part 25

277 11 0
                                    

Disinilah mereka, caffe D'Mon. Seperti biasa, caffe ini ramai oleh pengunjung. Selain tempatnya yang strategis, trendy, juga ramah dikantong, caffe ini juga memiliki daya tarik tersendiri.

"Bang, Om Jo mana?" tanya Syangka pada salah seorang pramusaji yang memakai bros coklat logo D'Mon.

"Ada, di ruangnya. Mau gue panggilin, Sya?"

"Ga usah deh, aku kesini cuma mau nongki aja kok, sama bawa temen juga."

"Hahaha ... ada juga yang mau temenan sama Lo ternyata!"

"Ada lah, emangnya kamu!"

"Gue jadi kasian sama temen yang Lo bawa itu," ejeknya kembali.

"Ihhh ... Kenapa sih om Jo dari sekian banyak manusia di muka bumi ini malah nemu yang sejenis ini buat dijadiin pegawai," kebut Syangka dalam satu tarikan nafas.

Setelah terlibat adu mulut dengan pramusaji disana, Syangka menarik Nabila untuk ikut bersamanya ke lantai atas dan diikuti oleh Sufi dari belakang.

"Kau tahu Bil, dia itu Evan. Mantanku yang paling menyebalkan, dia itu mantanku semasa SD."

Nabila terkejut mendengar pengakuan Syangka. Nabila malah banyak menggunakannya waktu SD nya untuk belajar dan bermain dibandingkan memikirkan cinta yang unfaedah. Tak ada waktu untuk mengenal cinta-cintaan.

"Kamu pasti terkejut kan? Sama, aku juga. Kok bisa dulu aku sebodoh itu langsung menerima cintanya Evan ya!" Jelas Syangka keheranan.

Bang Sufi, ia lebih suka menikmati suasana sore yang hangat daripada pembicaraan Syangka yang tidak bermanfaat. Semilir angin sesekali menyapa lembut kulit dan menerpa beberapa helai rambut bagian depannya yang sedikit memanjang.

Syangka dan Nabila masih asyik bercerita, hingga kedatangan pramusaji membawa pesanan menghentikan ocehan mereka berdua.

"Selamat menikmati," sapa pelayan itu ramah, tidak seperti Evan yang suka menggoda Syangka.

"Tanpa disuruh pun aku akan menikmatinya," cicit Syangka setelah pelayan itu menghilang.

"Sudah lama ya?"

Lagi-lagi kedatangan seseorang mengalihkan fokus mereka. Entah bagaimana cara menjelaskannya, yang jelas antara senang dan rindu bercampur menjadi satu. Nabila sangat ingat siapa pria yang berdiri menjulang dihadapannya ini. Entah ia juga mengingat siapa Nabila.

"Engga kok, Om. Kenalin, ini teman-teman Sya."

"Hai, makasih ya sudah mau berteman dengan gadis cerewet ini!" Sapa Jo pada mereka, sambil mengacak rambut ikal Syangka.

"Ish! Rusak tau! Aku udah capek capek nyisir," tolak Syangka tak suka, yang hanya ditanggapi dengan kekehan oleh Jo.

Mata Nabila masih terpaku pada sosok didepannya. Apa mungkin pria ini melupakannya atau hanya pura-pura tak mengenal Nabila. Batin Nabila terus menduga-duga, terhadap kemungkinan yang muncul di kepalanya.

Sufi yang melihat perubahan raut Nabila, langsung menarik lengannya. Tarikan halus dari Sufi ternyata ampuh menyadarkan Nabila dari serangan batin yang sedang berkecamuk.

"Kau kenapa?" Bisik Sufi.

"Tidak, aku tidak apa-apa."

Setelah menyapa keponakannya Jo langsung meninggalkan meja mereka. Ia terlihat sibuk, apalagi mengurus caffe bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak yang harus ia pantau dan pelajari demi menarik pengunjung.

'Ternyata benar, dia tidak ingat siapa aku.' batin Nabila.

Kemudian mereka kembali fokus pada tujuan utama kesini, yaitu refreshing sekaligus membuat tugas pak Saipul. Tugasnya tak begitu banyak sehingga Nabila maupun Syangka bisa menikmati sapaan sore sejenak tanpa terbebani tugas. Lagipula mereka juga dibantu oleh Sufi, bahkan sebagian besar dari tugas mereka yang mengerjakannya itu Sufi.

Dear, NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang