•••
Aldebaran mematikan komputer di depannya, ia bersandar di kursi; meregangkan otot-otot tubuhnya. Melirik ke sebelah kiri, dimana ada jam digital yang terletak di sana. Sudah pukul 16:45, 15 menit lagi semua karyawan di kantornya pulang. Aldebaran mendesah pelan, mengeluarkan rasa penatnya karena hampir 5 jam berkutat didepan komputer bersama berkas-berkas dalam beberapa map. Sangat melelahkan.
Pandangan beralih ke jendela yang terbuat dari kaca besar di sebelah kanannya, bentangan langit yang semula biru kini perlahan berubah menjadi kekuningan. Mentari juga sebentar lagi akan tenggelam, kemudian berganti tugas dengan sang rembulan. Aldebaran masih termenung, mengamati kuningnya langit dalam keheningan. Pikirannya kalut, semua hal yang terpikirkan di kepala seolah mengajak ribut.
Ini menyebalkan, sungguh.
Tak ada hal lain, dalam kepalanya yang ia pikirkan hanyalah Aya. Hanya Aya.
Auristela Taurelia, namanya.
Seorang perempuan yang membuatnya menyimpan sejuta rindu.
“Ck! Kenapa tidak ada yang mengabari ku!”
Ponselnya ia simpan dengan kasar ke atas meja. Benda itu terus hening selama ia bekerja, tidak ada yang menghubunginya sama sekali. Padahal ia berharap, Adara atau siapapun itu yang ada di rumah sakit untuk memberinya kabar tentang Auris. Dan sekarang, nihil. Seolah dirinya tidak penting dan di abaikan.
Dengan cekatan, ia mengambil ponselnya ketika suara deringan terdengar. Satu pesan masuk, semoga saja itu dari orang yang merawat Auris. “Ah! Ada apa dengan abang ipar ini?!”
Sialnya itu malah dari Yoel, abang iparnya. Yoel hanya memberi pesan kalau besok sore mereka akan mengadakan meeting bersama. Tanpa membalasnya, Aldebaran mengecek kalender di ponselnya. Mengecek tanggal berapakah besok hingga abangnya itu mengadakan meeting bersama, mana di sebuah restoran lagi. “Tanggal 1, hari sabtu?”
Kenapa harus hari sabtu, tidak ada jam kerja pada hari itu. Sabtu dan minggu libur, aneh sekali abangnya itu.
Tok! Tok!
Mendengar ketukan pintu Aldebaran menoleh, “masuk.”
Tak lama muncul Kian dengan beberapa map di tangannya, senyum di wajah sekretarisnya itu tidak pernah luntur. “Selamat sore pak, maaf menganggu.”
“Sudah ku bilang, jika sedang berdua bersamaku, panggil nama saja.”
“Tapi pak—
“Aldebaran.”
“Oke, Al.”
Aldebaran mengangguk. Ia risih jika Kian selalu memanggilnya ‘pak’. Entah kenapa kesannya terasa lebih tua dan terlalu di hormati. Aldebaran tidak suka, lagian umurnya dan Kian tidak terlalu jauh. Tidak nyaman rasanya jika Kian selalu memanggilnya ‘pak’, dan selalu menunduk hormat padanya. Oh ayolah, dia belum apa-apa jika dibandingkan dengan ayah dan abangnya
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐈𝐍𝐃𝐄𝐒𝐓𝐑𝐔𝐂𝐓𝐈𝐁𝐋𝐄 [𝐋𝐞𝐞 𝐓𝐚𝐞𝐲𝐨𝐧𝐠] ✓
Fanfiction"Kau masih ingat kataku dulu?" "Yang mana?" "Jangan jatuh cinta padaku." "Ah itu, iya aku masih mengingatnya." "Lalu?" "Aku jatuh cinta padamu." ✨✨✨ Indestructible, artinya adalah sesuatu yang tidak dapat "dihancurkan". A...