CHAPTER 19 < Asing

4.4K 431 8
                                    

"Bukan perkara mudah untuk menerima seseorang di kehidupan kita."

Pintu bercat putih itu dibuka oleh seorang gadis kecil dengan tangan mengendong sebuah boneka tedy. Raut wajahnya menampilkan kebingungan saat mendapati dua orang di depannya. Gadis dengan poni yang menutupi dahinya itu hanya diam, mengamati dua orang tadi yang memencet tombol pintu rumahnya.

"Papa, ini siapa?" tanya gadis itu menunjuk seorang wanita cantik dengan sepatu tinggi.

Atha tersenyum manis, berjongkok mengelus surai hitam anaknya. "Devina, kenalin ini Tante Alina," katanya.

Kerutan di dahi Devina semakin jelas. "Kenapa Papa sering bawa di ke rumah? Dia siapa?" Atha menghembuskan napasnya pelan, berdiri lalu menolehkan kepalanya menatap Alina, menyuruh wanita itu untuk berkenalan.

Wanita cantik berbaju kuning itu tersenyum tipis, mencondongkan tubuhnya lalu mengusap puncak kepala Devina. "Hai, kenalin nama Tante Alina," katanya lembut.

Gadis kecil itu hanya diam tak merespon apapun. Matanya bergulir menatap Atha yang berdiri di samping wanita cantik itu. Wanita itu kembali menegakkan tubuhnya, melirik Atha mengisyaratkan untuk menjelaskan siapa dirinya.

"Devina, ini temen deket Papa. Devina harus menghormati dia, ya sayang? Tante Alina baik kok," ujar Atha, Devina hanya mengangguk patuh.

Devina menggeser posisi tubuhnya, membiarkan papanya dan wanita itu masuk. Jauh dari itu Devina merasa tak nyaman akan kehadiran wanita berambut panjang hitam legam itu.

"Jangan ambil Papa dari aku," gumam Devina sendu dengan terus menatap punggung Atha dan Alina.

****
Malam ini hujan kembali turun membasahi ibu kota. Tidak deras, hanya rintik kecil yang turun dengan rapi. Langkah kaki seorang cewek menyedihkan dengan penampilan acak-acakan menghiasi jalan sepi itu. Bibirnya yang mulai membiru, mata dan hidung yang sudah memerah. Berkali-kali ia mengusap lengannya, merasa kedinginan.

Rasa nyeri di pelipisnya menambah betapa sakitnya tubuhnya saat ini. Dia terus berjalan dengan pandangan kosong. Udara malam yang cukup dingin menyapu kulitnya. Jangan lupakan tangannya yang terus menenteng sebuah tas berisi beberapa bajunya. Bau tanah yang tersiram air hujan, menimbulkan aroma tenang saat ia menyusuri jalanan sepi itu.

"Aku harus kemana?" tangannya pada dirinya sendiri. Sempat terlintas dipikirannya untuk kembali ke rumah Darren, tetapi ia tak yakin jika ayahnya akan menerimanya.

Hanya satu harapan baginya, yaitu mencoba menemui Desi. Dara kembali berjalan sesekali ia menengadahkan wajahnya ke atas, menatap malam yang belum terlalu gelap.

Tak membutuhkan waktu lama, kini ia sudah berdiri di depan pagar hitam tepat di rumah Desi. Dara celingukan mencari ibunya, berharap Desi keluar. Atensinya teralihkan pada sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri. Mobil itu milik suami ibunya, menandakan sedang ada di rumah.

Dara menghembuskan napas pelan, hendak berbalik untuk pergi. Namun, suara knop pintu dibuka membuat Dara mengurungkan niatnya. Dara kembali memutar tubuhnya dan melihat Desi yang keluar, hendak membuang sampah.

Dara menipiskan bibirnya, menatap berbinar ibunya. Sementara itu, Desi yang melihat Dara langsung menyipitkan matanya, segera menghampiri cewek itu.

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang