part 28

403 17 6
                                    

Sudah satu jam lebih Rama menunggu Nabila pulang kuliah, ia rindu dengan gadis kecilnya. Apa Nabila juga merasakan hal yang sama? Entahlah, Rama tak peduli sekalipun Nabila tak merindukannya, ia hanya ingin menuntaskan rindu yang selama ini tak terkabulkan.

Dari kejauhan Rama melihat Nabila berjalan dengan seorang yang ia temui di D'Mon caffe. Mereka terlihat sedang bercengkrama ria. Rama pun segera mendekati Nabila untuk mengajaknya pulang bersama.

"Dek!" Panggil Rama dari kejauhan.

Nabila terkejut melihat kedatangan Rama yang tiba-tiba. Wajah teduh itu tetap memancarkan kehangatan, sama seperti dulu. Senyumnya yang begitu lembut, membuat Nabila susah melupakan Rama dengan mudah. Bahkan bertahun sudah semenjak peristiwa itu, Nabila tetap merindukan sosok Abang yang dulu selalu mengayominya.

Sufi ikut menoleh ke arah pandang Nabila. Lelaki itulah yang membuatnya kesal hari itu karena lancang memeluk Nabila. Entah keberanian dari mana yang menghasut Sufi untuk menggenggam tangan Nabila.

Mendapatkan perlakuan yang tiba-tiba, membuat Nabila terkejut. Lalu ia menoleh ke arah Sufi.  "Kenapa, bang?"

"Tidak, tanganku terlalu hampa saja," jelas Sufi tanpa berniat melepaskan genggamannya.

Rama berdiri tepat dihadapan Nabila, dan matanya kini terfokus pada tangan Nabila yang digenggam oleh Sufi. " Dek, pulang bareng yuk! Ada sesuatu yang ingin Abang bicarakan."

"Tidak, Nabila sudah punya janji denganku," balas Sufi sengit.

"Aku sedang tidak mengajakmu berbicara," balas Rama tak kalah sengit.

"Kami sudah punya janji, kau mau apa?" tegas Sufi sekali lagi pada Rama.

Nabila bingung dihadapkan dengan dua orang pria yang sedang beradu argument. Apalagi Sufi semakin erat menggenggam tangan Nabila, seakan tak ingin melepaskannya.

"Aku pulang sendiri, saja."

"Tidak!" Suara mereka bersamaan.

Kalau situasinya sudah seperti ini, Nabila butuh the power of Syangka. Kemana dia? Padahal tadi ia bilang hanya sebentar. Tak disangka, ternyata sebentar versi Syangka itu, kita bisa mencetak alis sambil merem, dilanjut keramas sambil nonton atau salto sambil goyang papiculo, yang intinya lama.

"Aku akan pulang dengan Syangka, soalnya kami ingin pergi ke suatu tempat," alasan Nabila.

"Baiklah, kalau begitu aku ikut!" Putus Rama.

"Maaf, kami sedang tak ingin diganggu," balas Sufi.

"Aku tidak meminta pendapatmu."

"Tapi aku yang bertanggungjawab atas keselamatan sahabatku," tambah Sufi.

"Cih! Alasan yang sangat klasik," ejek Rama, membuat Sufi naik darah.

"Aku hanya tak ingin melihat sahabatku tertekan! Kau bahkan tak bisa membaca perubahan Nabila saat kau memeluknya didepan umum."

Terik matahari seakan mendukung kepanasan yang sedang berlangsung. Nabila juga bingung dengan perubahan Sufi yang seperti ini. Ia kenal betul Rama, pasti pria dihadapannya akan bersikeras ikut sekalipun Nabila menolaknya.

Nabila hanya bisa berharap ada keajaiban datang dan menghentikan perdebatan sengit diantara mereka. Sedari tadi Nabila berusaha melepaskan genggaman Sufi. Namun hasilnya nihil, bahkan sufi mengetatkan tangannya.

"Nabila ... " Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada Nabila.

Seketika Nabila menoleh ke belakang. Senyum mengembang Nabila layangkan saat mengetahui siapa yang memanggilnya. " Kenapa lama sekali?"

Dear, NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang