Terungkap Perlahan

822 140 71
                                    

Diatas pic. Sarah.. ^^

Mataku basah ketika aku terbangun dari mimpi. Ada rasa sesak yang menggelayuti batinku. Mimpi itu terasa nyata dan kini aku ketakutan jika itu benar-benar nyata.

Setelah mimpi itu, aku tak bisa tidur selama tiga hari berturut-turut hingga kantung mataku sedikit menggelap. Pening bergelayut setiap kali aku mikirkannnya namun mata ini enggan untuk terlelap.

Kami menikmati makan malam seperti biasanya dan sesuai dugaanku, ayah dan ibu menanyakan keadaanku yang mungkin—terlihat seperti makhluk yang tak pernah tidur berhari-hari.

"Akhir-akhir ini kau sering melamun dan lihat matamu! Sudah berapa hari kau tidak tidur?" tegur ibu tampak cemas. "Aku curiga kalau pernikahanmu itu hasil dari paksaan putra mahkota Vainea."

Aku menggeleng pelan sambil menyeruput supku. "Bukan itu."

"Lalu?" Kini ayah bertanya.

Aku terdiam sejenak dan menatap mereka satu persatu. "Aku—dihantui mimpi aneh," ujarku akhirnya. Mungkin—aku memang harus menanyakan hal ini karena kali ini mimpiku melibatkan mereka. "Aku selalu bermimpi tentang putri mahkota yang dulu."

"Sudah kuingatkan sebelumnya agar tak terlalu terobsesi dengannya. Dan sekarang kau terus memikirkannya sampai terbawa mimpi?"

"Aku berpikir mungkin karena aku terlalu terobsesi dengannya, tapi—mimpiku itu terasa aneh. Yah, awalnya aku mengabaikannya tapi mimpi itu terus-menerus menghantuiku seperti—ada kisah yang harus kuketahui."

Ayah menghentikan aktifitasnya sejenak dan menatapku sedikit tajam, begitupun dengan ibu yang menatapku penasaran.

"Aku sering bermimpi tentangnya dan—mimpiku yang terakhir, kali ini melibatkan kalian," lanjutku agar tak dibantah. "Aku—melihat ibu membunuh putri mahkota dan ayah juga membunuh seorang pemuda yang kalau tidak salah—namanya Velian. Lalu—ibu melakukan ritual dengan sihir, entah apa itu tapi yang jelas ritual itu terlihat seperti—sedang memindahkan roh ke tubuh lain. Lalu—" Aku terdiam sejenak untuk menceritakan bagian akhir. "Saat ritual itu terjadi, ternyata putri mahkota sedang mengandung dan—kudengar kalian mengatakan bahwa—janin itu dipindahkan. Katanya, janin itu kelak akan diberi nama Selena."

Aku tersentak ketika ibu menjatuhkan pisaunya dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Ia terlihat seperti ketakutan tapi juga terlihat sedang menahan amarah.

"Sebaiknya kau tak usah berpikir terlalu banyak tentang hal itu. Mimpimu itu hanya bunga tidur, mungkin kau terlalu cemas dengan pernikahanmu sampai-sampai kau memimpikan hal yang tak masuk akal seperti itu," sahut ayah panjang lebar. "Dan lagi, bukankah sudah kukatakan kalau putra dan putri mahkota yang dulu tewas saat Vainea menyerang?"

"Tapi di mimpiku, putri mahkota tidak tewas seperti yang ayah katakan—"

"Sudah kubilang itu hanya mimpi belaka. Ayah rasa kau terlalu mengaguminya sampai-sampai kau menolak bahwa itu hanya mimpi. Ingat Selena, tidak ada yang terjadi seperti yang kau ceritakan."

Aku terdiam sejenak dan mulai berpikir. "Sebenarnya—putra dan putri mahkota itu—siapa? Apa dia—saudara ayah?"

"Mereka adalah kerabat kerajaan."

"Dan ayah menjadi raja tanpa pernah menjadi putra mahkota? Jika iya, siapa ayah sebenarnya sebelum menjadi raja?"

"Selena, sepertinya kau sudah berlebihan terhadap ayahmu." Kini ibu yang bersuara namun nadanya sedikit dingin meskipun tetap dengan lemah lembut. "Tentu saja ayahmu hanya pangeran biasa."

Aku terdiam sejenak dan masih tenggelam oleh pikiranku. "Jika hanya kerabat kerajaan kenapa mereka yang menjadi putra dan putri mahkota?" gumamku lirih.

SelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang