Diatas pic. Ratu Liz.. ^^ Yang baca Assassin pasti tau lah siapa si Liz ini.. :D Yang kemarin minta pic. nya Zealda, bisa liat di chapt 1 yang udah diedit buat pic heheh..
Happy reading.. ^^
Aku melangkah di lorong temaram menuju ruang baca. Ini adalah hari ketiga setelah tuan Fredy datang dan aku tak menyangka jika raja Vainea akan mengirim surat secepat ini, seolah-olah perdamaian ini tak ingin ditunda. Namun disisi lain aku masih kebingungan dengan persiapanku mengingat aku diminta berkunjung sesegera mungkin. Aku menggelengkan kepala untuk menyingkirkan beberapa pikiran yang bergelayut di kepalaku, dan jujur saja ini membuatku sedikit frustasi.
Langkahku terhenti ketika mataku tak sengaja sosok wanita berjalan cepat namun dengan gelagat mencurigakan. Aku mengernyitkan dahi ketika aku memfokuskan pandanganku dan sepertinya—aku mengenali sosok itu.
Tanpa pikir panjang, aku segera mengendap-endap untuk mengikutinya. Ya, tidak salah lagi itu adalah ibu. Aku bisa melihat matanya menyusuri sekelilingnya seolah-olah mengawasi sesuatu dengan waspada, sementara aku terus bersembunyi perlahan-lahan.
Tak lama, ia berhenti di depan lemari hias. Tangannya menyusuri deretan benda yang terpajang manis disana, kemudian menggenggam sebuah cangkir dan memutarnya. Lemari mulai bergerak dan membentuk sebuah pintu rahasia yang sepertinya—gelap sekali didalam sana. Aku melihat ibu masuk keruang gelap itu dan tak lama, pintu kembali tertutup dan bergerak menjadi lemari hias yang utuh.
Aku mendekati lemari itu dan terdiam sejenak. Rasa penasaranku bangkit dan tanganku memutar cangkir antik yang tadi ibu sentuh, kemudian lemari kembali bergerak dan pintu terbuka. Aku menelan ludah dengan rasa cemas dan juga ingin tahu, hingga akhirnya aku memutuskan untuk masuk kedalam.
Pintu tertutup otomatis ketika aku sudah berada di dalam dan—ruangan ini ternyata begitu temaram dengan penerang di setiap dinding sepanjang jalan. Aku melangkahkan kakiku dengan takut namun tekadku untuk mengikuti ibu membuatku semakin penasaran dengan apa yang akan beliau lakukan.
"Seorang ratu mengunjungi tempat ini, pasti ada sesuatu di dalamnya," pikirku seketika untuk mengurangi ketegangan yang membuat tanganku sedikit berkeringat.
Jalan yang kulalui ternyata membawaku menuruni tangga spiral kebawah. Aku masih enggan untuk menghentikan langkah padahal batinku mulai meronta untuk segera kembali keatas.
"Sudah kubilang, aku bukan Lavina!" Suara ibu terdengar ketika aku semakin mendekati posisinya. "Jika saja aku bisa mematahkan sihir itu, mungkin detik ini juga aku bisa membunuhmu."
Lalu terdengar suara tawa wanita yang tampak lemah. "Kemana penyihir sialan itu? Panggil dia!"
"Dia sudah tidak ada lagi. Jadi—kau akan tetap hidup dengan penderitaanmu. Sihir itu takan melepaskanmu begitu saja, setidaknya itu yang Lavina ucapkan padaku untuk terakhir kalinya."
Terdengar suara tawa getir yang membalas kalimat ibu dan aku semakin penasaran dengan percakapan mereka. Batinku mulai bertanya-tanya siapa wanita itu? Kenapa dia di penjara di tempat mengerikan seperti ini?
"Sarah, sebenarnya aku lelah sekali harus menyiksamu ditempat ini terus menerus. Bisakah kau mengakhiri hidupmu sendiri?" Ibu melempar pedang kecil pada wanita tahanan itu. "Sihir itu memang mencegahmu mati selama siksaanmu berlangsung, tapi dengan bunuh diri, mungkin sihir itu akan lepas darimu. Hanya itu yang dapat mengakhiri penderitaanmu untuk saat ini. Kuharap ketika aku datang lagi, kau sudah tidur selamanya dengan tenang."
"Aku tidak akan tenang selama belum mendapatkan Velian."
"Velianmu sudah mati!" sergah ibu tegas. "Jika kau ingin menyusulnya, harusnya kau tidak keberatan dengan tawaranku bukan? Mungkin dengan kematian, kau bisa bertemu dengannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selena
FantasySangat disarankan membaca Assassin terlebih dahulu, karena asal muasal dari tokoh dalam cerita ini beserta alurnya dimulai dari cerita sebelumnya! Untuk menghindari kebingungan para pembaca yang membuka kisah ini. Awalnya Selena mengira dirinya adal...