Ruang makan yang terletak di lantai dua kastil tersebut, nampak terlalu sepi. Sebuah jendela besar terpampang di salah satu tembok batu yang mengarah keluar. Hanya ada Irene dan Rhea diruangan itu.
"Apa hanya ada kita berdua disini?" Irene berkata lirih. Meja besar berbentuk persegi panjang dengan kursi-kursi berjajar di setiap sisinya yang mampu menampung hingga sepuluh orang, hanya diisi oleh mereka berdua.
"Tidak. Sebentar lagi, yang lain pasti akan segera tiba." Bersamaan dengan ucapannya tersebut, empat orang pria remaja yang usianya tidak jauh berbeda dari mereka, masuk ke ruangan tersebut.
Rhea mengembangkan senyumnya. Ia segera memposisikan dirinya duduk di kursi paling ujung, dekat kepala meja. Irene duduk termenung di sebelah Rhea. Pandangannya menatap datar pada para lelaki yang mulai mengambil kursi kosong di hadapannya.
"Kamu yang kemarin baru saja sampai itu kan?" tanya seorang pria berambut merah. Iris mata coklatnya menatap Irene dengan tajam. Namun, ia sedikit menampakkan senyum ramah.
"Iya." jawab Irene singkat.
"Jadi, dengan begini, jumlah keseluruhan yang berhasil kembali dengan selamat hanya sepuluh orang," ucap pria lainnya yang memiliki warna rambut hitam.
"Aku sih tidak peduli berapa jumlah yang berhasil selamat. Lagi pula, itu salah mereka sendiri. Mengapa mereka begitu lemah," ucapan seorang pria berambut coklat gelap tersebut sedikit membuat Irene menjadi naik darah.
"Astaga, kalian sudahlah. Jangan bahas hal itu disini. Lebih baik, coba berkenalan dengan Irene." Rhea berhasil membuat Irene kembali tenang.
"Oh, namamu Irene ya? Salam kenal. Panggil saja aku Fay." Pria berambut merah tersebut langsung tanggap merespons ucapan Rhea.
"Ah, iya. Benar. Salam kenal juga ya Fay." Irene berusaha menampakkan senyum ramah.
"Panggil saja aku Pallas," ujar pria berambut hitam yang berada di seberang meja, tepat di hadapannya.
"Aku Richo." Pria berambut coklat tersebut memperkenalkan dirinya.
Semua yang ada disitu sudah memperkenalkan diri masing-masing. Hanya tinggal satu orang, yang sejak tadi hanya duduk terdiam dengan melipat tangannya di depan dada. Pria berambut pirang tersebut tak berucap sepatah katapun.
Tatapan Irene tertuju pada pria tersebut. Dan entah mengapa, kehadiran pria berambut pirang itu seakan telah berhasil menarik perhatiannya.
"Selamat pagi semua ... " Seorang gadis berambut coklat pudar yang dipangkas cepak tiba-tiba menginjakkan kakinya di ruang makan. Ia menyapa mereka yang tengah duduk di atas meja panjang.
"Pagi juga, Cordelia." Rhea merespons ramah sapaan gadis bernama Cordelia tersebut.
Gadis bertubuh jangkung yang sepertinya berkepribadian tomboy itu, langsung melesat mendekati Irene.
"Wah, teman kita bertambah lagi ya. Siapa namamu?" Cordelia menarik ujung bibirnya, membentuk lengkung senyum lebar.
"Namaku Irene," timpal Irene.
"Wah, nama yang bagus! Kenalkan, aku Despina Cordelia. Kamu boleh memanggilku Despina, atau Cordelia, atau apalah sesuka hatimu. Tapi, teman-teman disini biasa memanggilku Cordelia." Gadis berpupil hitam tersebut terlihat bersemangat.
"Ya, aku memanggilmu Cordelia saja lah." Irene tersenyum simpul.
Tiba-tiba, seorang gadis melangkah masuk kedalam ruang makan. "Cordelia, sudah berulang kali kukatakan, JANGAN TARUH PAKAIANMU SEMBARANGAN! Aku lelah membereskan pakaianmu setiap hari."
Gadis berambut hitam panjang yang dikepang dua tersebut memekik kesal. Kaca mata bundarnya memantulkan cahaya yang dipiaskan oleh jendela besar. Penampilannya yang culun terlihat seperti seorang kutu buku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demonic Paradise ✔ [Complete]
RandomREPUBLISH (tapi belum direvisi hehe) Scolamaginer, merupakan akademi sihir yang mana para siswanya mendapatkan kesempatan langsung diajar oleh iblis tingkat atas. Tak seperti akademi sihir lainnya, Scolamaginer hanya akan menerima sepuluh murid di s...