#25

19 2 0
                                    

Marsya mengeratkan cardigan pink yang dikenakannya. Udara malam di Desa Rantau Kasih mampu menembus kulisnya. Tujuan utama Marsya ikut dengan Kementrian Pengembangan Desa Mitra ke Desa Binaan ialah ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Dean. Tanpa di hantui Davina.

Marsya tersenyum lalu merapikan rambutnya. Dia menghampiri Dean yang duduk seorang diri di beranda posko.

"Lo ngapain disini sendirian, Yan?"

"Lagi nyari signal."

"Percuma karena disini susah signal."

"Iya." Dean meletakkan hp nya. "Lo ngapain kesini?"

"Gue mau cerita sama lo. Gue nggak tau mau cerita kesiapa lagi." Raut wajah Marsya berubah muram.

"Cerita apa?."

Air mata Marsya yang semula berlinang berhasil lolos dan membasahi pipinya.

"Lo kenapa? Cerita sama gue, Sya."

"Gue----" Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. Air matanya semakin deras.

"Sya.." Panggil Dean yang mulai khawatir dengan keadaan Marsya.

Tanpa aba-aba Marsya langsung memeluk Dean. Dia membenamkan wajahnya di tengkuk Dean.

Dean tersentak kaget ketika Marsya memeluknya. Tapi beberapa detik kemudian Dean membalas pelukan itu. Dia mengelus punggung Marsya untuk menenangkan gadis tersebut.

"Aww." Ringis Marsya ketika lengannya di pegang Dean.

"Lengan lo kenapa?"

Marsya membuka lengan cardigannya sebelah kanan sehingga terlihat lengannya yang lebam bewarna biru. Dean memiringkan kepalanya untuk melihat lebih jelas lebam tersebut karena lampu yang terdapat diberanda sedikit redup.

"Lo kenapa Sya? Kasih tau gue." Suara Dean terdengar khawatir. Tidak biasanya dia melihat Marsya seperti itu.

"Mantan gue tadi pagi mukulin gue, Yan." Ujar Marsya sesegukan. "Gue nggak sanggup lawan dia."

"Mantan lo siapa?! Gue nggak terima lo di giniin. Anak-anak yang lain pasti juga nggak bakal terima liat lo begini!"

"Dean.." Marsya memegang tangan Dean yang mulai emosi. Kemudian Marsya menggeleng. "Jangan kasih tau anak-anak ya. Gue nggak mau ini jadi panjang."

"Nggak bisa, Sya! Lo itu temen gue. Lo itu bagian dari BEM. Kita keluarga. Gue dan mereka nggak terima kalau salah satu dari kita diginiin!"

"Dean Please." Marsya memandang Dean penuh harap. "Gue cuma cerita ini ke lo doang."

"Tapi Sya.."

"Udah, Yan. Gue bakal nyoba jauhin dia sepulang dari sini." Marsya menghapus air matanya. "Thanks ya."

Dean mengangguk. Tangannya mengelus lengan Marsya. Dean mengatur nafasnya yang sesak karena emosi. Emosinya selalu tersulut setiap kali mendengar dan melihat laki-laki yang main fisik dengan perempuan. Siapapun perempuannya, Dean akan membela karena baginya, perempuan itu untuk dijaga dan dilindungi bukan untuk disakiti. Apalagi dirusak.

*

Sabtu, 07.00 wib.

Davina memandang kearah luar jendela mobil. Dia memperhatikan jalanan yang cukup sepi dikarenakan jam baru menunjukkan pukul tujuh pagi. Davina pagi ini diantar Adrian ke kampus untuk mengikuti pratikum Fisiologi Tumbuhan.

"Nanti pulangnya abang yang jemput?" Tanya Adrian ketika mereka telah sampai di parkiran lab.

"Nggak usah bang. Aku nanti di jemput kak Dean."

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang