CHAPTER 46<KEHILANGAN

8.3K 481 46
                                    

"Jika sudah pada kata 'penyesalan' pasti semua akan berujung saling menyalahkan."

Bunyi sirene ambulans terdengar jelas membuat siapa saja takut atau bahkan tremor jika mendengarnya. Di dalamnya terdapat seorang cewek yang tengah merenggang nyawa, antara hidup dan mati. Tak berselang lama ambulans itu terhenti disalah satu rumah sakit besar di Ibukota.

Dengan gerakan cepat para petugas medis menyiapkan brankar membawa cewek itu dengan sigap. Terlihat jika cewek itu sudah memucat dengan darah yang terus mengalir dari kepala.

Brankar itu di dorong dengan cepat, tanda gawat darurat. Sekitar tujuh orang berseragam medis yang mendorong, dengan satu lelaki paruh baya dengan baju bekas bercak darah.

Dara bangun ya, demi Ayah.

Lelaki itu menatap penuh penyesalan yang tersorot dari matanya, terus melihat putrinya yang merenggang nyawa. Ia meneteskan air mata tak sanggup melihat.

Tak berselang lama brankar itu memasuki UGD, diikuti dengan tiga dokter laki-laki berjas putih.

"Maaf, Anda silahkan tunggu diluar." kata suster itu lalu menutup ruangan.

Darren, lelaki itu terduduk lemas di depan pintu UGD. Ia menunduk, menjambak rambut frustasi. Kejadian beberapa jam yang lalu terus menghantui pikirannya bagaikan kaset rusak.

"Saya bodoh!" Darren memukul dadanya sendiri membiarkan air matanya lolos begitu saja.

"Ayah!" Panggilan itu membuat Darren tercengang, perlahan ia menoleh dan menemukan Dira yang berlari menghampirinya.

"Dia menyelamatkan saya," kata Darren begitu lirih seraya mengusap kasar wajahnya.

Dira memeluk Darren erat, mengusap punggung ayahnya berharap sang ayah tenang. Setelahnya ia membawa Darren, mendudukkannya di kursi panjang depan UGD.

Lelaki itu menunduk menyangga kepalanya, menjambak rambutnya kasar. Pikirannya kacau.

"Dira yakin Dara selamat, " ujar Dira namun tak mendapat respon dari ayahnya. Lelaki itu seakan tak sanggup berkata-kata.

Tak berselang lama Ratih datang bersama Rudi. Wanita tua dengan syal yang bertengger di lehernya itu terlihat panik, bahkan sampai menitikkan air mata.

Darren berdiri, mendongak menatap Ratih dengan lemah. Wanita tua itu menggeleng kuat disertai air mata yang meluruh.

"Kamu apakan cucu saya, Darren?! Kamu menyakitinya!" Ratih emosi, memukul dada Darren tanpa ampun. Rudi dan Dira yang melihatnya hanya diam, tak berani ikut campur.

"Jawab! Kamu apakan dia, hah?! Kamu iblis!" Ratih kembali terisak, menoleh menatap nanar UGD. "Ibu kecewa sama kamu! Jika kamu tak bisa membahagiakan dia, harusnya kamu tak perlu mengorbankan nyawanya!" hardik Ratih dengan menggebu-gebu.

"Biarkan dia hidup menderita bersama saya daripada hidup denganmu yang tak punya otak! Kamu iblis! Kamu bajingan! Kamu membunuh cucuku!" teriak Ratih dengan napas tersengal-sengal.

Rudi yang paham akan hal itu, membawa Ratih ke dalam pelukannya berusaha menenangkan. Sementara itu Darren hanya diam menerima segala makian Ratih. Ia bingung hendak menjawab apa, sebab semua ini salahnya.

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang