#22

19 1 0
                                    

Dean memijit pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut. Matanya mengikuti kemana arah langkah Davina. Dean tidak menahan kekasihnya itu bukan karena dia tidak peduli, tapi menurutnya mereka berdua sama-sama dalam keadaan emosi dan apabila tetap bersama, maka perdebatan panjang akan terjadi.

Dean menghela nafas kemudian kembali menuju ruang BEM. Dia sempat berselisih dengan Marsya di lorong antara sekre BEM dan Gedung PKM.

"Dean." Rasyid mensejajarkan langkahnya dengan Dean. "Lusa kita ke desa binaan ya."

"Bukannya Sabtu ya Syid?"

"Tadi gue dapat telvon dari pemuda desa, katanya ada beberapa kendala di proker kita."

"Kendala apa?"

"Mereka nggak jelasin secara spesifik sih. Mereka cuma nyuruh kita kesana lagi. Trus kepala desa juga ngajak diskusi mengenai permasalahan disana."

Dean mengangguk.

"Nanti gue suruh Marsya buat informasiin di grup. Dan kayaknya nanti malam kita harus rapat."

"Okee."

Setelah berbicara dengan Rasyid, Dean mengambil tasnya. Kemudian berpamitan dengan beberapa anggota Bem yang berada di sekre.

*

Dean melangkahkan kaki memasuki sebuah cafe yang terletak tidak jauh dari kampus. Dia ingin meminum kopi untuk menghilangkan pusing di kepalanya. Beberapa masalah yang dihadapi nya saat ini membuat kepala Dean seakan ingin pecah.

"Mas, americano satu ya."

"Baik mas."

Dean mengalihkan pandangan ke sekeliling cafe mencari tempat kosong. Beberapa saat kemudian Dean tertegun melihat Davina dan Almero yang tengah duduk berdua di pojok cafe.

Dengan perasaan campur aduk Dean menghampiri mereka. Tangannya mengepal menahan emosi.

"Davina!" Panggil Dean dengan nada suara tinggi.

"Kak Dean?"

Dean menoleh kepada Almero. Laki-laki itu sama sekali tidak menunjukkan wajah kaget. Bahkan saat ini dia memandang Dean dengan tatapan datar.

Dean meraih tangan Davina. "Ikut aku!"

"Eh bro, santai dong. Nggak usah bentak-bentak dia." Almero bangkit dari duduknya dan hendak menepis tangan Dean dari Davina. Tapi dengan cepat Davina menahan tangan Almero lalu menggeleng.

"Al, lo duluan aja. Makasih ya."

Setelah itu, Davina mengikuti Dean yang membawanya ke private room setelah berbicara dengan waitress.

"Ini Americanonya mas. Selamat menikmati." Waitress pria meletakkan pesanan Dean diatas meja. "Untuk menu private room nya mau di hidangkan sekarang mas?"

"Iya."

"Baik. Di tunggu ya mas. Permisi."

Waitress tersebut keluar dan menutup pintu ruangan.

"Kamu mau hubungan kita gimana?" Tanya Dean to the point.

"Maksud kakak?"

"Aku nggak suka liat kamu sama dia. Aku cemburu!"

"Aku sama Al nggak ada apa-apa kak. Kita cuma teman. Nggak lebih."

"Udah berapa kali kamu ngomong kayak gitu? Tetap aja, Davina. Aku nggak suka.!"

Davina diam. Dia tidak menjawab.

"Itu kalung yang kamu pakai, dia yang ngasih?" Tanya Dean ketika matanya salah fokus kepada kalung yang melingkar di leher Davina. Kalung tersebut mencuri perhatian Dean karena dia baru melihatnya.

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang