#29

17 1 0
                                    

Davina mengikuti langkah Marsya menuju gedung F yang terletak di samping gedung akademik. Keadaan sekitar gedung sepi di karenakan jadwal kuliah yang telah berakhir.

"Lo udah putus sama Dean?" Tanya Marsya to the point. Matanya menatap Davina tajam. Tangannya dilipat di depan dada. Persis seperti kakak kelas melabrak juniornya.

"Kenapa emangnya, kak?" Davina masih bertanya dengan suara lembut.

"Gue cuma mau mastiin aja. Tadi Dean cerita sih kalau kalian udah putus. Katanya gara-gara foto ciuman gue sama Dean ya?" Tanya Marsya menekankan kata ciuman. Sebelah bibirnya terangkat yang membuat Davina ingin merobeknya.

Davina memejamkan mata sesaat untuk menahan emosinya. Hatinya merapal meminta agar Allah melimpahkan rasa sabar sebesar-besarnya kepada dirinya saat ini.

"Sorry banget ya kalau foto gue sama Dean nyampe ke lo. Padahal gue sama Dean udah susah banget nutupinnya."

Davina bersusah payah menahan agar air matanya tidak jatuh. Dia tidak boleh terlihat lemah di hadapan Marsya. Jujur saja, apa yang dikatakan Marsya membuat hati Davina semakin terluka. Ditambah secara tidak langsung Marsya mengakui bahwa foto itu benar adanya.

"Udah?"

"Belum dong." Marsya mendekat kearah Davina lalu tangannya bertengger di pundak gadis tersebut. "Hmm gue cuma mau bilang. Lo ngaca ya. Sadar diri juga. Lo sama sekali nggak cocok sama Dean. Pacaran sama lo adalah ke khilafan terbesar seorang Dean." Setelah mengatakan itu, Marsya berlalu meninggalkan Davina dengan senyum kemenangan. Dia melihat raut wajah Davina berubah dan itu merupakan sebuah kebahagian bagi Marsya.

Air mata Davina luruh seketika. Perkataan Marsya benar-benar menyakiti hatinya. Kini luka-luka yang belum kering di hati Davina kembali bertambah. Semakin mengaga terbuka lebar. Kenapa masalah percintaannya harus berakhir seperti ini? Ini terlalu rumit dan menyakitkan bagi Davina.

Davina membuka mata ketika merasakan seseorang berdiri di depannya. Tangis Davina semakin menjadi ketika Almero memeluknya.

*

Almero memainkan hp sembari menunggu Davina. Dia sama sekali tidak memperdulikan pandangan beberapa mahasiswa yang lalu lalang di sekitarnya. Kira-kira tiga puluh menit menunggu, Almero mengalihkan pandangannya dan tanpa sengaja dia melihat Davina dan Marsya menuju gedung sebelah gedung akademik. Tanpa pikir panjang Almero melangkahkan kaki kearah gedung tersebut. Dia bersembunyi di balik tembok yang berada tidak jauh dari posisi kedua wanita itu. Dan Almero mendengar semua yang keluar dari mulut keduanya.

Almero sengaja tidak menghampiri mereka selama Marsya tidak main fisik kepada Davina. Meskipun emosinya tersulut mendengar Marsya mengatakan bahwa Davina adalah ke khilafan terbesar seorang Dean.

Almero menghadang langkah Marsya ketika gadis itu meninggalkan Davina.

"Awas! Gue nggak ada urusan sama lo!" Bentak Marsya.

"Ada. Selama lo berurusan dengan Davina, berarti lo juga berurusan sama gue."

"Oh jadi lo pahlawannya Davina?"

"Terserah lo mau bilang apa. Tapi gue minta sama lo, stop ganggu dia!"

"Selama dia berhubungan dengan Dean, selama itu juga dia berurusan sama gue!"

"Heran gue sama lo. Sumpah." Almero geleng-geleng kepala.

"Ngomong sama lo buang-buang waktu. Minggir!"

"Bentar bentar. Gue mau nanya. Lo mahasiswa semester akhir kan?"

"Kenapa?"

"Setau gue mahasiswa semester akhir itu sibuk ngurusin skripsi. Bukan ngurusin hidup orang lain kayak lo sekarang!"

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang