11. Peduli

923 146 15
                                    

Wonwoo sudah menjelaskan semuanya sampai sedetail-detailnya. Sana mengangguk paham mendengar itu semua. Kini ia tahu bahwa prasangka buruknya tidak terbukti benar. Pria tak dikenal yang memberinya pesan pada hari itu adalah teman Wonwoo yang memang mau menghancurkan hubungan mereka berdua, karena Wonwoo tidak menepati janji sesuai harapan.

"Gua jadi ngerasa gak enak sama semua perkataan gua ke lo selama ini. Terutama waktu di posko kemarin. Pasti lo sakit hati banget sama perkataan gua" ujar Sana dengan tatapan tak enak.

Wonwoo yang tengah menyeruput sedotan minumamnya itupun tersenyum dan menggelengkan kepala. "Apa yang kita lakukan di masa lalu itu memang sepatutnya tidak terjadi Sana. Sebagai perempuan, wajar kalau lo marah ke gua"

"Tapi sebenarnya lo baik, lo mau bertanggungjawab. Bahkan sekarang aja lo mau bertanggungjawab dengan trauma yang gua alami"

Wonwoo mengerucutkan bibirnya dan mengangguk singkat. Ia bersyukur karena kesempatan yang Tuhan berikan padanya kali ini. Sebuah kesempatan untuk bisa menjelaskan segalanya kepada Sana, dan bertanggungjawab atas kesalahannya. Bertanggungjawab yang dimaksud bukanlah dengan menikahi Sana atau semacamnya, namun jauh lebih penting daripada itu.

Sana sudah tidak mencintainya, Wonwoo tahu itu. Maka dari itu, yang ia lakulan saat ini hanyalah demi menghilangkan trauma gadis berbaju merah muda dihadapannya ini, agar dimasa depan nanti, Sana dapat menemukan pasangan hidup yang bisa membuatnya jauh lebih bahagia dan penuh dengan cinta.

"Seorang pria yang baik, gak mungkin menyentuh wanitanya sebelum mereka sah sebagai suami istri" ujar Wonwoo lagi, "...dan itu akan gua terapkan di kehidupan kedua gua nanti. Itu pun kalau Tuhan mengizinkan" sambungnya.

Sana tersenyum dan mengangguk paham, "Entah karena benar-benar dimabuk cinta atau hawa nafsu, tapi yang kita lakukan itu salah Won. Sama halnya dengan lo, kalau gua diberi kesempatan hidup untuk kedua kalinya, gua juga gak mau menjadi cewek murahan yang bisa sembarangan diajak tidur sama pacarnya" ujar gadis itu dengan gurat penyesalan yang terukir dibalik tatapan matanya.

"Gua merasa sedikit keberatan dengan istilah 'cewek murahan' yang lo bilang barusan. Ayolah, kita cuman melakukannya sekali. Definisi murahan itu kalau lo melakukannya dengan banyak pria yang berbeda diluar sana. Jadi, jangan pasang label serendah itu pada diri lo sendiri, Sana"

"Oke, gua ralat. Gua gak murahan"

"Bagus! Gua suka dengarnya"

Sana menyeruput espresso miliknya, dan tersenyum manis, seolah senyumannya itu bisa menyamarkan pahitnya kopi didalam tegukannya saat ini. "Terus, mengenai terapinya, gimana cara mulainya?" Tanya Sana penasaran.

"Gua hanya butuh dua hal dari lo, kemauan dan kepercayaan. Lo harus memiliki kemauan untuk bisa kembali berinteraksi dengan lawan jenis senyaman dulu. Terus yang kedua, lo harus percaya kalau gua benar-benar tulus sama lo. Gak ada lagi Wonwoo yang dulu, bahkan gua juga gak sudi membiarkan sisa-sisa dalam diri gua yang dulu, masih bersemayam didalam sini" Wonwoo menepuk-nepuk dadanya dua kali, dan dibalas dengan anggukan kepala Sana.

"Oke, gua rasa gua bisa"

"Masalah perasaan gua, lo gak usah merasa gak enak. Jangan pikirin perasaan gua San, dengan siapapun pria pilihan lo nanti, gua pasti mendukung kok. Dukungan sebagai sahabat tentunya"

Sana tertawa kecil dan mengangguk cepat. Entah apa yang ia pikirkan dulu, bisa-bisanya ia kini tengah tertawa bersama pria yang mungkin sebulan yang lalu masih masuk ke daftr list manusia yang paling ia hindari dimuka bumi ini. Tapi sekarang? Lihatlah bagaimana nyamannya ia menikmati jam makan siangnya bersama Wonwoo.

"Jadi, lo pulang jam berapa?" Tanya Wonwoo

"Hm, berhubung hari ini gua gak ke rumah lo, jadi gua jaga di day care sampai jam 6 sore. Kalau lo sendiri?"

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang