part 16

488 13 0
                                    

Dan disinilah Nabila, di dalam ruangan yang dipenuhi oleh alat terapi medis. Banyak sekali alat-alat disini, bahkan ia sendiri tidak tahu apa namanya. Jika dilihat sekilas, ruangan ini seperti gym, hanya beberapa funiture medis saja yang memberi kesan beda.

"Selamat siang, ibu Nabila dan pak Al."

"iya, pak," sahut Nabila sendiri, sementara Al sekedar mengangguk saja.

"Silahkan untuk ibu Nabila duduk ditempat yang sudah kami sediakan."

Nabila patuh mengikuti instruksi dari  ahli terapi tersebut, Al juga ikut menemani Nabila disana. Sebelum melakukan pemijatan oksitosin, mereka akan diberikan sedikit pemahaman tentang pemijatan tersebut juga teknik pemijatan yang benar, sehingga tidak beresiko pada pergeseran tulang belakang.

Nabila menyimak dengan baik step by step yang mereka ajarkan. Ada dua ahli medis disini yang bertindak sebagai yang memberi arahan dan yang satu lagi langsung pada tahapan praktik.

"Nah, sebelum itu silahkan ibu Nabila untuk ke ruang ganti terlebih dahulu!"

"Baik," patuh Nabila. Sesampainya di ruang ganti, Nabila baru kepikiran tentang bekas luka di punggungnya bagian kiri dan hal ini membuat Nabila kembali dirundung rasa ragu.

Tidak ada yang mengetahui mengenai bekas luka ini, bekasan masa lalu di masa kelam Nabila, bukti atas tindak kekerasan yang ia dapatkan, juga saksi bisu atas pengkhianat yang ia terima akibat terlalu dalam mempercayai seseorang.

Plak!

"Hiks, sakit ...."

"You bitch! Even if you cry it's no use, because you have been sold by your own family!" Teriak salah seorang dari mereka yang membawa Nabila.

"Ma, Nabila takut disini hiks...."

"Until when are you going to cry all the time, huh? Do you want me to shut up your mouth with mine? "

Plak!

Sebuah cambuk berkali-kali menyentuh punggung Nabila dengan hantaman keras.

"Akh ... hiks ...." Suara Nabila sengaja di tahan agar tidak membuat mereka semakin murka.

"Kak, dimana kau?"

"Are you deaf? How many times have I told you, don't whine like you're a baby. "

"Dimana kakakku?" Teriak Nabila, ia sudah tidak bisa menahan suaranya lagi sekalipun badannya akan remuk dipukuli dan dicambuk.

Plak!

Plak!

"You're sold! "

Dari situlah Nabila mulai menyimpulkan, tidak ada yang benar tulus di dunia ini. Selalu ada keuntungan yang diharapkan untuk sebuah kebaikan yang diberikan. Kebanyakan orang menganut sistem mutualisme, saling menguntungkan, tidak ada yang mau dirugikan sebelah pihak.

Tok tok tok!

"Apa anda sudah siap?"

"Iya, sebentar lagi."

Apa Nabila terlalu lama di dalam sampai petugas tersebut menyusulnya? Perasaan Nabila, ia baru saja masuk ke dalam, mungkin baru beberapa menit yang lalu. Nabila bergegas keluar agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi yang lain, apalagi Al, ia pasti akan berpikir yang tidak-tidak tentangnya.

"Apa anda mengalami kesulitan, Bu Nabila?"

"Ah, iya. Aku tidak tau bagaimana caranya menggunakan ini," tunjuk Nabila pada baju yang sekarang ia kenakan.

"Kami juga berpikir demikian, mengingat anda baru pertama kali kesini."

Kemudian Nabila dipandu untuk mengikuti petugas praktek ke ruangan yang lebih tertutup, juga diikuti oleh Al dari belakang.

"Maaf ya Bu, saya lepas dulu pengait belakangnya agar memudahkan saya memberi pijatan nantinya."

Al senantiasa memantau setiap pergerakan yang dilakukan oleh petugas. Entah kenapa dengan dirinya hari ini, hatinya menolak saat petugas tersebut melihat bagian punggung Nabila. Bahkan ia sendiri sebagai suami belum pernah melihatnya, apalagi menyentuh Nabila. Walaupun, Al sendiri juga tidak sudi untuk melakukannya dengan Nabila.

"Apa anda duluan pernah mengalami kecelakaan?" tanya petugas tersebut pada Nabila.

"Ah, iya. Apa itu berpengaruh pada pemijatan oksitosin?" usut Nabila ragu. Ia tidak ingin gara-gara bekas lukanya membuat Haeqal kehilangan sumber penghidupan.

"Sebenarnya tidak, karna ini bukan luka terbuka. Hanya saja, terlalu banyak goresan disini. Apa tidak anda tidak apa-apa?"

"Tidak, lakukan saja."

Sejujurnya Nabila malu mendapatkan pertanyaan seperti itu oleh petugas. Ia sempat melirik sekilas pada Al, sementara Al sendiri tidak begitu menggubris pembicaraan Nabila. Al, malah sibuk dengan gadget dalam genggamannya. Benar, dia adalah mahkluk penggila kerja, dan tak akan pernah lepas dari kerjaan. Tidak dirumah, kantor atau bahkan kampus, ia tetap Al yang digandrungi oleh dokumen.

Pemijatannya berlangsung lumayan lama untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sesekali Al melirik ke arah Nabila dan kembali ke jam tangannya. Hari ini Al memiliki janji dengan client penting, ia juga tak mungkin meninggalkan Nabila disini sendiri, karena ia bertanggungjawab atas Nabila. Apalagi dengan kondisinya saat ini, tidak menutup kemungkinan tindakan asusila terjadi atau bahkan yang lebih mengerikan lagi.

"Apa masih lama?"tanya Al pada petugas pemijat.

"Hampir selesai, pak."

Al merogoh ponsel dari kantong celananya, dan kembali mengecek setiap email yang masuk. Ada puluhan email yang masuk, dan semua itu berisi dokumen penting yang harus ia periksa hari ini juga, belum lagi dengan rekap nilai yang belum ia isi.

"Sudah, pak," beritahu petugas terapi pada Al.

"Ah, iya." Al menjawabnya singkat.

Nabila sudah meninggalkan tempat dan menuju ke ruang ganti. Sambil menunggu Nabila mengganti pakaian, petugas menjumpai Al. Ada hal yang ingin dibicarakan padanya mengenai Nabila.

"Em..pak, maaf sebelumnya. Apa istri bapak pernah mengalami trauma terhadap suatu hal?"

"Tidak, memangnya kenapa?"

"Bapak yakin?"

"Iya, apa yang terjadi?"

"Bekas luka dipunggung kirinya, apa bapak tahu kenapa? Ditambah lagi, saat saya memijitnya Bu Nabila seperti menghindar. Tangannya juga bergetar dan keringat dingin, ia seperti pernah mengalami suatu kejadian yang membuatnya seperti itu.

Bukannya saya ingin mencampuri urusan rumah tangga anda, tapi ini juga akan berpengaruh pada keberhasilan oksitosin. Ada baiknya juga kalau pemijatan ini dilakukan oleh suami, mungkin dengan bapak, ibu Nabila bisa lebih rileks."

"Iya, nanti saya akan coba menanyakan perihal ini padanya."

Apa Nabila menyembunyikan sesuatu? Entahlah, ia sendiri juga tidak ambil pusing terhadap Nabila. Bisa saja bekas luka yang diceritakan petugas terapi adalah bekas dari kecerobohannya sendiri.

Tbc

Dear, NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang