CHAPTER 21<Angin malam

4.3K 410 25
                                    

"Terkadang menilai sifat seseorang tak hanya dengan mata dan telinga. Coba nilai perlahan dengan hati dan sedikit rasa."


Langit malam mulai mengelap, bertabur kejora dan ditemani indahnya sinar rembulan. Malam yang sunyi bagi seorang wanita tua bersanggul apik itu. Wajahnya yang sudah mengeriput di makan usia, memancarkan aura gelisah. Wanita tua itu terduduk dipinggir kasurnya, meremas sebuah amplop cokelat.

Ratih menyesali apa yang ia tuduhkan pada cucunya. Ternyata amplop cokelat berisi uang itu tidak dicuri, melainkan ia lupa meletakkannya di bawah bantalnya. Dan, seperti sekarang rasa bersalah mulai bersarang ditubuhnya.

"Saya minta maaf, Dara. Kamu kemana? Diluar dingin," lirih wanita itu dengan sebulir air mata yang menetes.

"Dara baik-baik aja kan? Dara udah makan?" racau Ratih lagi. Andai saja Dara mendengar ini pasti cewek itu akan senang.

Wanita tua itu terisak pelan. "Semua salah Oma. Dara kemana? Oma kesepian."

Ratih menatap kosong, bayangan kejadian dulu tiba-tiba kembali menghantui pikirannya.

Flashback on.

"Apa yang kamu lakukan itu salah, Desi!" ujar Ratih setengah membentak, Darren tak terima jika istrinya mendapat bentakan langsung melayangkan tatapan tajam ke arah Ratih.

"Bu! Jangan bentak Desi!" Ratih terkekeh sinis.

"Darren, apa kamu membela istrimu dibandingkan ibumu, hah? Istrimu ini gila harta!" telak Ratih yang membuat Desi murka.

"Jaga omongan Ibu!" sarkas Desi menunjuk Ratih. "Udahlah Mas, bener kan kataku kalo kita harus pindahin Ibu ke panti jompo! " katanya, Ratih hanya geleng-geleng kepala.

"Anak mana yang tega melakukan tindakan sekeji itu? Kamu memang menantu durhaka. Semua itu karena hasutan mu!" bantah Ratih tak mau kalah.

Darren yang melihat pertikaian antara istri dan ibunya mengerang frustasi. Emosinya tak terkontrol.

"Saya akan pergi dari rumah ini! Percuma, kalian kaya tapi tak pernah bisa menerima saya!" telak Ratih, Desi tersenyum penuh kemenangan.

"Ibu kecewa sama kamu, Darren. Kamu kepala keluarga, tetapi kamu kalah dengan sikap istrimu yang haus uang ini!" Darren mengepalkan tangannya, ia tak bisa memilih.

Ditengah pertikaian itu tiba-tiba dua cewek cantik berseragam SMA memasuki rumah. Yang satu memancarkan aura gembira, sedangkan yang satu berjalan dengan lesu.

"Mama, Dira menang Olimpiade matematika loh," kata Dira seraya memeluk Desi, Darren yang melihatnya mendadak tersenyum bangga dan melupakan kejadian tadi.

"Nih, Ayah lihat nilai Dira bagus kan?" Darren tersenyum tipis melihatnya.

"Ayah bangga sama kamu Dira," puji Darren pada Dira.

Dua cewek itu saat itu masih awal memasuki jenjang SMA. Mereka sama-sama tak tahu jika rumah itu telah terjadi pertikaian hebat.

Dira yang terus menyunggingkan senyuman, sedangkan Dara yang menunduk takut. Dara tahu akan konsekuensi jika dirinya gagal. Darren akan kembali memukulnya, dan tidak boleh tidur sampai ia benar-benar bisa memecahkan soal-soal.

"Bagaimana denganmu, Dara?" tanya Darren menatap penuh selidik.

"Da-Dara ga-gal Yah," jawab Dara gemetar yang rupanya menyulut emosi Darren.

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang