Penyergapan

420 99 55
                                    

Matahari mulai terbit, namun bau anyir memenuhi penciumanku ketika ratusan orang dari kelompok itu mati terbantai oleh pasukanku. Benar-benar merusak udara pagiku yang seharusnya segar.

Beberapa tabib mulai berdatangan untuk mengobati prajurit yang terluka, sementara aku mulai menghitung jumlah mereka untuk memastikan tak ada yang lolos dari sergapanku.

Aku menghela lega namun tubuhku semakin lelah. Hari ini, mungkin sebagian kelompok itu sedang menjalankan aksinya untuk menyerang Vainea.

"Buang mereka semua ke tanah kosong, burung pemakan bangkai di sana mungkin akan berterimakasih karena sudah memberi mereka makan banyak," ujarku sembari menunggang kuda menuju istana. "Lalu bersihkan seluruh tempat ini."

"Laksanakan, yang mulia," sahut tuan Shaquille senang.

"Oh iya tuan. Hari ini, saya akan pergi ke Vainea lagi untuk bertemu raja Azura. Mungkin selama tiga hari saya tidak akan kembali. Tolong jaga tempat ini selama saya pergi."

"Tapi—sebaiknya anda istirahat sebentar yang mulia. Kondisi anda terlihat tidak baik."

"Jangan khawatir mengenai hal itu. Yang penting masalah ini harus segera selesai."

.

Aku bersiap untuk mandi setelah sampai di istana dan mengganti pakaianku. Setelah sarapan, aku langsung mengajak Loretta untuk menemaniku ke Vainea dengan berkuda. Awalnya dia tampak ragu dan menolak karena tidak terbiasa berkuda, tapi aku tetap memaksanya agar cepat sampai ke Vainea.

Butuh waktu seharian jika harus menggunakan kereta kuda, setidaknya berkuda sendiri bisa memakan waktu lebih singkat.

"Berpeganglah yang erat," ujarku, lalu kudaku mulai berlari.

Awalnya Loretta menjerit ketakutan sembari memeluk pinggangku, namun lama-lama ia mulai terbiasa dengan guncangan yang terjadi sepanjang jalan.

"Maaf sudah memaksamu. Aku hanya ingin cepat sampai di sana dan beristirahat dengan tenang," ujarku pada Loretta yang terkulai di punggungku.

"Tidak apa-apa, yang mulia. Saya hanya khawatir dengan anda. Wajah anda tadi terlihat pucat, itulah kenapa saya meminta anda pergi dengan kereta kuda, supaya anda bisa tidur selama perjalanan."

"Terima kasih sudah mencemaskanku."

Selama perjalanan, aku sebenarnya menahan pening yang mulai bergelayut. Aku terlalu bersemangat sampai aku tidak ingin beristirahat walau sejenak. Ambisi ini terlalu besar agar masalah kami cepat usai dan kami bisa hdup di bawah perdamaian dengan tenang.

Senja menunjukkan sinarnya yang begitu hangat di wajahku. Aroma laut biru menguar di udara yang terasa sejuk ketika kami memasuki wilayah Vainea. Kulihat ada beberapa kerusakan seperti habis di serang, tapi aku tak merasa heran dengan hal itu.

Kudaku di tahan ketika memasuki gerbang utama Vainea. Aku menunjukkan lencana Vainea ku agar mendapat ijin.

"Yang mulia, anda masih menjadi ratu kami. Kenapa anda melakukan gencatan senjata?" ucap salah satu penjaga yang terlihat sedih menatap lencanaku.

"Gencatan senjata yang terjadi hari ini bukan atas perintahku. Yang mulia raja juga sudah mengetahuinya," jawabku tegas dengan nada lembut. "Kami sudah bersepakat untuk segera menyelesaikan masalah ini bersama, tolong ijinkan saya lewat."

Mereka mengangguk sejenak. "Maaf karena sudah mengganggu perjalanan anda," sahut salah satu dari mereka.

Kudaku melaju menyusuri kota menuju istana. Tanganku bergetar akibat terlalu memaksakan diri dan aku sudah hampir tumbang, namun Loretta sudah menahan tubuhku agar tak jatuh.

SelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang