CHAPTER 32 < Titik awal

3.7K 366 12
                                    

"Dev, kamu marah?" Cowok itu hanya bergumam tak jelas, masih setia menatap serius lembaran soal di depannya.

"Aku minta maaf, harusnya aku gak gitu. Aku cuma kasih komik aja ke Faza. Lagipula dia baik juga ramah," ujar Dara seraya menatap punggung tegap yang masih membelakanginya.

Semenjak kejadian tadi Devon hanya diam, kemudian mulai berkutik pada soal-soal. Dara merasa jika cowok itu kesal karena dirinya tak menganggap jika ia bersama.

Hembusan napas gusar terdengar, cowok itu memutar tubuhnya. "Jangan deket dia, gue gak suka."

Dara mendongak sedetik kemudian ia menggeleng. "Iya, enggak lagi. Aku bakal izin dulu ke kamu," balasnya. "Jangan marah lagi, Dev."

Devon menghela naas pelan, atensinya teralihkan pada buku yang Dara bawa.

"Suka banget sama diary itu?" tanya Devon penuh selidik, matanya tak sengaja melihat Dara yang selalu membawa buku itu.

Dara tersenyum lebar. "Iya, banget. Aku sayang diary ini. Teman lamaku memberinya ... sebelum ia pergi." Dara merubah ekspresinya menjadi murung.

"Boleh gue baca?" Dara menggeleng cepat, semakin memeluk erat buku itu.

"Malu." Andai Dara tahu jika Devon telah membacanya, pasti Dara akan marah pada cowok itu.

"Kamu Olimpiade kapan?" tanya Dara seraya melirik beberapa lembar soal yang tergeletak diatas meja belajar Devon.

"Dua hari lagi."

"Wahh, bareng ulangan bu Mega," balas Dara antusias. "Ehm... boleh gak aku belajar lagi kayak semalam. Aku berharap gak remidi kali ini. Dan, kalo ujian kali ini bagus aku akan kasih lihat ke ayah," adu Dara dengan pandangan kosong.

"Aku pengen ayah sekali aja bangga sama aku," katanya lagi seraya menghapus kasar air matanya yang entah kapan sudah turun.

Tanpa sepatah kata Devon segera beranjak dari duduknya lalu menuju kamar Dara untuk mengambil beberapa buku.

"Belajar!" katanya singkat, mirip seorang dosen yang menyuruh mahasiswanya. Dara menarik napasnya dalam, lalu mulai duduk lesehan membuka buku itu.

Mereka sedang berada di kamar Devon, malam ini angin bertiup lumayan kencang disertai air hujan membuat udara diluar bertambah dingin.

Dara masih membolak-balik bukunya, sesekali ia menggaruk pelipisnya. Baru saja ia menatap belum membaca atau mempelajari, tetapi kepalanya terasa ingin pecah. Berbeda dengan Devon yang nampak tenang, membaca bahkan sesekali mencorat-coret berbagai rumus.

Dara mendengus pelan, memijit keningnya.

"Sejarah itu dibaca perlahan, pahami konsepnya, pahami asal usul dan titik awal." Devon berucap tanpa mengalihkan pandangannya pada bukunya.

Dara terdiam, ia mencoba tenang untuk membaca dari awal. Jam malam berputar dengan cepat, tak terasa malam sudah semakin larut. Devon menutup bukunya, meletakkan kembali ke asalnya. Saat ia hendak berbalik, matanya tak sengaja menatap Dara yang tertidur pulas dengan buku sebagai bantalnya. Pantas saja cewek itu terlihat anteng, rupanya ia sudah berada di alam mimpi.

Devon berjongkok, menggendong Dara ala bridal style. Cewek itu tidur sangat pulas, tak ada tanda ia terusik atau apapun. Setelah menidurkan Dara di ranjang, Devon urung keluar dari kamarnya. Ia malah ikut berbaring disamping Dara, sesekali mencium gemas rambut Dara yang menguarkan aroma strawberry.

"Apa lo bakal marah jika tahu alasan gue?"

------*****----

Pagi-pagi sekali cowok bermata sipit itu sudah berdiri diambang pintu kamar sang mama. Dilihatnya mamanya yang sedang sibuk menata berkas-berkas untuk bekerja. Cowok itu sudah rapi dengan balutan seragam yang menempel ditubuhnya. Namun, ternyata sang mama belum menyadari akan kehadirannya.

Faza mengesah pelan. "Apa Mama bahagia dengan Om Atha?" Mendengar pertanyaan itu Alina menghentikan aktivitasnya, menatap sang anak dengan raut bingung.

"Tentu, kenapa tidak?" tanyanya balik seraya meraih tasnya. "Atha baik, tampan, dan kaya. Mama nyaman sama dia," lanjutnya.

Alina kini sudah berdiri dihadapan Faza.

"Sejauh mana hubungan Mama?" Alina terkekeh ringan membuat Faza menghela napas.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu, Arfa? Kami hanya rekan bisnis gak lebih." Cowok yang dipanggil 'Arfa' itu berdecih mendengar itu.

"Rekan bisnis?" tanyanya meremehkan. "Apa Mama gak sadar jika banyak rumor tentang kedekatan Mama sama om Atha?" Alina mengangguk membenarkan.

"Ya, Mama sadar, tapi kami hanya rekan bisnis. Hanya saja kami terlalu dekat, sebab kami sudah lama menjalin kerja sama. Mama mencoba acuh, begitupula dengan Atha," jelas Alina dengan mengusap kepala anaknya.

"Jangan terlalu dekat sama om Atha, Ma. Beri jarak, banyak yang salah paham." Alina mengerutkan keningnya tak paham. "Begitu juga banyak hati yang tersakiti," lanjut Faza.

"Sejak kapan kamu mengusik hubungan Mama, Arfa?" tanya Alina mulai tersulut emosi.

Arfa dan Faza adalah orang yang sama. Arfa adalah panggilan Faza pada orang terdekatnya.

"Arfa tahu, Mama udah bertindak jauh. Ingat, Ma! Om Atha punya keluarga! Dia punya anak! Waktu om Atha bukan hanya tentang Mama!" telak Faza sedikit mengeraskan suaranya.

"Mama sama om Atha cuma bahas bisnis gak lebih! Mama kenal dia sudah lama, semenjak dia berpindah kantor!" kekeh Alina penuh penekanan.

"Lagipula kami temen, bukankah kamu dan Devon juga berteman sejak SMP?"

Faza berdecih. "Enggak lagi! Dan itu karena Mama."

"Arfa, Mama hanya bisa mengandalkan om Atha supaya bisnis papamu lancar. Om Atha yang bantu semuanya, setelah kepergian papamu! Harusnya kamu berterima kasih kepada dia," ujar Alina lagi, Faza tersenyum kecut.

"Berterima kasih atas dasar apa? Buat mama bahagia dengan selalu jalan bersama?" Alina merasa tertohok akan kata-kata itu.

"Arfa gak melarang Mama kerja sama om Atha. Tapi Arfa mohon, beri jarak diantara kalian."

Alina menghembuskan napasnya berat, melirik jam hitam kecil yang melingkari tangannya. "Terserah apa katamu, yang penting kita serba cukup."

Faza terkekeh pelan. "Mama hanya memposisikan Mama dititik ternyaman, gak pernah mikir jadi orang lain yang rusak karena keadaan." Alina tergugu mendengar itu.

"Apa maksudmu, Arfa?!"

Faza manarik sudut bibirnya. "Karena Mama gak pernah ngerasain rasanya dibenci dan disalahkan atas hubungan seseorang!" telak Faza lalu meninggalkan Alina dengan berbagai asumsi.

#NEXT GAK CUY? SPAM KOMENTAR DONG?
MANA SUARANYA????

Typo ingatkan ya..

Terima kasih sudah mau baca sampai sini 👉👈

Happy reading ya..

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang