Ramadhan POVRamadhan duduk terdiam sambil menghayati setiap belaian angin yang menyapa wajah dan rambutnya yang sedikit memanjang. Dalam kesunyian danau, matanya menerawang jauh, lebih jauh dari jangkauan jarak pandangnya dalam kegelapan. Dengan bantuan cahaya lampu jalan, suasana temaram juga ditemani oleh beberapa kunang-kunang yang tiba-tiba datang yang entah dari mana asalnya.
Kepala Madan terasa sesak dengan semua problematika yang belum ia selesaikan. Ia masih mencari cara untuk menyelinap dan memegang kendali, karena hanya kekuasaan dan kekuatan yang mampu menyelamatkan gadisnya.
Ia mengambil sebatang rokok dari saku jasnya, lalu mencari pemantik di kantong celana. Kepulan asap ikut meramaikan kesunyian malam. Malam ini Madan sengaja tak membiarkan Sahrul ikut bersamanya walaupun ia sempat memaksa ikut, mungkin ia takut Madan akan bertindak diluar kendali seperti tadi.
Madan kembali membuka hp dalam genggamannya. Disana terpampang gambar gadisnya dengan senyum merekah bahkan ia terlihat sangat bahagia, tidak seperti dalam tekanan. Padahal Madan sendiri tahu, seberapa menderitanya ia dibawah tekanan.
"Gadis kecil, sedang apa kau disana? Maaf..hiks ... Maaf karena belum bisa hiks..hiks... Menepati janjiku hiks .... " Tangis pilu yang begitu menyayat hati.
Madan merapatkan kedua lututnya, lalu disandarkan kepala pada lutut, hingga didetik kemudian ia membenamkan wajahnya dalam. Isak tangis masih terdengar, padahal ia sudah berusaha menahan diri untuk tidak terlihat rapuh.
Jika didepan orang mungkin ia bisa menyembunyikan kelemahannya, tanpa orang sadari ternyata Madan begitu rapuh. Ia sering melamun sendiri dan menghabiskan malamnya dengan memikirkan banyak hal bahkan berujung dengan berendam semalam dalam bak kamar mandi.
Kilatan masa lalu selalu menghantuinya, juga dengan kesalahan yang pernah ia lakukan pada Nabila dan Rauza. Berakhir dengan Nabila menjadi korban penindasan oleh keluarganya. Keluarga yang sudah membesarkannya, keluarga yang dulunya sangat menyayangi Nabila.
Bahkan hal yang paling menyakiti hatinya, saat mengetahui bahwa Nabila pergi meninggalkannya untuk waktu yang lama. Ia mungkin bisa menipu dirinya dengan berpura-pura bahagia didepan orang lain, tapi ia tidak bisa menipu hatinya didepan Nabila.
Semua masalah berpunca padanya. Andai saja ia memilih untuk pergi, tidak memilih salah satu dari keduanya pasti Nabila tidak menderita sejauh ini. Gadis kecilnya, Ibil.
"Maaf sudah menjeratmu dalam banyak hal." Ia paham kalau kata maafnya tidak akan mengembalikan semua yang telah hilang dari gadisnya, bebas dari segala tuduhan.
"Aku mohon, bertahanlah sebentar lagi," racau Madan pada gambar Nabila.
Gadis kecil yang dulu sangat dekat dengannya. Mereka itu partner dalam segala hal, nonton drama, jalan-jalan, mengerjakan tugas bahkan membuat kekonyolan bersama.
Mungkin bagi Nabila ia tak lebih dari seorang Abang yang selalu ada saat ia membutuhkan. Tidak bagi Madan, baginya Nabila adalah dunianya. Selama ia bisa melihat Nabila tersenyum, sudah cukup.
Namun, lihatlah sekarang apa yang sudah ia lakukan? Karena melindunginya Nabila harus menahan kesakitan sendiri. Ia memang tak pantas untuk dimaafkan Nabila, ia berharap suatu saat Nabila bisa menerimanya kembali, seperti dulu lagi. Anggap saja ia egois, Madan tidak peduli itu. Yang ia pedulikan saat ini, bagaimana caranya membersihkan nama Nabila dari segala tuduhan.
"Rauza, apa kau beristirahat dengan tenang sekarang? Aku tahu ini salahku, aku juga tidak akan menyalahkanmu."
Rauza, diam-diam dia begitu menghanyutkan. Entah keberanian dari mana yang ia dapatkan, hingga sanggup melakukan sesuatu tanpa pengendalian.
Pertemanan yang terjalin antara Madan dan Rauza memang tidak terlalu lama, yaitu semenjak menginjak bangku kuliahan. Madan yang saat itu sebagai senior Rauza, dan sering membantu Rauza dibidang akademik untuk menunjang IP Rauza agar bisa stabil untuk mempertahankan beasiswa yang Rauza dapat. Madan merupakan salah satu mahasiswa yang juga mendapatkan beasiswa dari Exxonmobil dan juga beasiswa etos, hanya 10 orang dalam satu universitas. Mereka sering belajar bersama, hampir semua aktivitas dilakukan bersama. Bahkan baik keluarga Rauza maupun keluarga Madan sudah dekat layaknya kerabat.
"Bang Madan, kapan kita bisa mendiskusikan materi pak Aziz?"
Kedekatan mereka berawal dari disini, hingga saling mengenal dan entah sejak kapan sebuah rasa mencoba untuk lebih dominan daripada sekedar teman diskusi. Madan pun tidak mempermasalahkan masalah ini, baginya Rauza itu sudah seperti adik perempuannya dan juga sahabat yang baik, yang selalu ada disaat ia membutuhkan dukungan.
"Aku ikut kamu aja."
Bahkan Madan sebisa mungkin untuk tidak menghampakan keinginan Rauza, sekalipun ia juga memiliki kesibukan lain. Belum lagi dengan skripsinya yang belum direvisi.
"Bang, abis ini kita ke alun-alun yuk!"
"Boleh, tapi jangan sampai kemalaman, ya."
"Siap, pak guru."
Jujur, Madan rindu dengan Rauza yang dulu. Rauza yang penurut, Rauza yang rajin mengerjakan tugas, Rauza yang selalu ada dalam segala kondisi. Namun, saat keegoisan lebih mendominasi diantara dua insan tersebut, pertemanan yang selama ini mereka bangun hancur tak tertolong.
Keinginan untuk memiliki kian kuat setiap harinya, membuat mereka yang dekat bagaikan jari telunjuk dan jari tengah, sekarang bagaikan ibu jari dan kelingking. Jarak yang cukup jauh untuk sepasang sahabat.
"Kenapa harus dia? Apa lebihnya dia dariku? Jawab bang!"
Saat perempuan sudah digelapkan oleh emosinya, sangat sulit untuk ditaklukkan. Bahkan garangnya mereka bisa melebihi singa yang mengamuk. Dalam banyak hadits juga dijelaskan bahwa perempuan adalah mahkluk yang mengerikan saat mereka dihasut oleh setan, apa saja bisa mereka halalkan untuk mendapatkan keinginannya, termasuk dengan menjatuhkan harga dirinya sendiri.
"Kenapa kau melakukannya, dek? Apa kau tau apa yang kamu lakukan itu beresiko besar?"
"Aku tahu! dan aku tidak peduli itu. Bahkan aku bisa melakukan lebih dari ini." jawab Rauza dengan mengeratkan giginya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Nabila
RandomImpian terbesar Nabila adalah menjadi dokter anak, apalagi dengan sifat penyayang yang ia miliki membuatnya tidak kesulitan dalam hal mengambil hati anak-anak. Namun dibalik sifat penyayangnya itu ia termasuk pribadi yang tertutup dan kerap kali men...