CHAPTER 03<Kedai

5.7K 555 34
                                    

"Curiga dan menuduh itu beda tipis."

Dara memarkirkan sepeda ontelnya di depan kedai es krim bernuansa pink itu. Jam menunjukkan pukul setengah dua siang, artinya ia harus mulai bekerja seperti biasanya.

Baru saja ia akan memasuki kedai, Rudi-pamannya sudah berdiri dengan berkacak pinggang.

"Telat aja terus! Saya potong gaji kamu bulan ini!" sarkas nya, Dara menatap lelaki itu dengan melas. Harusnya lelaki itu memahami jika Dara juga bersekolah.

"Maaf, Om. Dara baru pulang," jawab Dara pelan.

Rudi mendengus kasar, melirik jam di tangannya. "Setengah jam kamu telat. Potong gaji setengah," balas Rudi lalu melengos memasuki kedai.

Dara mengesah pelan, lalu mulai menganti bajunya. Hari ini kedai lumayan ramai, Dara dan tiga pekerja lainnya sedikit keteteran. Perut Dara terasa perih, pasalnya ia hanya memakan nasgor Rea pagi tadi. Ia melirik ke meja kasir melihat pamannya yang menghitung uang.

"Om, Dara laper," adu nya sambil memegangi perutnya. "Dara boleh pulang sebentar?" tanyanya hati-hati, Rudi menoleh lalu memutar bola matanya malas.

"Saya gak peduli. Pulang aja, tapi besok gak usah kerja disini lagi. Dikit-dikit ngeluh, mau jadi apaan kamu, hah? Udah sana kerja lagi!" omel Rudi galak, Dara hanya mengangguk pelan.

Dara berjalan dengan gontai, mulai membersihkan meja depan. Tiba-tiba terdengar suara deru motor yang berhenti tepat di depan kedai. Dara masih berdiri mengamati orang itu, tak lama matanya membola dan panik seketika. Dengan cepat Dara masuk, menjauhi orang itu. Bahkan cewek itu dengan cepat memakai masker.

"Vanilla satu kotak, strawberry dua kotak," kata orang itu seraya menyerahkan selembar uang berwarna merah.

Sementara itu Dara masih bersembunyi di balik kulkas, sesekali mengintip memastikan. Dara bisa melihat jika orang itu sekarang mengambil duduk di dekat jendela.

Dara menoleh saat Irma- rekan kerjanya menepuk pundaknya. "Dar, anterin ke orang itu. Awas aja kalo salah orang! Bikin malu aja lo," kata Irma judes, Dara masih diam tak merespon meski di tangannya sudah menerima plastik hitam berisi es krim itu.

Dara melirik plastik itu sekilas, lalu menatap orang itu. Ia menelan ludahnya susah payah. Memang benar Dara jika penakut. Dengan langkah kaki gemetar ia mulai berjalan mendekati orang itu.

"Ma-maaf Mas, ini pesanannya," kata Dara gugup, orang itu menoleh kemudian berdiri menatap Dara lewat mata tajamnya itu.

"Te-terima kasih su-sudah ber-berkunjung," kata Dara lagi gugup, cowok itu hanya menaikkan satu alisnya.

Mata tajam cowok itu terus menatap bola mata Dara, seperti ingin menerkam mangsanya. Keringat dingin mulai mengucur di pelipis cewek itu serta jarinya yang bertautan dengan gugup. Dara semakin gemetar, lebih baik ia berlalu pergi menghindari orang itu.

"Tunggu!" seru cowok itu dengan suara dinginnya.

Dengan sangat terpaksa Dara membalikkan tubuhnya kembali, menatap orang itu. Cowok itu melihat penampilan Dara dari atas hingga bawah.

"Sakit gak usah kerja! Lo bawa virus!" katanya pedas dengan menunjuk masker yang Dara kenakan. Setelahnya orang itu berlalu keluar kedai.

Baru saja orang itu akan menyalakan mesin motornya, matanya menangkap sebuah sepeda yang tak asing baginya. Orang itu mengedarkan pandangannya, mencari tahu siapa pemilik sepeda butut itu. Namun, nampaknya tak ada tanda-tanda sang pemilik.

Orang itu menarik sudut bibirnya. "Sepeda sialan!"

****
"Tumben ke sini?" tanya lelaki itu tanpa menoleh, pandangannya masih tertuju pada koran di hadapannya.

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang