"Keadaannya semakin parah. Anda harus mengambil tindakan intensif untuk putri cantik anda, kalau tidak, penyakit yang dideritanya akan semakin menggerogoti tubuhnya dan menghancurkan imunitasnya perlahan."
"Apa tidak ada tindakan selain dengan cara itu, dok? Saya nggak mau lihat anak saya nantinya kesakitan menjalani perawatan itu terus-menerus."
"Ada, tapi …," ucap laki-laki berjas putih ini yang terdengar menggantungkan kalimatnya, lawan bicaranya tampak cemas mengharap jawaban dari dokter muda di hadapannya.
"Apa, dok?"
Dokter ini sudah menghela napasnya begitu berat. "Minum obat setiap hari dengan dosis yang sudah saya tentukan. Jangan biarkan dia memakan makanan yang memicu alerginya, dan jangan sampai dia banyak beban pikiran. Yang terakhir itu paling fatal … karena akan sangat mudah untuk menimbulkan penyakitnya dan merusak imunnya."
Rafadhika memejamkan matanya sebentar, tidak siap untuk menerima semua ini. "Jika itu demi kesembuhan anak saya, saya mau mengambil tindakan yang kedua, dok."
"Pa, udah ya, Oni nggak akan kenapa-kenapa, kok."
Rafadhika masih saja menggenggam tangan putrinya dengan erat, menunduk di sana serta menciumi dengan sayang. Suara dari sang istri, Auxilia, pun tidak ia hiraukan. Yang ia takutkan benar-benar terjadi. Putri cantiknya sakit. Maka dari itu mengapa ia selalu mewanti-wanti Lovanoga untuk selalu menjaga makanan atau minuman yang akan dikonsumsi Macaronia.
Tapi ini berbeda, penyebabnya bukan hanya karena itu. Pasti ada yang lain dan bukan dari makanan yang dikonsumsi.
Minum obat setiap hari dengan dosis yang sudah saya tentukan. Jangan biarkan dia memakan makanan yang memicu alerginya, dan jangan sampai dia banyak beban pikiran. Yang terakhir itu paling fatal … karena akan sangat mudah untuk menimbulkan penyakitnya dan merusak imunnya.
Ucapan dokter dua tahun lalu itu terputar kembali di pikirannya. Beban pikiran? Rafadhika mengingat kata-kata itu, apa ada yang mengganggu pikiran anak perempuannya itu hingga jatuh sakit seperti ini? Separah itukah?
Auxilia mengusap pundak suaminya pelan, ia tahu, laki-laki itu sedang gelisah dan khawatir meskipun memasang wajah super tenang. Rafadhika sudah berada di rengkuhan Auxilia, perlahan menangis di pelukan istrinya. Ia sudah tidak kuat menahan semua perasaan ini. Anak gadisnya yang sudah beranjak dewasa harus menderita sakit seperti ini. Bahkan, gadis itu tidak mengetahui perihal penyakitnya sendiri dan keluarganya berhasil menutupi ini semua darinya selama bertahun-tahun. Miris.
"Udah, ya, Pa. Semua akan baik-baik aja. Oni anak yang kuat. Buktinya, keadaan dia semakin membaik dari sebelumnya, kan? Kita harus makasih juga sama Fenly, karena dia, Oni jadi tenang," ucap Auxilia yang masih menenangkan Rafadhika yang terisak di peluknya.
Pelukan mereka merenggang, senyum tipis ditampilkan Rafadhika."Makasih ya, kamu selalu bisa buat aku tenang."
Auxilia hanya tersenyum simpul dan mengangguk.
Pintu ruangan sudah diketuk, lalu sosok laki-laki sudah muncul di sana dengan gurat wajah khawatir. Masih dengan menggunakan baju panggungnya, Fenly datang untuk menjenguk Macaronia. Sekhawatir itu Fenly kepada Macaronia."Permisi Om, Tante, Fenly mau jenguk Oni, boleh?"
Rafadhika dan Auxilia kompak mengangguk dan mempersilakan Fenly masuk. Keduanya masih sibuk mengusap air mata masing-masing. Fenly yang melihat kedua orang tua Macaronia menangis seketika penasaran.
"Om, Tante, kenapa nangis? Apa yang terjadi sama Oni?"
Auxilia membuka suara, Rafadhika masih tidak sanggup berbicara hal ini. "Udah, nggak apa-apa kok, Fen. Kita cuma nggak nyangka aja Oni yang biasanya ceria jadi sakit dan lemes kayak gini."
![](https://img.wattpad.com/cover/211176485-288-k491189.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Carita de Macaronia || UN1TY [SELESAI]
Hayran Kurgu[58/58] - romansa; angst; drama MEMPLAGIAT = MENYONTEK MENYONTEK = DOSA Tolong hargai tulisan orang lain dengan tidak menjiplak bagian-bagian cerita baik banyak maupun sedikit. Terima kasih. ❝Berawal dari masa lalu, kisah kita ternyata berlanjut hin...