Semenjak naik tahta, aku dan Azura justru semakin jarang bertemu. Dia terlalu sibuk dengan urusannya begitupun denganku yang juga disibukkan oleh lembaran-lembaran perkamen di tanganku. Pikiranku masih melayang pada penyihir itu dan juga sekelompok orang-orang yang menyerang raja-raja kami terdahulu.
Malam semakin larut sementara aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku yang masih banyak membutuhkan bimbingan. Menjadi seorang ratu ternyata tidak seenak kelihatannya, yah meskipun sering dimanjakan dengan kemewahan. Sangat sepadan dengan beratnya tanggung jawab yang harus diemban.
Perkamenku yang berserakan di meja kini beterbangan ketika jendela ruang kerjaku terbuka dan—kulihat sosok pangeran Erick sudah berdiri di sana. Tubuhku mematung dengan jantung berdegup kencang.
"Sial, apa lagi ini? Apa dia selalu datang hanya untuk membawa kabar buruk?" umpatku dalam hati.
"Liz dan kedua putri itu dalam bahaya," ujarnya dengan wajah serius.
"Dua putri—maksudmu?"
"Putri Erina dan Helena, di bawa kabur penyihir itu. Ratu Liz juga dalam bahaya, sebaiknya kau segera bergegas sebelum hal buruk terjadi!"
"Sialan!" makiku dan tanpa pikir panjang aku langsung meraih pedangku dan berlari keluar tanpa memperdulikan penampilanku.
Aku segera menarik salah satu kuda dari kandangnya dengan tergesa-gesa kemudian melaju tanpa mempedulikan orang-orang yang memanggilku.
"Beritahu aku dimana tempatnya!" desisku pada cincin Amethyst yang kukenakan.
Cincin itu mengeluarkan cahaya dan tak lama kuda yang kutunggangi meringkik layaknya kerasukan sesuatu. Kuda itu berlari membawaku ke suatu tempat tanpa kendali, sementara aku hanya berpegangan erat pada tali kekangku.
"Selena! Hei Selena!" Azura sudah mengejarku dengan kudanya dengan laju yang cukup kencang untuk mengejarku. "Mau kemana kau?"
"Ada hal yang harus ku urus!"
"Berhenti sialan!" Ia mempercepat lajunya dan kini menyamai kecepatannya dengan kudaku dan berusaha meraih tali kekangku.
"Daripada menanyaiku sebaiknya kau diam dan ikut saja!" desisku. "Kalau tidak, sebaiknya kau pulang!"
Azura menarik tali kekang kudaku namun ia merasa kesulitan dan akhirnya tali kekangnya terlepas dari tangannya.
"Ada apa dengan kudamu? Dia kerasukan?"
"Jangan ganggu dia. Dia akan menunjukkan jalannya."
"Kemana?"
"Sebaiknya kau diam saja kalau mau ikut, sialan!" makiku cemas "Adikmu juga dalam bahaya!"
"Apa yang terjadi sebenarnya?"
"Penyihir itu membawa adik-adik kita."
"Sial, yang benar saja!"
Kuda kami melaju bersama menembus kegelapan belantara. Namun dari kejauhan, kami melihat pendaran cahaya hijau menembus langit disertai suara gemuruh. Kudaku meringkik dan melompat sejenak lalu melaju lebih cepat hingga Azura hampir tertinggal di belakang.
Angin begitu kencang ketika kami mendekati lokasi tersebut. Aura sihir begitu pekat mengelilingi kami dan terasa berat. Aku turun dari kudaku dan memilih untuk berlari namun Azura sudah menarik tanganku.
"Sepertinya sihir itu berbahaya. Kita harus berhati-hati."
Azura menggandengku untuk menyusuri jalan lain menembus belukar setinggi pinggang kami. Langkah kami terhenti ketika melihat Helena terbaring dalam posisi melayang sementara Erina dalam keadaan tak sadarkan diri, tubuh mereka diselimuti sihir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selena
FantasySangat disarankan membaca Assassin terlebih dahulu, karena asal muasal dari tokoh dalam cerita ini beserta alurnya dimulai dari cerita sebelumnya! Untuk menghindari kebingungan para pembaca yang membuka kisah ini. Awalnya Selena mengira dirinya adal...