Nabila mengendarai motor dengan laju, sepertinya akan hujan karna langit juga sudah menghitam. Ia terpaksa harus ke apotek karena Al buru-buru ke kantor. Setelah mengantarkan Nabila pulang, ia langsung melajukan mobilnya ke kantor. Alhasil, Nabila harus membeli obat ke depo sendiri, tak mungkin juga Al mau mengantarnya lagipula Nabila juga tahu diri, ia tak lebih dari seorang yang menumpang disini.
"Langit, kau jangan mengkhianatiku ya! turunnya nanti aja," ujar Nabila sembari mengencangkan laju motor Scoopy yang ia bawa.
Dibandingkan dengan mobil, Nabila lebih menyukai motor. Selain bisa menghindari kemacetan juga bisa diajak kebut-kebutan kalau sedang buru-buru, seperti sekarang ini misalnya.
Angin menerpa wajah Nabila kencang, ia sengaja membuka kaca helm entah dengan motif apa, yang jelas lebih nyaman saja. Padahal tak jarang debu-debu masuk kedalam matanya, hingga membuat matanya perih dan memerah.
Nabila membelokkan motor Scoopy nya ke dalam gang sempit, jalan tikus selalu menjadi pilihan terbaik saat kepepet. Tapi, Nabila sepertinya hadir disaat yang tidak tepat.
Pria berjalan sempoyongan tanpa arah, sesekali ia menendang sekitarnya membuat Nabila ragu untuk melanjutkan langkah. Apa sebaiknya Nabila putar balik? Akan sangat jauh kalau Nabila putar balik, dan sialnya rintik hujan seakan mengajaknya bertempur.
"Akhhh... bajingan!" Teriaknya lantang.
Semula Nabila membulatkan tekadnya untuk balik arah, namun rasa kemanusiaannya tiba-tiba muncul saat melihat kilauan yang dipegang oleh pria tersebut. Dengan segera Nabila memarkirkan sepeda motornya lalu bergegas menghampiri pemuda itu dengan rasa was-was. Jujur Nabila takut, akan tetapi ia juga tidak bisa membiarkannya bertindak diluar jangkauan, apalagi saat ini ia sedang dipengaruhi alkohol.
"Jangan! kamu bisa mencederainya."
"Apa pedulimu? Jangan suka mengurusi orang lain," bentak pria tersebut tanpa membalikkan badan tegapnya.
"Jelas aku peduli! kalau mau mati, cari tempat yang tidak bisa ditemukan. Bodoh!" Sahut Nabila disulut emosi.
"Memangnya kenapa kalau aku mati disini?"
"Ya, tidak menarik saja. Sangat terlihat bodohnya!"
"K-kau ini ...," Nabila langsung terpaku saat melihat siapa gerangan yang berada dihadapannya. Ini benar-benar diluar ekspektasi Nabila
"Kau!"
"Ngapain kau disini?"
"Ya terserah aku lah! Lagipula ini jalan umum," balas Nabila menantang, lagipula ia juga kenal siapa pria dihadapannya ini, ia tak mungkin menyakiti Nabila.
"Apa kau suka makan petasan setiap harinya?"
"Kalau iya kenapa? Toh bukan urusanmu juga."
"Sama, mau aku mati disini atau di hutan, itu bukan urusanmu."
"Jelas itu urusanku, hanya ada aku disini. Kalau kamu mati, bisa-bisa keluargamu akan menuntut ku."
"Ck, itu tidak akan pernah terjadi!"
"Ya sudah kalau begitu, silahkan saja bunuh diri!" Tantang Nabila, walaupun sebenarnya ia juga takut kalau misalkan ia termakan hasutan Nabila.
Pria tersebut tampak tidak menggubris Nabila, ia malah melanjutkan jalannya. Di langkahnya yang ke sepuluh, ia tumbang. Sebenarnya Nabila juga tidak yakin, dilangkah ke berapa ia terduduk di aspal.
"Akhhh...,"Pekiknya lagi.
"Hei! Kau mau dikira orang gila yang berteriak malam-malam?"
"Terserah! Enyah kau dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Nabila
RandomImpian terbesar Nabila adalah menjadi dokter anak, apalagi dengan sifat penyayang yang ia miliki membuatnya tidak kesulitan dalam hal mengambil hati anak-anak. Namun dibalik sifat penyayangnya itu ia termasuk pribadi yang tertutup dan kerap kali men...