Menjelajah

509 103 119
                                    

Aku berjalan menyusuri embun yang masih melayang di udara dengan kabut tipis yang dingin. Kuhirup kesejukan yang mengalirkan gumpalan ketenangan ke dalam pikiranku. Kusentuh tanah dan mengambilnya sedikit. Kurasakan butirannya ditanganku lalu menciumnya, tidak ada yang aneh. Kemudian, kulanjutkan perjalananku menuju tempat kejadian, mungkin saja aku akan menemukan beberapa keanehan.

Aku melepas sepatu dan mulai merasakan sensasi butiran tanah di kaki. Kini kupanjat tanah miring perlahan sambil sesekali melihat kondisi pohon di sekitarku. Aku tak menyangka tanahnya akan begitu licin hingga aku terpeleset beberapa kali dan mengotori pakaianku.

Aku mulai mencatat beberapa hal yang kuamati, termasuk kemiringan tebing dan bebatuan. Selain itu, curah hujan tinggi menjadi sebab utama setelah Keylion mengalami musim kemarau panjang hingga tanahnya mengering dan retak.

Bukan hanya itu, mayoritas pepohonan di sini bukanlah jenis pohon yang memiliki akar kuat, jadi tidak heran jika sepanjang jalan mendaki, ada banyak pohon miring atau bahkan melengkung.

Setelah beberapa jam mendaki, akhirnya aku sampai di tebing paling atas dan mulai mengamati keadaan di bawah sana secara luas. Kupakai teropong untuk melihat beberapa tanah kosong mungkin—akan menjadi lahan yang cocok untuk pemukiman baru.

Tak terasa hari sudah mulai siang. Meskipun matahari terlihat terik, namun hanya sedikit saja udara yang terasa hangat. Tanah yang becek dan lunak membuat kulit kakiku keriput karena kedinginan.

Aku mulai menuruni tebing miring setelah semua catatanku selesai. Seharusnya aku tak membutukan waktu lama di Keylion, karena Axylon memiliki kondisi alam yang sama. Aku sudah belajar banyak mengenai tanah longsor di wilayahku, seharusnya semua yang ku catat bisa diterapkan di sini juga.

Bukan hanya itu, perairan Keylion sudah tergolong bagus. Kalau dibuat dengan sistem yang tepat seharusnya takan ada istilah kekeringan di wilayah ini.

Kakiku tak sengaja menginjak tanah licin dan aku menjerit ketika terperosok kedalam jurang sedalam sepuluh meter. Aku mengerang ketika tubuhku menabrak pohon miring. Aku tersadar, jika tubuhku tidak menabrak pohon mungkin aku akan jatuh kebawah tebing yang lebih tinggi dengan kemiringin Sembilan puluh derajat.

Aku menelan ludah setelah melihat bahaya dihadapanku dan mulai merangkak perlahan dengan bantuan akar-akar kecil yang mencuat dari tanah. Jantungku bergetar hebat saat membayangkan kakiku terpeleset lagi dan jatuh dari ketinggian yang lebih mematikan.

Butuh waktu lama untuk menuruni lereng dengan hati-hati. Peluhku berbaur dengan udara dingin dan juga—darah yang mulai mengering akibat goresan. Kulihat lagi catatanku dan—yah, sedikit kotor namun tulisanku masih bisa dibaca.

Perutku bersuara dan membuatku teringat kalau aku belum makan sama sekali dari pagi. Tapi—biarlah, sebentar lagi aku akan sampai di mansion. Aku baru merasa pinggangku sakit akibat benturan tadi.

Sepanjang jalan aku hanya berpikir apa yang akan kulakukan besok pagi, pasalnya semua sudah kuselesaikan hari ini. Dan—yah, mungkin akan lebih baik aku beristirahat saja. Tubuhku mulai terasa sakit, setelah aku sampai dihalaman.

Aku terkesima ketika membuka pintu utama dan—yah, mereka yang melihat kedatanganku juga ternganga. Napasku tercekat ketika aku tahu bahwa raja Keylion ada disini dan semua sedang berkumpul diaula untuk membahas teori mereka. Bukan hanya itu, beliau juga ternyata sudah mengajak putra mahkotanya di pertemuan hari ini.

"Salam hormat yang mulia, maaf saya datang terlambat." Aku menunduk hormat namun merasa risih dengan penampilanku. "Maaf jika penampilan saya mengganggu anda, saya akan pamit undur diri."

"Tunggu!" sahutnya. "Apa yang kau lakukan hari ini?"

"Saya hanya berkeliling mejelajahi hutan yang menurut saya memiliki resiko besar untuk terjadi longsor," sahutku masih dengan tangan gemetar.

SelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang