Politik Musuh

437 106 138
                                    

Aku memasuki ruangan lain bersama raja Tryenthee. Jantungku berdetak kencang karena begitu bersemangat sekaligus takut. Berhadapan dengannya, sama saja seperti memacu adrenalin dan sangat menantang.

Kini sudah saatnya aku harus adu politik dengannya, meskipun tanpa Azura yang mendukungku. Mari kita lihat, bagaimana rekasinya setelah jembatan politiknya berhasil kurobohkan.

"Kudengar, akhir-akhir ini kau gencar sekali memberi hukuman mati pada petugas istana terutama dari Tryenthee," ujarnya memulai percakapan setelah duduk berhadapan di kursi masing-masing. "Sangat di luar dugaan."

"Anda pasti—mengetahui hal itu dari ratu Lucia bukan? Tidak mungkin kan anda mengetahuinya dari surat kabar lokal yang beredar."

"Yah, jujur aku kaget sekali saat Lucia memberitahu kalau kau kembali ke Vainea. Tak kusangka, ternyata raja Azura mengangkatmu menjadi 'Ratu Utama' sebelum pernikahannya dengan putriku."

"Yang mulia, masih ingatkah saat anda memberi tahu saya kalau—mungkin raja Azura bisa saja mengkhianatiku dan juga Axylon? Yah, ternyata ucapan anda benar-benar terjadi." Aku menghela napas dengan tenang. "Dan—yah, sangat di luar dugaan ternyata anda sendiri yang membuat kalimat anda terwujud."

Dia terkekeh sejenak. "Tryenthee selalu menyambut siapapun yang hendak melakukan kerja sama, termasuk pengajuan dari raja Azura. Selain itu, putriku juga sangat menyukai raja Azura. Tidak mungkin kan aku menolak kesepakatan mulia itu?"

"Kesepakatan untuk menguasai Axylon?" Aku tersenyum miring sejenak. "Benar-benar kesepakatan yang sangat mulia."

"Yah, aku sudah bisa membayangkan bagaimana hancurnya dirimu dan juga Axylon. Aku tak mengelak kalau pengkhianatan raja Azura padamu memang kejam. Dan hebatnya, kau mampu mengatasi semua itu dan pastinya—sangat berat sekali memikul tanggung jawab dengan hati yang tertatih seperti itu."

"Yah, anda tahu yang mulia? Aku benar-benar hancur waktu itu, bukan hanya Axylon tapi juga hatiku," ujarku sedikit bercerita. "Kalian begitu kompak saat mengirim delapan puluh ribu pasukan untuk menginvansi semua yang kumiliki. Seperti yang anda lihat bukan? Raja Azura adalah kelemahan terbesarku. Kalian menyerang disaat yang tepat, di mana aku sedang terpuruk dengan patah hatiku."

"Jujur, aku kagum padamu, ratu Selena. Delapan puluh ribu pasukan seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menguasai kerajaan kecil seperti Axylon. Sebagai wanita, kau terlalu berani mengambil resiko dengan terjun langsung ke medan perang," pujinya, lalu menyeruput minumannya.

"Seandainya saja aku memiliki putri yang cerdas dan pemberani sepertimu, mungkin Tryenthee bisa menjadi kerajaan terbesar di antara yang lain," lanjutnya.

Aku mendengus tertawa. "Tryenthee sudah menjadi kerajaan besar, yang mulia. Anda masih belum puas dengan apa yang anda miliki? Betapa serakahnya anda."

"Serakah adalah sifat murni yang dimiliki oleh para penguasa. Penguasa mana yang tak berambisi untuk memperluas wilayahnya? Yah, mungkin Axylon adalah pengecualian." Ia tersenyum miring. "Vainea sendiri juga dipimpin oleh penguasa serakah yang menginginkan wilayah Axylon bukan? Hanya semenjak dipimpin oleh mendiang raja Raddith saja, Vainea berusaha menerima keadaan. Dan sepertinya, raja Azura juga memiliki sifat serakah seperti raja-raja pendahulunya."

"Yah, jujur saja—sampai sekarang saya memang tidak tahu apa yang beliau pikirkan dan rencanakan. Tapi meskipun begitu, saya tidak ingin beliau dimanfaatkan oleh pihak lain yang menginginkan Vainea."

"Jadi—kau berpikir kalau aku sedang berusaha untuk menguasai Vainea?"

"Sangat terlihat jelas alurnya bukan? Anda memanfaatkan kerja sama ini dan berusaha menyabotase pemerintahan dengan mengirim orang-orang Tryenthee untuk menduduki posisi tertinggi di istana. Kedudukan Lucia sebagai ratu adalah gerbang utama untuk menjalankan politik anda," jawabku menjelaskan.

SelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang