#2

35 3 0
                                    

Setelah jam mata kuliah Dasar-Dasar Manajemen berakhir, Davina menepati janjinya untuk menemani Caca berbelanja. Saat ini mereka berada di salah satu pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari kampus.

"Ini bagus nggak, Na?" Caca memperlihatkan baju kemeja bewarna hitam.

"Bagus. Cantik juga."

"Makasih." Caca mengibaskan rambutnya.

"Bajunya yang cantik. Bukan lo."

"Sialan." Umpat Caca dan kembali memilih baju.

Setelah menghabiskan waktu selama tiga puluh menit, akhirnya Caca memutuskan untuk membeli dua baju. Baju pertama yaitu kemeja bewarna hitam dan satu lagi dia memilih croptop bewarna navy.

"Lo mau beli sesuatu nggak, Na?" Tanya Caca menenteng tas belanjaannya.

Davina menggeleng ragu. "Gue pengen beli baju juga sih, tapi takut nyokap gua marah."

"Yaiyalah. Baju lo udah seabrek dan masih ada yang belum lo pake. Wajar lah tante Sarah marah."

"Nah kan lo ikut-ikutan." Davina melipat kedua tangannya.

"Lah gue bener kan?"

"Please deh jangan kayak nyokap gue."

"Btw, lo mau gue anter pulang nggak?"

"Nggak usah Ca. Rumah gue jauh. Nanti lo repot bolak-balik."

"Yaelah kayak sama siapa aja lo. Nggak apa-apa kali."

"Nggak usah. Gue minta jemput bang Adrian aja deh. Atau nggak Kak Dean."

"Seriusan?"

Davina mengangguk. "Santai aja."

"Kalau gitu gue balik duluan nggak apa-apa? Gue lupa kalau hari ini gue piket kos." Caca nyengir memperlihatkan barisan giginya. "Atau lo mau nunggu di kos gue?"

Davina menggeleng. "Lo duluan aja, nggak apa-apa kok."

"Yaudah gue duluan ya. Bye Davina." Caca melambaikan tanganya.

"Bye Ca. Hati-hati lo."

Setelah kepergian Caca, Davina berjalan menuju toko roti. Dia memesan C's Flosss, yaitu roti manis dengan toping abon ayam yang menjadi menu roti best seller di tempat tersebut.

Davina melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 17.46 Wib. Dia segera mengirimkan pesan kepada Adrian agar segera menjemputnya. Tapi pesan tersebut hanya di baca saja oleh Adrian. Pria itu sama sekali tidak membalas pesannya.

"Rese banget sih Adrian. Mana di read doang lagi." Umpat Davina kesal.

Tidak lama setelah itu, hp Davina berdering dan ada satu panggilan masuk dari Dean.

'Halo kak?'

'Kakak jemput kamu sekarang. Kamu dimana?'

'Di toko roti biasa kak'

'Oke. Tunggu ya, 10 menit lagi kakak sampai..'

'Iya. Hati-hati kak.'

Tidak sampai sepuluh menit, Dean telah sampai di tempat tujuan. Dia menggenggam tangan Davina hingga mereka masuk kedalam mobil. Dean juga memasangkan seatbelt kepada Davina yang membuat Davina menahan napas karena takut degup jantungnya terdengar oleh Dean. Begitulah Dean, perlakuannya sangat manis.

"Kakak di suruh abang ya buat jemput aku?"

"Iya. Soalnya Adrian lagi ada diskusi penting sama anak-anak BEM."

"Kakak nggak ikut?"

"Ikut. Nanti setelah ngantar kamu kakak balik lagi. Sekalian ngembaliin mobil Fano."

Davina menoleh kearah Dean. "Kok minjam mobil kak Fano segala?"

"Biar kamu aman aja. Soalnya ini udah larut. Kalau pake motor takut kamunya kedinginan."

Davina hanya terkekeh mendengar jawaban Dean.

Mobil yang di kendarai Dean berhenti tepat di depan pagar rumah Davina. Mang Ayus yang bekerja sebagai security bergegas membukakan pagar.

"Makasih ya kak. Kakak mau masuk dulu nggak?" Tanya Davina melepas seatbeltnya.

"Nggak usah, Na. Kakak langsung balik ke kampus aja."

"Yaudah kalau gitu. Kakak hati-hati ya."

Dean mengangguk.

Davina membuka pintu mobil dan ketika Davina hendak melangkah keluar, tangannya di tahan Dean.

"Kenapa kak?" Davina menoleh kepada Dean.

"Jangan lupa sholat dan makan. Setelah itu istirahat."

Davina tersenyum. "Kakak juga, jangan lupa makan."

"Iya. Titip salam buat Ayah dan Bunda."

"Iya kak. Bye."

*

Dean melangkahkan kaki memasuki rumah. Diskusinya bersama anggota BEM selesai pukul sembilan malam. Dan saat ini dia merasakan tubuhnya benar-benar lelah dan butuh istirahat.

"Kenapa baru pulang, nak?" Tanya Christi, ibu Dean.

"Iya Ma. Dean baru selesai rapat BEM." Dean menjatuhkan tubuhnya di sofa. "Papa mana Ma?"

"Ada di kamar. Kamu bersih-bersih gih. Habis itu makan dan istirahat."

"Iya Ma. Oh iya ma, tolong bilangin ke bibi makan malam aku antar ke kamar aja ma. Aku capek banget."

"Iya nanti mama bilangin. Tapi jangan berserakan lagi loh. Nanti kamar kamu bersemut kayak minggu lalu."

"Iya mama ku sayang." Dean mencium pipi Christi. "Aku ke kamar ya ma."

Selesai membersihkan diri, Dean keluar dari kamar mandi. Dia mengenakan baju kaos oblong bewarna hitam dan celana selutut. Diatas nakas, juga telah tersedia makan malam pesanannya.

Dean mengambil hp kemudian melakukan panggilan vidio dengan Davina. Laki-laki itu menyandarkan hp-nya di lampu yang terdapat diatas meja agar memudahkannya ketika menyantap makan malam.

"Haii.." Sapa Dean ketika wajah Davina terlihat di layar hp nya.

"Hai kak."

"Kamu lagi apa?"

"Baru selesai skin care-an kak."

Dean mengangguk sembari menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Kakak lagi makan ya?"

"Iya nih. Aku baru pulang. Kamu udah makan?"

"Udah tadi."

"Udah sholat isya?"

"Udah." Davina mengangguk. "Kakak makannya jangan berantakan lagi ya. Takutnya nanti di gigit semut kayak minggu kemarin." Ledek Davina tertawa.

"Kamu sekarang udah pinter ngejek ya."

"Hihi.. sorry." Davina terkekeh.

Dean menyelesaikan suapan terakhirnya lalu meneguk segelas air.

"Besok masuk jam berapa, Na?"

"Jam delapan kak. Praktikum Teknologi Benih. Trus jam sepuluh baru masuk kelas."

Dean mengangguk. "Yasudah. Kamu istirahat ya. Besok pagi jangan sampai telat."

"Iya kak. Kakak juga."

"Good Night."

"Good Night, kak." Davina melambaikan tangannya ke kamera sebelum mematikan sambungan vidio call mereka.

Davina, gadis itu berhasil mencuri perhatian Dean semenjak pertemuan pertama mereka. Senyumnya yang menawan mampu membuat Dean luluh. Davina benar-benar membuat Dean tidak berkutik, bahkan dia tidak lagi melihat wanita lain selain Davina.

***

-Delvi Silvia-

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang