〄003| Menuntaskan Kesalahan

587 124 1
                                    

Sebelumnya ....

"Baik sekali, Ano, memberi pekerjaan kepada teman-temannya seperti itu. Saya turut senang dia tumbuh dewasa menjadi pribadi yang baik."

Suara langkah kaki jelas berderap mendekati meja angka enam itu.

"Dongeng apa lagi yang Anda ceritakan untuk sore hari ini, Bapak Kelana?" Suaranya sarat akan kebencian yang mendalam.

Kelana menoleh, mendapati sosok Firstiano Agravin dengan raut muka tidak bersahabat. Alisnya bertaut seiring dengan senyum miring yang disuguhkan Firstiano.

"A ... Ano?"

Pekikan tertahan itu keluar dari mulut Macaronia, terkejut menyaksikan kejadian tidak terduga ini. Yang dipanggil hanya menatap tajam pria paruh baya berdasi merah itu.

"Sekali lagi saya bertanya, dongeng klasik mana lagi yang anda ceritakan pada kawan saya, Bapak Kelana? Saya bahkan cukup muak hanya dengan melihat Bapak menduduki salah satu kursi kafe saya ini."

Kelana gelagapan. Terpaku diam.

"Anda tidak usah cari muka, apalagi memuji-muji seperti tadi. Bapak sudah sukses, sudah mapan dan sudah tidak membutuhkan saya, kan? Jadi, saya mempersilakan Bapak angkat kaki dari ruangan saya yang tidak berdosa ini."

Macaronia tidak mengerti apa ucapan Firstiano. Dia juga tidak bisa membaca keadaan. Tapi, terlihat sebersit harapan pada mata cokelat Ayahanda Firstiano, yaitu Kelana Agravin. Harapan seperti ....

"Kamu anak saya, kenapa selalu seperti ini? Menganggap saya tidak berwujud bahkan menganggap saya seperti mahkluk dunia lain yang berbeda dengan kamu, Ano?" ucap Kelana lirih, gurat keriput sedikit mendominasi mata dan dahinya.

Firstiano tertawa kecut, sempat melirik pada Kelana dengan tatapan meremehkan. "Anda tahu apa? Kemana saja anda, sekarang baru muncul sebagai pemeran utama? Anda dulu merasa hanya menjadi figuran dalam serial anda?"

Macaronia memposisikan dirinya jauh dari Ayah dan anak itu sebelum situasi semakin runyam. Kembali pada kursi bar adalah pilihan yang tepat dan berusaha tidak ikut mencampuri urusan yang sedang memanas itu.

"Gri!" panggil Macaronia berhadapan dengan orang yang dipanggil. Agrio mendongak sambil menuangkan susu pada gelas takar. Sibuknya kafe ini melebihi sibuknya orang-orang operator provider yang siap sedia dua puluh empat jam tiap hari.

Macaronia berdecak. "Agrio! Lo denger panggilan gue nggak, sih?"

"Iya! Tapi lo liat kan, gue lagi bikin latte, salah-salah bisa jadi kopi susu, nih!" gertak Agrio masih dengan membuat krimer untuk pesanan pelanggan nomor sembilan. Macaronia memanyunkan bibirnya, salah dia sudah mengajak ngobrol dengan jam pasir seperti Agrio saat ini.

"Biarin gue anter ini dulu, baru lo cerita, oke?" Agrio berpesan lalu mengantar latte tadi menuju pelanggan.

Aryanda datang entah dari mana, raut mukanya menggambarkan akan melakukan aksi jail atau hal lain yang menjengkelkan.

"Itu, yang sama Ano, Om-Om simpenan lo, ya?" celetuk Aryanda sambil membenarkan kalungan apronnya.

Nah kan, bukan Aryanda namanya kalo mulutnya berkonten yang tidak berfaedah. Kalo bukan karena temannya, Macaronia sudah memblender mulut Aryanda dengan mesin pelumat di meja kerja kedai kopi ini.

"Sialan, ah, lo!"

Aryanda terkikik geli. "Bercanda woy, tahun gini masih aja ngambekan, nggak asik lau!"

Macaronia hanya terdiam, pikirannya malah melayang entah kemana.

"Lo kenal sama Bapak yang lagi duduk sama Ano itu, nggak?" Tiba-tiba Macaronia bertanya, Aryanda menautkan alisnya tanda tidak paham, detik selanjutnya tersenyum jail.

Carita de Macaronia || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang