CHAPTER 35 < APA?

3.5K 355 10
                                    

Dara menyusuri jalanan siang ini dengan langkah terseok. Siang yang sangat terik, bercampur dengan debu jalanan. Keringat terus mengucur deras di pelipisnya, sesekali ia menghembuskan napas gusar. Kali ini ia pulang sendiri, karena Devon sedang sibuk untuk persiapan Olimpiade.

Jarak sekolah yang lumayan jauh dari apartemen membuatnya terasa letih. Namun, tak sengaja saat ia di depan Bank, matanya menangkap sosok yang tak asing dimatanya. Dara rindu sosok itu.

Mengabaikan rasa letihnya Dara segera berlari, menyeberang jalanan yang padat demi menemui sosok itu. Setelah sampai, Dara urung menyapa, ia masih mengatur napasnya yang memburu. Matanya menatap berbinar saat sosok itu tersenyum manis kepada satpam yang ada di Bank itu.

"Ayah!" teriaknya, melambaikan tangan. Orang yang di panggil 'ayah' itu menoleh, sedetik kemudian merubah ekspresinya menjadi datar.

Dara menghampiri Darren, berniat hanya sekedar menyapa. "Selamat siang ayah," sapanya dengan menampilkan deretan gigi putihnya. "Ayah apa kabar? Ayah sehat kan? Ayah Dara kangen tahu, kapan Dara akan diajak pulang bareng ayah naik mobil?" tanyanya beruntun.

Darren menatap malas anaknya itu. "Udah ngomongnya?" Dara menekuk air wajahnya berubah menjadi sendu. Tanpa menjawab pertanyaan Dara, Darren kembali melangkahkan kakinya. Menjauh.

Dara tak putus asa, ia terus berlari kecil mengejar Darren yang hendak memasuki mobil.

"Ayah tunggu Dara!" Darren semakin kesal mendengar itu, bahkan banyak orang-orang yang lewat terus menyaksikan keduanya.

"Bisa gak nggak usah teriak-teriak. Malu-maluin tahu nggak! Ngapain disini?" sentak Darren galak.

"Dara mau ngomong sama Ayah, bentar aja kok. Janji gak lama," kata Dara seraya menyatukan telapak tangannya.

"Cepet!"

"Ayah, Dara akan buktiin jika Dara bisa seperti Dira. Ayah tunggu ya," ujar Dara penuh harap.

Darren yang mendengar itu berdecih. "Basi! Lagipula saya gak percaya itu! Udahlah, Dar gak usah terlalu memaksakan diri. Kamu gak akan bisa sama seperti Dira, kamu itu bodoh!"

Dara menitikkan air matanya, bibirnya mulai bergetar. "Tapi Dara pengen buktiin ke Ayah. Dara pengen ngerasain kasih sayang Ayah, sekali aja. Nggak lebih. Dara pengen Ayah genggam erat tangan Dara, elus kepala Dara, mencium kening Dara, dan peluk Dara sama seperti Dira," jelasnya mulai terisak.

Darren menarik napasnya dalam. "Itu gak akan terjadi selama kamu masih jadi anak bodoh."

"Sekali aja Yah, izinkan Dara buktiin itu."

"Baik, saya tunggu pembuktian mu!"

Dara menarik sudut bibirnya, menghapus kasar air matanya. "Benar ya Yah, tungguin Dara. Dara masih usaha supaya nilai Dara bagus," katanya, Darren memutar bola matanya malas.

Saat Darren hendak membuka pintu mobilnya, lagi dan lagi Dara memangil namanya.

"Gak usah panggil-panggil! Saya sibuk!" hardiknya galak membuat Dara tersenyum miris.

"Maaf Yah."

"Maaf-maaf! Itu aja kan yang kamu bisa, hah? Gak guna!"

Lagi, Dara menipiskan bibirnya membentuk lengkungan senyuman. "Ayah gak usah khawatir, akan ada saatnya Dara berhenti memanggil Ayah, menyapa Ayah setiap pagi. Akan ada masanya Ayah merindukan itu semua," katanya menatap Darren dalam. "Hati-hati pulangnya Yah. Selamat sampai tujuan ya, Dara pamit." Darren terdiam sejenak, terus mengamati punggung kecil anaknya.

--------****------

Dilain tempat, Devon dan Dira baru saja menjalani latihan Olimpiade yang akan dilakukan lusa. Keduanya berjalan berdampingan bak pasangan cocok dan bahagia.

"Oiya besok jemput aku ya?" Devon mengabaikan itu, ia terus berjalan menuju parkiran.

"Kalo diem berarti iya!" seru Dira heboh, Devon masih memasang mimik datarnya.

Cowok itu tetap mengabaikan Dira, mulai memakai helm serta menyalakan mesin motornya. Dira berdecak kesal, menghadang jalan Devon.

"Dev, lo kenapa sih!" kesalnya.

"Minggir!"

Dira menggeleng cepat, mengerucutkan bibirnya. "Jawab dulu, Dev! Jangan diem mulu."

Devon mematikan mesin motornya, menghela napas gusar. "Gue pusing. Puas?"

"Gimana kalo kita makan dulu di restoran. Itung-itung buat ngilangin beban. Mau ya?" ajak Dira mulai memegang lengan cowok itu.

"Gak!" tolak Devon singkat.

"Dev, gue mau tanya sama lo. Dara kasih apa sih sama lo kok elo mau bela dia? Atau jangan-jangan... "

"Pikiran lo kotor!" sentak Devon membuat Dira terdiam.

"Adik macam apa lo yang rela kakaknya dibully. Hati lo dimana?" Dira semakin bungkam, ia seakan kehabisan kata-kata.

"Gak gitu Dev! Gue heran kenapa lo berubah dalam sekejap, padahal lo baru kenal dia sebentar! Sedangkan gue? Gue yang selalu deket sama lo, perhatian sama lo gak pernah dapet perhatian lebih. " bantah Dira menggebu-gebu. "Apa sih untungnya Dara?" Dira geleng-geleng tak habis pikir, Devon memutar bola matanya malas.

"Satu alasan."

Dira mengerutkan keningnya. "Apa?"

"Keikhlasan."

Dira menggeleng tak setuju, menyunggar rambut panjangnya. "Maksud lo?"

Devon tersenyum devil, memajukan wajahnya menatap netra Dira lekat. "Lo hanya obsesi ke gue, bukan ikhlas."

Dira terdiam mendengar itu. Meskipun ada sedikit alasan yang membenarkan jika ia obsesi pada Devon. Selalu mengejar-ngejar cowok itu.

"Dev, gue mau tanya lagi," ujar Dira. "Tentang gantungan itu...," Dira menggantungkan pertanyaannya, merasa ada yang janggal.

Devon masih diam, menunggu cewek itu melanjutkan kata-katanya. Dira kembali menaikkan tatapannya, membuat ia bersitatap dengan Devon.

Devon berdecak kesal, ia menyalakan mesin motornya lagi.

"Tunggu dulu, Dev!"

"Apa?"

"Siapa, AD?"


#NEXT? SIAPA AD WOI?

Spam komentar kalian guys.. Gak maksa kok.. Yang berminat aja xixix

Typo ingatkan ya...

Thanksluvv 💓

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang