CHAPTER 04<Terdiam

5K 476 45
                                    

"Tak perlu membenci seseorang hanya karena mulut."

Cewek berambut sedada itu memasuki rumah sang nenek dengan dahi mengernyit. Rumah itu terlihat sepi, biasanya sang nenek akan duduk di teras dengan bertolak pinggang. Dara memarkirkan sepeda ontelnya, kemudian masuk dengan mata menyisir sudut ruangan.

Ia tersentak kala mendengar suara isakan seseorang dari dalam kamar.

Itu Ratih!

Dengan cepat Dara menghampiri wanita tua itu.

"Oma kenapa?" tanya Dara cemas. "Oma sakit?" tanyanya lagi, Ratih menoleh dengan cepat menatap galak cewek itu.

"Diam kamu!" sarkas nya tajam, Dara tersentak kaget mendengar itu. "Pergi ambil sapu! Cepet!" titah Ratih, tanpa ragu Dara segera mengambilnya.

Tanpa disangka sapu itu Ratih gunakan itu memukul Dara tanpa ampun. Dara hanya bisa meringis kesakitan, berusaha melindungi dirinya dengan kedua tangannya. Wanita tua itu sedang marah, tapi Dara sendiri tak tahu apa sebabnya. Selalu saja begini.

"Oma sa-sakit," cicit Dara mulai terisak. "Oma maafin Dara." Mendengar itu Ratih berhenti dan terduduk lesu di pinggir ranjang.

Tubuh Dara terasa remuk. Ia belum makan, ditambah dengan pukulan itu, rasanya sakit sekali. Mata cewek itu beralih menatap Ratih yang masih menangis tersedu-sedu.

"Saya benci orang tua kamu! Terutama ibu kamu yang gila harta! Saya benci! Saya benci kamu!" telak Ratih dengan nafas memburu. "Gadis bodoh!" Dara menggelengkan kepalanya, air matanya menetes tanpa suara.

Dara tak kuat, cewek itu berlari keluar kamar Ratih dan pergi ke kamarnya. Setibanya di kamar tubuh Dara merosot, kakinya terasa lemas. Hatinya perih.

Hari yang penuh hinaan. Cacian. Dan penghianatan. Dara benci.

Cewek itu menjambak erat rambutnya, ia mengerang frustasi. "Aku bodoh! Aku mau mati," racau nya.

Cewek itu berdiri, berjalan dengan lesu mengambil cutter  di laci. Ia menatap benda tajam itu dengan tangan gemetar. Perlahan tapi pasti ia menorehkan benda itu di jadi telunjuknya. Darah segar mulai mengucur deras, Dara menggigit bibir bawahnya merasakan perih yang mulai menjalar ditubuhnya. Mata cewek itu terpejam sesaat, mencoba menenangkan pikirannya.

Tulis saja semua rasa sakit hatimu  diatas diary biru itu.  Maaf, jika aku belum bisa mendekap mu, seperti biasa. Aku pergi. Jika Tuhan mengizinkan, kita pasti bertemu secara tak sadar.

Dara membuka matanya seketika, ia seperti terngiang-ngiang akan kata-kata itu. Kemudian matanya bergulir menatap telunjuknya yang masih berdarah. Dengan cepat Dara mengambil tissue dan mengelap nya.

Dara meraih Diary itu, membukanya lalu mulai menorehkan tinta hitam legamnya. Buku diary itu tak sengaja terkena tetesan darah dari telunjuknya tadi, Dara membiarkannya.

Diary Dara, sekelebat suara itu hadir. Aku yakin demi Tuhanku kita pasti bertemu. Entah itu dalam dunia atau nanti diakhirat ku.

Dara menghembuskan nafasnya lega, benar jika ia menulis sesuatu di dalam buku itu ia sedikit lebih tenang. Tak ada yang bisa memahami kondisi dan hati Dara. Hany diary biru itu. Cewek itu melihat berdiri menatap dirinya lewat pantulan cermin. Buruk. Bahkan sangat buruk. Mata yang sembab, bajunya lusuh serta rambutnya yang acak-acakan. Akhirnya Dara memutuskan untuk membersihkan dirinya.

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang