#21

20 0 0
                                    

Seusai mata kuliah Dasar-Dasar Managemen, Davina meminta tolong kepada Caca untuk mengantarkannya ke sekretariat BEM. Davina berencana untuk menemui Dean dan membicarakan permasalahan mereka. Dia tidak suka berlarut-larut dalam masalah.

"Thank's ya Ca." Davina turun dari motor. Di tangannya terdapat paperbag yang berisi 2 roti, 1 susu coklat dan 2 batang coklat. Paperbag tersebut dari Dean yang tadi pagi di titipkannya kepada Caca.

"Iya. Gue balik duluan ya." Pamit Caca lalu mengendarai motornya meninggalkan gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) yang mana sekre BEM terdapat di samping gedung PKM. Disana juga ada beberapa kesekretariatan organisasi internal kampus.

Davina berjalan menelusuri lorong yang menjadi pembatas antara PKM dan sekre BEM. Dia tersenyum kepada beberapa orang yang berpapasan dengannya. PKM di jam lima sore masih ramai oleh mahasiswa atau lebih tepatnya aktivis kampus.

"Davina? Sendirian aja?"

"Eh iya nih kak." Balas Davina kepada Fathan yang berpapasan dengannya di depan sekre BEM.

"Nyari Adrian?"

Davina menggeleng. "Nyari kak Dean kak. Kakak liat?"

"Oh Dean? Coba liat di PMI deh. Katanya sih tadi mau donor darah."

"Gitu ya kak? Aku kesana dulu ya."

"Iya. Hati-hati Davina."

"Makasih kak." Davina tersenyum lalu meneruskan langkahnya menuju kesekretariatan PMI yang terletak tidak jauh dari sekre BEM.

Davina mengedarkan pandangannya ke sekeliling kawasan PMI. Dia mencari Dean di tengah ramainya orang-orang yang ingin mendonorkan darah. Donor darah adalah salah satu program PMI setiap 3 bulan sekali.

"Mau donor darah kak?" Tanya ramah seorang wanita yang mengenakan jaket berlambang PMI.

"Nggak kak. Maaf ya."

"Iya kak. Nggak apa-apa." Balas wanita tersebut dengan seulas senyum. Lalu dia meninggalkan Davina.

Davina kembali mengedarkan pandangannya. Beberapa saat kemudian matanya tertuju ke bagian sudut kiri ruangan. Disana terlihat seorang perempuan berbaring diatas bangkar. Tapi yang mencuri perhatian Davina ialah Dean yang berdiri disebelah perempuan tersebut. Beberapa kali Dean tersenyum kepada wanita itu.

Davina melangkahkan kakinya menuju tempat dimana Dean berada. Davina sedikit tersentak kaget ketika mengetahui bahwa wanita yang dibangkar itu adalah Marsya.

Jadi, kak Dean nemenin dia?

"Kak Dean." Panggil Davina dan mengambil posisi disebelah Dean.

"Davina? Kamu ngapain disini?"

"Nyari kakak. Kita boleh bicara sebentar?"

Dean mengangguk lalu mengalihkan pandangannya kepada Marsya. "Sya, gue duluan nggak apa-apa? Lagian bentar lagi lo juga udah selesai."

"Nggak apa-apa, Yan. Makasih ya udah nemenin gue."

Dean mengangguk.

"Kak Marsya. Maaf ya, kita duluan."

Marsya mengangguk tanpa senyum. Wajahnya datar, tapi Davina yakin Marsya kesal dengan kehadiran dirinya.

"Mau bicarain apa?" Tanya Dean ketika mereka sudah jauh dari keramaian.

"Masalah kita."

"Ya aku tetap nggak suka liat kamu dekat sama laki-laki itu."

"Kenapa Almero jadi masalah sih kak? Ini nggak adil tau. Aku pernah mempermasalahkan kakak dekat sama Lita mantan kakak itu? Aku pernah mempermasalahkan hubungan kakak dengan kak Marsya? Nggak kan? Bahkan aku tetap diam ketika kakak minjemin jaket ke dia."

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang