Part 5

184 9 0
                                    

Nabila memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Al, hingga ketukan ketiga, sebuah tangan kokoh menarik Nabila ke dalam ruangan tersebut. Hampir saja pertahanannya roboh, pria dengan badan sedikit berotot itu mengurung Nabila dalam dekapannya dan menatap Nabila penuh selidik, seperti mencari suatu kebohongan yang disembunyikan.

"Lepas! aku gak bisa gerak."

"Kenapa denganku kau ingin dilepaskan? sementara dengan dia kau bahkan tidak punya rasa malu untuk menyentuhnya," Suara Al tepat pada telinga Nabila yang membuatnya bergidik ngeri. Suara yang berat juga penuh penekanan, membuat suasana semakin mencekam. Apa sekarang setan yang berada didalam tubuh Al sedang beraksi?

"Apa maksudmu? aku tidak paham."

"Haha, aku lupa kalau kau itu ratu drama. Bersikap seolah yang paling tersakiti, padahal sendirinya yang menyakiti."

"Aku benar-benar tidak paham, apa yang kau maksudkan?"

"Apa kau memang senang mempermalukanku dengan tingkahmu ini? Walaupun aku benci padamu, setidaknya hargai aku sebagai orang yang bertanggung jawab atas dirimu. Apa kau tau? Foto kalian sedang berciuman sekarang menjadi trending topik dikeluarga!" Bentak Al, tatapannya semakin lekat memandang tepat pada bola mata hitam milik Nabila. Kini ia baru menyadari  bahwa posisi mereka terlalu intim, membuat Nabila tidak nyaman. Apalagi jarak wajah Al dengannya sangatlah dekat, bahkan hidung mereka hampir bersentuhan.

"Fo-foto apa?"

"Kau pasti tidak lupa, apa yang baru saja kalian lakukan di kantin, kan? Atau ingin aku tunjukkan saja agar kepalamu sedikit berputar?"

Al mengambil handphone di saku celananya dan menyerahkan pada Nabila. Disana terpampang gampar dirinya dan Sufi, ketika Nabila hendak membersihkan noda di wajah Sufi akibat semburan jus olehnya. Dari foto tersebut mereka memang terlihat seperti sedang berciuman, entah dari sisi mana foto itu diambil sehingga terlihat begitu nyata.

"Kami tidak berciuman, aku bersumpah," Yakinkan Nabila, namun bukan Al namanya kalau ia tidak keras kepala dan sulit untuk ditaklukkan.

"Kau tau, sekarang aku sudah tahu kamu yang sebenarnya! Seberapa murahannya kamu disana. Kurasa, urat malu-mu sudah tidak ada lagi."

Al melepaskan Nabila dari kungkungan, sebenarnya ia tidak begitu peduli terhadap gosip yang akan menyebar saat ini. Akan tetapi ini akan beresiko pada dirinya, apalagi ia adalah suami dari Nabila, perempuan yang disebut murahan olehnya.

Kalau saja ini bukan wasiat dari wanita yang amat ia cintai, mungkin sedari dulu ia akan lebih memilih hidup menduda dan menjadi single parent untuk Haeqal. Al tak habis pikir dengan pola pikir Rauza, bisa-bisanya ia menyuruh Al untuk menikahi perempuan penyebab Rauza kecelakaan.

Rauza, ia adalah sosok perempuan yang begitu lembut, dan kadang ia sangat cerewet dan juga sangat penyayang. Bahkan ia bersikap lembut kepada siapa saja, sikapnya itulah yang meluluhkan hati Al. Hanya Rauza yang mampu mencairkan bekunya hati Al.

Ia begitu merindukan sosok Rauza, sentuhan juga semuanya tentang dia. Mengingatkanku saat pertama kali kami bertemu, aku yang kala itu tidak sengaja  menabraknya, hingga ia kesal setengah mati padaku. Ia bahkan terang-terangan mengoceh dan memarahiku didepan umum, padahal tak ada satupun yang berani denganku mengingat kakek adalah pemilik dari kampusku saat itu. Jika perempuan lain akan sengaja bertingkah lembut untuk menarik perhatian Al, tapi tidak dengannya. Ia bahkan setelah mengomeli, masih sempat-sempatnya memukul kepala Al menggunakan tas selempang yang ia kenakan.

Nabila masih terpaku ditempat, jantungnya memompa begitu cepat. Pasalnya Al tak pernah bersikap lancang seperti itu padanya, bahkan ia lebih memilih menghindari Nabila ketimbang harus bersitatap dengannya. Yang aku rasakan saat ini, antara rasa takut dan senang itu dicampur menjadi satu, ia takut dengan tatapan mematikan Al, ditengah kegelisahan yang Nabila rasakan, ia sempat-sempatnya tersenyum simpul. setidaknya Al mengakui  bahwa Nabila adalah tanggung jawabnya, sekalipun ia tidak menyebutkan dirinya sebagai suami.

"Kalau ingin berpacaran setidaknya cari jalan aman, terutama yang aman untukku," Al mengingat Nabila, karna ia tidak mau menanggung resiko atas kecerobohan Nabila. Apalagi semua keluarganya pasti akan menyerang Nabila memintai penjelasan perihal dengan foto tersebut.

Rasanya kepala Nabila mendidih memikirkan masalah yang silih berganti tanpa jeda, hidupnya selalu dikelilingi oleh masalah. Apa mungkin benar yang dikatakan Al, bahwa ia adalah biang dari segala masalah. Semoga dengan masalah yang hilir mudik ini, dapat mendewasakan Nabila juga semakin memperkokoh pertahanannya.

"Tapi aku tidak melakukan apa-apa," jelas Nabila sekali lagi.

"Baru kali ini aku melihat secara langsung, seorang gadis yang habis berciuman didepan umum tapi masih bisa berkilah seolah tidak terjadi apa-apa."

"Demi apapun, aku tidak melakukan itu, aku hanya... "

"Hanya apa? Bukti lebih kuat daripada omongan. Sekarang kamu bisa keluar dan jangan lupa temui Oma setelah pulang, ia sudah berkali-kali menelponku menanyakan perihal ini."

***

Di seberang sana seseorang sedang memantau Nabila, semua gerak-geriknya tak luput dari pantauan. Hingga fokusnya buyar setelah mendapatkan telepon dan segera berlalu dengan kelajuan maksimal. Sepertinya sesuatu yang mendesak sedang terjadi, kalau tidak mana mungkin ia mengendarai mobil seperti orang kesetanan.

Jalanan bagaikan arena balapan, entah berapa nyawa yang ia miliki sampai begitu nekat menantang malaikat maut, apa sekarang mengerjai malaikat maut adalah sesuatu yang menyenangkan?

"Bereskan sekarang!"

Perintahnya pada seseorang. Pria dengan jacket hitam itu mengerang frustasi, bagaimana mungkin targetnya bisa meloloskan diri dengan begitu halus bahkan tidak meninggalkan bekas sedikit pun.

"Aku akan menemukan mu, bahkan jika kau bersembunyi di lobang semut sekalipun."

Ia tidak akan membiarkan target lolos begitu saja. Ia tau betul dengan siapa ia berhadapan sekarang. Akan tetapi hal itu bukan sebuah alasan untuk mundur dan membalaskan dendam kesumatnya.

"Bertahanlah sedikit lagi, aku berjanji setelah ini semua akan baik-baik saja," ucapnya pada sebuah figura yang selalu ia bawa kemana-mana, sosok yang menjadi alasan kenapa ia harus bertahan dan harus membalaskan dendam nya.

Terlalu banyak rasa sakit yang ia pendam, bahkan ia tidak membiarkan Ramadhan mengetahui perihalnya. Ia tidak mau mendapatkan belas kasihan dari orang lain, belum lagi ia tidak ingin terlihat begitu lemah walaupun sebenarnya ia rapuh.

Mobil nya berbelok ke kompleks perumahan elit, ada seseorang yang sedang menunggu Ramadhan disana. Ramadhan atau yang akrab disapa Madan adalah sosok yang sangat misterius, tidak banyak yang tau tentangnya apalagi kehidupan pribadinya yang sangat tertutup dan dibatasi. Hanya orang yang pernah bekerjasama dengannya yang mengenal bagaimana sifat asli Madan,  pantang baginya menyerah terhadap apa yang dia inginkan. Sekalipun ia harus berkorban banyak terdapat keinginannya.

"Aku sudah didepan, cepat keluar!"

Tak berapa lama seorang perempuan keluar dari sana lengkap dengan setelan jas hitam senada dengan Madan. Ia langsung masuk kedalam mobil dan melaju dengan kecepatan rata-rata. Seseorang seperti sedang menguntit mereka dari belakang, Madan sempat melirik lewat kaca spion depan dan mengingat plat mobil tersebut sebelum akhirnya memutar balik kendaraannya.

*Silahkan tinggalkan masukan!

Tbc

Dear, NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang