Mansion Raja

388 97 74
                                    

"Azura, bisakah aku tetap tinggal di sini?" pintaku merajuk.

Ia menggeleng tegas. "Tidak. Kau harus dalam pengawasanku setiap waktu."

Aku hanya berdiri dengan pasrah saat melihat beberapa pelayan pria membawa barang-barangku dan memindahkannya ke mansion Raja.

Yah, meskipun tujuannya agar aku aman dalam pengawasannya, tapi—keberadaan Lucia di sana pastinya—akan membuat situasiku canggung. Aku terpaksa harus memakai topeng lagi di wajahku setiap hari saat bertemu dengannya.

"Mulai hari ini, pekerjaanmu biar aku yang menyelesaikannya. Kau tidak boleh terlalu lelah." Azura memasukkan semua berkas-berkasku ke dalam peti besar, lalu meminta pelayan pria untuk membawanya. "Aku akan mengadakan rapat dengan para petinggi, kau bisa masuk ke mansion duluan."

Ia mengecup keningku lalu melengos pergi. Bisa kurasakan, suasana hatinya sedang membaik. Kuhela napas panjang saat kami berpisah ke bangunan yang berbeda.

Kulihat Lucia berdiri di balkon dan menatapku dengan wajah datar. Mata kami bertemu, namun aku segera melengos untuk masuk ke mansion.

Butuh waktu seharian untuk membereskan semua barang-barangku termasuk tumpukan perkamen yang bersisi dokumen penting dan beberapa berkas dari Axylon. Dan—tak terasa hari sudah sore dan menjelang malam, namun Azura belum kembali dari rapatnya.

Rencananya, aku akan menetap di kamar Raja dan yah, sesuai permintaan Azura. Tapi jujur, aku merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Seharusnya aku senang bisa mendapatkan hati suamiku lagi, tapi setelah mengetahui beberapa fakta, aku—menjadi iba pada Lucia. Meskipun begitu, aku harus tetap menutupinya.

"Selena, bisa datang ke kamarku? Aku ingin bicara denganmu."

Aku menghela napas saat Lucia mengundangku ke kamarnya, dan para pelayan sigap menyediakan minuman dan juga beberapa makanan ringan.

Kuedarkan pandangan saat memasuki kamar Ratu, tidak ada yang berubah dari dekorasinya dan itu—mengingatkanku pada kehidupanku yang dulu, dimana aku masih menempati kamar megah ini.

"Tak kusangka kau akan mengundangku masuk ke ruang pribadimu," ujarku masih mengamati ruangan, lalu duduk di kursi, berhadapan dengannya.

"Aku menagih ucapanmu waktu itu," katanya, dengan nada dingin. "Kau bilang, kau datang tak bermaksud untuk mengusik hubunganku dengan Azura. Tapi kenapa kau malah kembali ke mansion 'Raja'? Jika kau memang tak berniat mengusik kehidupan kami, seharusnya kau menolak untuk sekamar dengannya atau bahkan tidur dengannya."

"Yah, sepertinya—aku sudah mengatakannya padamu kalau aku tak bisa mengendalikan tekadnya yang keras. Kau tidak tahu kan bagaimana dia mengancamku agar aku pindah kemari?" Aku tersenyum masam dengan tenang.

Aku melihat ekspresinya berubah seketika. "Kenapa? Kenapa kau harus kembali ke tempat ini dan mengacaukan semuanya?"

"Awalnya aku datang hanya ingin membereskan masalah pemerintahan di sini, dan—soal Azura, itu diluar kendaliku."

"Katamu, Azura menikahiku atas keinginannya sendiri. Kenapa dia menikahiku kalau masih menginginkanmu?" gumamnya masih bertanya.

Aku terdiam sejenak untuk mencari alasan yang tepat agar tak terlalu menyakitinya, meskipun—yah, jawabannya akan tetap menyakitkan.

"Soal itu—aku tidak tahu. Kau bisa menanyakannya sendiri kan?" jawabku dusta. "Kudengar, dulu kau selalu merajuk pada ayahmu kalau kau sangat menginginkan posisi ratu Vainea sebagai istri Azura. Salahkan ayahmu yang sudah mendesak kami untuk berpisah disaat kami masih mencintai. Yah, mungkin Azura terpaksa melakukannya, tapi menikahimu memang keputusannya sendiri."

SelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang