part 14

411 10 0
                                    

Hari ini Nabila dan Al akan menjumpai dokter Eza untuk mendapatkan bimbingan mengenai induced lactating. Muka Nabila terlihat pucat, jelas Nabila takut. Apalagi ini pertama kalinya  bagi Nabila mencoba sesuatu yang anti-mainstream.

"Permisi, Dok."

"Ya, silahkan masuk Nabila."

Nabila melirik sekilas ke belakangnya, semburat ragu dan takut bercampur menjadi satu. Al seakan tidak peduli, ia bahkan sudah masuk mendahului Nabila ke dalam ruangan Eza.

"Silahkan duduk," persilah Eza, pada pasangan didepannya.

Sekarang jantung Nabila memompa dua kali lebih cepat dari sebelumnya, tangan dan kakinya juga ikut dingin. Al sempat melirik sekilas ke arah Nabila, lalu kembali fokus ke arah Eza.

"Apa kalian sudah siap? Bagaimana Nabila?"

"Apa ... itu sakit?" tanya Nabila ragu-ragu. Ia sempat mencuri pandang ke arah Al, hingga mata mereka sempat bertemu. Dengan segera Al memutuskan kontak matanya dengan Nabila dan beralih memandang ke arah Eza.

"Tidak, kamu hanya perlu rileks dan nikmati saja. Karena semakin kamu rileks maka tingkat keberhasilan program ini juga semakin tinggi."

Eza mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Nabila, bahkan  hampir semua pasangan yang pernah ia sarankan untuk melakukan teknik ini terlihat sama tegangnya. Apalagi diusianya yang muda dengan impian setinggi langit, ada banyak hal yang ingin ia capai, tentu proses ini memiliki resiko seperti perubahan ukuran payudara yang bisa menurunkan rasa percaya diri untuk sebagian orang.

"Induced lactating itu program yang dicanangkan untuk para ibu yang kesulitan mengeluarkan ASI. Dikarenakan Haeqal memiliki alergi terhadap susu formula, program ini juga cukup efisien untuk diterapkan.

Manfaat dari induced lactating itu sendiri banyak, salah satunya melancarkan ASI, membangun ikatan dengan si bayi juga bisa mengencangkan payudara.

Nanti kami akan meresepkan obat herbal sebagai booster ASI. Bagaimana Nabila?"

"Hmm?"

"Kau terlihat tidak fokus, apa ada yang sedang kau pikirkan?"

"Ah, tidak. Kenapa?"

"Apa kau yakin untuk melakukannya?"

"Ya, itu harus," tegas Al.

"Atau kau ingin mencoba dengan cara lain?" usul Eza. Lagi pula tidak baik juga melakukan program ini dalam tekanan karena tingkat keberhasilannya pasti rendah.

"Apa ada, dok?"

"Ada, yaitu dengan cara pijat oksitosin."

Eza mulai menjelaskan apa itu pijat oksitosin serta manfaat dari pemijatan ini. Pemijatan oksitosin adalah pemijatan sepanjang tulang belakang, efek kerjanya mirip seperti morfin.

Teknik ini mampu melancarkan hormon oksitosin dan prolactin yang penting untuk ibu menyusui, serta memberi efek cepat kenyang pada bayi karena debit ASI yang melimpah. Teknik ini juga mampu membuat tubuh rileks karena mempengaruhi sistem saraf Perifer, mengurangi rasa nyeri juga melancarkan aliran darah ke seluruh tubuh.

Tingkat keberhasilan teknik ini juga tinggi, apalagi kalau dipadukan dengan obat penunjang booster ASI, seperti Domperidon dengan dosis 3×3 selama 2 Minggu.

"Apa kau tertarik untuk mencobanya, Nabila? Kebetulan kami memiliki tenaga ahli pijat oksitosin."

"Iya, saya akan mencobanya."

"Sebelum itu, saya harus izin dulu pada suami kamu karena tenaga ahli yang kami miliki itu laki-laki. Apa tidak apa-apa, Al?"

Al belum mengeluarkan suara, ia tampak sedang menimang sebelum menyetujuinya. "Baiklah, tapi aku ikut."

Eza terkekeh geli dengan permintaan Al. Bukankah ia tidak menyukai Nabila? Lantas kenapa ia malah peduli pada perempuan ini? hal tersebut membuat Eza bingung dengan jalan pikiran Al. Apa benih cinta sedang tumbuh disana? Eza berharap, semoga saja iya.

"Oke, jika kau mau."

"Hmm," Deham Al mencoba mencairkan suasana.

Eza menuntun pasangan tersebut ke ruang terapi, untuk mendapatkan pemijatan khusus oksitosin. Debaran jantungnya semakin berpacu seiring dengan derap langkahnya menuju ke ruang terapi.

Sesekali ia menarik nafasnya dalam, lalu dihembuskan dengan pelan seraya meyakinkan pada dirinya kalau ia bisa dan pasti sanggup melewati ini, apapun resiko yang harus ia tanggung nantinya.

Kini ia mencoba untuk memfokuskan diri pada Haeqal, bayi mungil yang butuh perhatiannya. Bayi itu tidak tau apa-apa, jadi ia tidak pantas menerima penderitaan dalam bentuk apapun, sekalipun nantinya ia akan menjadi bahan omongan orang. Nabila sudah berjanji pada dirinya sendiri, apapun yang terjadi ia akan tetap melindungi Haeqal.

Eza berhenti tepat di ruangan yang bertuliskan 'Ruang Terapi', ruangan yang cukup besar dengan pasien yang sedikit. Dan ini akan sangat membantu karena tidak perlu menunggu lama ia bisa langsung melakukan terapi tersebut.

"Apa perlu saya temankan ke dalam, Nabila?"

"Tidak perlu, saya juga bisa melakukannya."

"Ah benar, suamimu ternyata menyeramkan juga," goda Eza. Sementara yang digoda hanya menulikan diri, ia hanya menanggapi ucapan Eza sebagai angin lalu.

Nabila masuk ke dalam dan diikuti oleh Al, tak banyak antrian disana. Nabila duduk di sebelah pasangan muda, sepantaran dengannya. Nabila melirik sekilas ke arah pasangan tersebut, dimana sang suami  memegang erat tangan sang istrinya untuk meyakinkan serta menguatkan istrinya. Berbeda dengan Al, ia hanya berdiri dekat Nabila sembari mengotak-atik ponsel miliknya.

Apa yang bisa ia harapkan dari seorang yang jelas membencinya. Nabila ingin membuang semua beban pikirannya sebelum memasuki ruangan oksitosin. Nabila menghibur diri dengan mengaktifkan ponselnya yang sempat ia off kan, barangkali ada pesan penting.

Tidak ada. Nabila lupa kalau ia tidak punya seseorang yang menganggapnya penting, bahkan untuk satu pesan menanyakan kabar pun tak. Kini tangannya terulur membuka galeri yang dipenuhi oleh gambar Haeqal. Bayi itu terlihat mungil disana, dengan lesung pipi dikedua belah pipi gempalnya.

"Kau masih takut?"

"Iya, Apa aku bisa melakukannya?"

"Tentu saja, aku tahu kamu istriku terhebat."

"Aku ...,"

"Tenang aja, aku pasti akan selalu ada disamping kamu."

"Makasih, sayang."

Sungguh manis, akan tetapi itu hanya ada dalam mimpi Nabila bukan didunia nyata. Bahkan bernazar satu ekor unta pun untuk meluluhkan hati Al, tidak akan pernah bisa, karena hatinya sudah terpenjara pada Rauza. Lagipula ia juga tidak berniat untuk melakukan hal gila demi cintanya terbalaskan.

Sekarang Nabila tahu kenapa terapi ini sepi. Ternyata, satu orang saja bisa memakan waktu 1 jam setengah untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dan juga terapi ini harus dilakukan berulang kali  untuk percobaan pertama, agar tubuh bisa lebih rileks.

"Em ... Bang!" panggil Nabila, sementara yang dipanggil hanya melirik sekilas sambil menaikkan alisnya sekilas.

"Aku ingin ke kamar mandi sebentar," izin Nabila.

"Kau tidak berniat untuk kabur, kan?"

"Tidak akan."

"Oke," jawab Al singkat lalu kembali fokus pada ponselnya.

Nabila keluar sebentar, untuk mencari udara segar, sekalian ke kamar mandi. Sepanjang perjalanan menuju kamar mandi, hampir semua ditemani oleh pasangannya membuat Nabila kembali dirundung rasa iri. Kapan ia bisa seperti mereka? Apa itu hanya akan terjadi didalam mimpinya saja.

Tbc

Dear, NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang