadi beban pikiran dia. Bener, gue juga bakal simpen rahasia ini ke yang lain, Aji dan Fiki. Karena gue yakin mereka juga bakal bereaksi sama kayak Fenly nantinya.

Sedih banget ketika gue lihat selang infus udah dipasang di nadi Macaronia, gue masih syok banget karena Macaronia tiba-tiba pingsan tadi. Gue bingung mesti ngapain saat ini. Gue tenangin Bang Lovanoga yang udah nunduk dengan tatapan sedih. Meski gue nggak kenal deket sama Bang Lovanoga, gue lihat Bang Lovanoga khawatir banget sama adik kandungnya itu.

"Gue bego banget, Lang. Gue selalu gagal buat jagain adik gue, padahal gue tahu dia lagi sakit, tapi gue nggak sigap jagain dia. Gue payah, Lang, gue payah," ucap Bang Lovanoga dengan air mata yang mulai turun, gue rangkul Bang Lovanoga buat kasih dukungan mental.

Buat kali ini, gue nggak bisa kasih banyak nasihat ke Bang Lovanoga, gue juga terlalu kaget lihat peristiwa ini.

Setelah dari pemakaman Macaronia, gue mau coba alihin fokus gue ke yang lain, latihan dance misalnya. Tapi gue cuma manusia biasa, gue juga sedih banget saat tahu Macaronia meninggal karena sakitnya yang parah. Gue nangis di ruang latihan sendirian dan natap cermin di depan gue. Pantulan diri gue di cermin ini terlihat menyedihkan banget, gue akui gue kehilangan Macaronia. Apalagi pas lihat ekspresi Fenly, Fiki, dan Aji waktu dapet kabar kalo Macaronia meninggal dunia, mereka udah nangis dan saling nyalahin diri sendiri.

Padahal mereka nggak harus gitu, mereka nggak boleh nyalahin diri mereka. Ini semua takdir Tuhan. Tuhan sayang Macaronia, makanya Dia ambil umat-Nya yang satu itu untuk bersua sama Dia, mengajak Macaronia berada di sisi-Nya dengan tenang.

Gue sempet nggak percaya Fiki sesedih itu dan nggak mau ninggalin makamnya Macaronia. Dia bilang sedih banget perasaannya belum kebales. Lah, apa kabar Aji? Aji waktu malem itu pernah terang-terangan bilang ke gue kalo dia suka sama Macaronia, tapi dia berhasil nutupin semuanya demi Fiki dan Fenly. Aji bahkan kelihatan lebih tegar pas di makam daripada Fiki dan Fenly.

Semua masing-masing masuk kamar, dan gue lihat Aji udah nangis kejer ditenangin sama Ricky. Gue sedih banget kenapa waktu begitu cepet buat jalanin kehidupan Macaronia. Gue masih pengen lebih lama kenal Macaronia, pengen cerita banyak sama dia soal kehidupan gue yang berat. Tentang gue yang merantau dan meninggalkan keluarga yang jauh di sana demi cita-cita ini. Gue pengen Macaronia dengerin kisah hidup gue.

Gue tahu, orang baik akan cepet diambil sama yang punya, sama Yang Di Atas. Gue masih nangis di ruang latihan sambil coba perlahan relain Macaronia, kenangan dia masih gue inget. Dia orang baik banget, gue bersyukur pernah kenal dan ketemu Macaronia.

_
jangan lupa hargai karya ini dengan bintang dan beri komentar, karena itu bahan bakar semangatku untuk melanjutkan cerita, semua yang menulis pasti juga merasakan hal yang sama. Mereka akan senang jika karyanya diapresiasi. Terima kasih♡

Carita de Macaronia || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang