"Yang mulia, sudah hampir seminggu anda belum memberi keputusan." Tuan Shaquille menatapku serius dalam pertemuan kali ini. "Nasib Axylon benar-benar di tangan anda."
Aku menghela napas resah, sampai sekarang Azura belum membalas suratku mengenai hal ini. Apa dia sesibuk itu sampai mengabaikannya?
"Maaf tuan, saya masih menunggu ijin dari yang mulia raja di Vainea."
"Tapi sampai kapan yang mulia?" desaknya. "Masyarakat sangat menungggu kepastian mengenai pengganti raja mereka. Jika tetap memaksa mengangkat putri mahkota sebagai penguasa, akan ada masalah serius di kalangan mereka."
"Apa—tidak bisa menunggu sebentar lagi?"
"Yang mulia, jika anda masih terus menundanya kami terpaksa akan menobatkan anda tanpa perlu menunggu persetujuan anda lagi. Wasiat terakhir yang mulia ratu, harus segera dijalankan." Tuan Shaquille terlihat geram dan menahan amarahnya kemudian pamit undur diri.
Aku meremas perkamen yang kugenggam dengan kesal setelah kepergian tuan Shaquille, tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada surat-suratku.
"Azura, sebenarnya ada apa denganmu?"
.
Kini telah tiba saatnya di mana aku tak bisa menolak hari ini. Aku terduduk di singgasana dengan jubah penguasa khas Axylon, lengkap dengan lencana raja yang pernah ibu sodorkan padaku. Singgasana kini sudah dirubah menjadi satu kursi penguasa. Para petinggi kerajaan benar-benar menobatkanku secara paksa bahkan takan membiarkanku kabur meski hanya sebentar.
"Kau akan menyesal karena sudah mengabaikanku, Azura!" desisku menatap tajam pada lencana ratu Vainea di tanganku, kemudian mengenakannya, berdampingan dengan lencana baruku.
Iringan musik mengalun disertai wajah gembira para tamu bangsawan yang menikmati pesta acara penobatanku. Di satu sisi aku sudah mengirim orang untuk menyelidiki surat-surat yang kukirimkan ke Vainea.
Aku terduduk menatap bayangku di cermin setelah pesta usai. Rasanyanya begitu berat dengan dua lencana yang membebaniku. Kini aku tak lagi menempati kamar kesayanganku melainkan tinggal di kamar yang lebih luas, bekas kamar ayah. Dekorasinya telah diubah agar aku merasa nyaman dengan ruangan baruku.
"Yang mulia, ganti pakaian anda." Loretta membawa pakaian yang biasa kukenakan.
"Kau tampak tidak senang dengan penobatanku," ujarku sembari menatap wajah muram Loretta dari cermin.
"Yang mulia, apa yang saya takutkan benar-benar terjadi." Loretta menunduk. "Yang mulia raja—belum membalas surat anda bukan?"
"Biarkan saja, dia memang manusia paling sibuk di dunia." Aku mulai melepas jubah kebesaranku dan pakaianku, lalu menggganti pakaian dengan yang lebih nyaman.
"Ada keperluan lagi yang mulia?"
"Tidak ada, kau sudah melayaniku seharian. Istirahatlah."
Loretta mengangguk dan undur diri.
Ada rasa sakit ketika aku berpikir Azura mengabaikanku, acara penobatanku—pasti akan sampai ke telinganya melalui surat kabar yang akan beredar.
"Menyesal lah," gumamku masih menatap cermin.
.
Aku menatap perkamen-perkamen di hadapanku dengan frustrasi, meskipun aku sering memperhatikan ayah ketika bekerja, aku hanya memahaminya sedikit. Aku benar-benar kurang pengalaman mengenai hal ini.
Tak lama, orang yang kukirim untuk menyelidiki masalah surat datang dan menghadapku dengan raut serius kemudian memberi hormat padaku.
"Yang mulia, saya menemukan masalah pada surat-surat anda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selena
FantasySangat disarankan membaca Assassin terlebih dahulu, karena asal muasal dari tokoh dalam cerita ini beserta alurnya dimulai dari cerita sebelumnya! Untuk menghindari kebingungan para pembaca yang membuka kisah ini. Awalnya Selena mengira dirinya adal...