#16

11 0 0
                                    

Hari ketiga di Desa Binaan.

Pagi ini Rasyid selaku presiden mahasiswa membagi staffnya menjadi dua kelompok. Beberapa orang mendapat tugas untuk menyelesaikan proker perpustakaan mini. Sedangkan Dean bersama staf Kementrian Pengembangan Desa Mitra melakukan penyuluhan sekaligus mempraktekkan pembuatan pupuk organik.

Demo pembuatan pupuk organik diadakan di halaman Aula kantor desa. Dean sangat bahagia melihat antusias masyarakat yang hadir. Dia berharap sedikit ilmu yang diberikannya bermanfaat bagi masyarakat desa.

"Selamat pagi bapak-bapak, ibu-ibu. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas partisipasinya. Baiklah, pagi ini saya bersama teman-teman akan mencotohkan cara pembuatan pupuk organik. Pupuk organik ini terbuat dari sisa-sisa tumbuhan dan makhluk hidup pak, buk. Contohnya ini, Kompos." Dean mengangkat kompos yang dibawanya dari kampus. Kompos tersebut merupakan hasil kerjasamanya bersama pak Budi, dosen mata kuliah Bioremediasi dan Pengolahan Sumber Daya Lahan Gambut.

"Kompos itu untuk apa, Nak?" Tanya seorang bapak yang umurnya bisa dibilang sudah tua.

"Kompos ini digunakan sebelum kita mulai menanam pak. Contohnya bapak ingin menanam jagung, nah setelah bapak buat bedengan, disebar lah kompos ini di atas bedengan. Lalu diaduk rata pak. Seminggu atau 3 hari setelah itu baru bapak tanam benih jagungnya. Kompos ini mengandung unsur hara yang banyak, sehingga bagus untuk pertumbuhan tanaman."

Bapak tersebut mengangguk dan mengucapkan terimakasih.

"Sekarang kita mulai praktekkan ya pak, bu. Disini kita membutuhkan pelepah pisang, kotoran ternak, tanah, dan EM4." Dean menunjukkan semua bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos. "Pelepah pisangnya kita cincang terlebih dahulu. Silahkan bapak ibu yang ingin membantu untuk menyincang pelepahnya."

Masyarakat dari awal diinformasikan untuk membawa parang agar bisa membantu pembuatan pupuk organik. Masyarakat yang hadir langsung duduk lesehan di halaman aula dan mulai menyincang pelepah pisang hingga halus. Dean dan yang lainnya sesekali tertawa mendengar masyarakat saling melempar gurauan.

"Kalau disini ya begini lah, Nak. Rata-rata petani semua." Tutur salah satu ibu-ibu yang di hampiri Dean.

"Iya bu. Apa Ibu juga bertani?"

"Iya. Ibu bekerja di ladang sawit orang Nak."

Dean mengangguk. "Maaf sebelumnya bu, upah sebagai petani disini berapa ya bu?" Tanya Dean hati-hati. Ia takut ibu tersebut tersinggung karena pembahasan perihal gaji merupakan hal yang sensitive.

"Sehari ya alhamdulillah lima puluh hingga tujuh puluh ribu, nak. Ya begitulah nak kalau kita hanya bekerja sebagai buruh." Ibu tersebut tersenyum. "Tapi ya ibu bersyukur. Alhamdulillah keluarga masih bisa makan." Lanjutnya.

"Iya bu. Itu yang penting." Dean tersenyum. "Saya kesana dulu ya bu."

"Iya, Nak. Silahkan."

Setelah semua bahan di cincang halus oleh anggota Kementrian Pengembangan Desa Mitra beserta masyarakat yang hadir, Dean kembali mempraktekan langkah-langkah selanjutnya hingga sampai pada tahap akhir. Tahap dimana semua bahan dimasukkan kedalam terpal plastik dan dibiarkan selama satu hingga tiga bulan. Dimana setiap minggunya bahan kompos tersebut harus diaduk rata.

"Huft. Alhamdulillah akhirnya selesai juga hari ini." Gumam Robi, wakil Mentri Pengembangan Desa Mitra.

"Iya. Puji Tuhan." Balas Dean yang sedang melap tangannya dengan tissue.

"Lo keren sih, Yan." Puji Marsya menghampiri mereka. Wanita itu dari awal berada disana untuk mengambil foto yang akan dijadikan dokumentasi untuk laporan program kerja akhir tahun.

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang