Acara dimulai dengan gelas para penguasa yang saling berdentingan untuk bersulang, lalu kami meneguk minuman masing-masing. Suara musik mulai mengalun dan kami mulai membubarkan diri untuk menikmati pesta.
Aku duduk di sudut ruangan untuk menghindari kerumunan, sementara sebagian para raja mulai berdansa dengan ratu mereka masing-masing. Pakaian mereka begitu kompak sebagai pasangan, membuatku sedikit iri mengingat aku dan Azura memakai jubah kerajaan masing-masing.
Dari kejauhan, mataku tak sengaja menangkap sosok putri Lucia. Dalam hati aku bertanya, "Kenapa dia muncul? Bukankah acara ini tidak boleh ada yang hadir selain para raja dan ratu?"
Aku masih terdiam dan mengawasinya sambil meneguk minumanku. Raja Tryenthee memperkenalkan putri Lucia pada raja-raja yang menjadi rekan kerajaannya, terutama raja dari kerajaan besar. Ah, mungkin beliau bermaksud untuk mengenalkannya pada pangeran-pangeran mereka.
"Ayah, bolehkah aku menemui seseorang?"
Kalimatnya tak sengaja terdengar olehku.
"Oh, siapa itu?" tanya raja Tryenthee pada putrinya.
"Yang mulia Azura. Sudah lama sekali aku tidak bertemu teman kecilku. Mungkin berdansa dengan beliau satu tarian bisa membuat pertemanan kami semakin membaik."
Jawaban putri Lucia membuatku mematung sejenak. Ada rasa sakit ketika mengingat mereka berdua pernah berdansa pada saat pesta di Keylion, tapi dulu sakitnya tak separah ini ditambah ada putri Saraya yang menemaniku. Ada apa denganku? Apa—ini karena aku tidak memiliki teman bicara di pesta kali ini?
'Selama kau menjadi ratu penguasa Axylon, tentu saja posisi ratu Vainea menjadi kosong. Meskipun kau masih menduduki posisi itu, tapi kedudukanmu begitu lemah sebagai ratu Vainea. Aku khawatir kalau raja Tryenthee mengincar posisi ratu Vainea untuk putrinya, itulah kenapa dia mendesakmu untuk berpisah.'
Entah kenapa kalimat itu kembali terngiang, menciptakan rasa sesak yang aku sendiri tak tahu sebabnya. Hatiku ingin menjerit rasanya, ketika melihat putri Lucia berjalan mendekati punggung Azura.
'Sepertinya raja Tryenthee mengincar anak itu.'
Keegoisanku bangkit dalam sekejap, membuatku tak sadar untuk melangkah mendekati Azura dengan rasa percaya diri yang tinggi bahwa—levelku lebih unggul di banding wanita itu. Aku—sudah tidak tahan lagi. Aku tak boleh membiarkan gadis itu merebut posisiku.
Langkahku semakin cepat untuk menghampiri Azura agar tak kalah darinya. Ada perasaan yang begolak seiring langkahku menuju ke arahnya. Padahal—aku tidak boleh jatuh cinta, tapi kenapa aku seperti ini?
"Azura," panggilku ketika sampai padanya. "Ayo kita berdansa."
Harga diriku terasa seperti terjun bebas ketika aku mengulurkan tangan padanya untuk berdansa. Putri Lucia menatapku sinis sementara aku membalas tatapannya dengan tajam.
"Apa-apaan kau, Selena?" tanyanya Azura melirik tanganku yang terulur.
"Seperti yang kau lihat, aku mengajakmu berdansa," jawabku masih mengulurkan tangan.
Azura terdiam sejenak kemudian menggeleng dengan tatapan tak mengerti. "Seharusnya kau—"
"Selamat malam, yang mulia Azura." Kehadiran putri Lucia memotong pembicaran kami.
Aku hanya menghela napas ketika Azura menoleh kearahnya. Kutarik kembali tanganku perlahan dengan rasa sesak yang tak bisa ku bendung.
"Baiklah, karena kalian teman masa kecil yang akrab, mungkin—kalian perlu waktu untuk berbicara," ujarku sambil tersenyum di paksakan. "Maaf sudah mengganggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selena
FantasySangat disarankan membaca Assassin terlebih dahulu, karena asal muasal dari tokoh dalam cerita ini beserta alurnya dimulai dari cerita sebelumnya! Untuk menghindari kebingungan para pembaca yang membuka kisah ini. Awalnya Selena mengira dirinya adal...