34. Menjaga

856 127 23
                                    

"Hari ini rencananya kamu mau kemana?" tanya Wonwoo sembari memperhatikan Sana yang tengah mengaplikasikan selai kacang ke roti tawar ditangannya untuk sarapan hari ini. 

"Kerumah" jawab Sana langsung. 

"Rumah siapa?"

"Rumah gua lah..." jawab Sana lagi sembari menawarkan botol selai ditangannya kepada Wonwoo, tapi pria itu menggeleng menolak sebab ia lebih menikmati roti tawarnya yang polos daripada diberi selai seperti yang Sana lakukan untuk rotinya. "Gua harus pastiin nyokap gua baik-baik aja dirumah setelah gua tinggal semalaman" ujar gadis tersebut yang Wonwoo jawab denga anggukan kepala setuju. 

"Sebenarnya gua pingin banget ketemu sama nyokap lo, memperkenalkan diri, dan ngobrol-ngobrol... tapi kayaknya sekarang bukan waktu yang tepat. Maaf ya San" Wonwoo mengulurkan tangannya untuk mengusap puncak kepada wanita itu sekilas, membuat Sana tersenyum manis dan mengangguk cepat sembari melanjutkan kunyahannya dengan gaya seperti anak-anak. 

Dari dulu Sana memang suka menunjukkan sisinya yang seperti ini kepada Wonwoo, makanya Wonwoo tidak heran. 

"Tenang aja, nyokap gua seharusnya sudah tahu banyak tentang lo, soalnya pas SMA gua sering ceritain tentang lo ke dia. Jadi, gak usah merasa terbebani kayak gitu ya..." 

"Siapa juga yang terbebani?"

"Mata lo gak bisa bohong, lelet."

"Stop panggil gua lelet! Sekali lagi lu panggil gua lelet..."

"Apa!?" tantang Sana balik. 

"Ipi?" Wonwoo meniru perkataan Sana barusan dengan gaya mencibir yang bukannya membuat Sana kesal malah membuat gadis berparas cantik itu tertawa lepas karena wajah menggemaskan Wonwoo ketika meledeknya itu. Dan jangan salahkan Wonwoo kalau kelemahannya adalah senyuman Sana yang membuat segala kesal dihatinya meredam seketika, alhasil iapun hanya tersenyum dan kembali berucap dengan raut wajah kesal yang dibuat-buat, "Sana, asli gua udah tahu mau bales lo kayak gimana kalau lo sekali lagi panggil gua lelet." 

"Aw, takut banget..." Sana meletakkan kedua tangannya didepan dada sebelum akhirnya tertawa bersama Wonwoo juga disana. 

"Btw, yakin gak mau gua anter pulang?" tanya Wonwoo yang mengalihkan percakapan ke hal lain yang lebih penting dan serius daripada si 'lelet' tadi. 

"Iya yakin" 

"Oke, nanti kalau gua pulang kerjanya cepet... gua mampir kerumah lo deh" 

"Gak usah dipaksain, datengnya pas ada waktu aja" 

"Gak bakalan ada San"

"Iya juga sih"

Wonwoo tertawa hambar, sehambar roti tawar yang ia kunyah saat ini. Sementara Sana hanya menatap lurus pada pemandangan diluar jendela apartemen Wonwoo yang pagi ini tirainya disibakkan kesamping sehingga mereka bisa melihat pemandangan ibu kota dari atas sini.

"Won..." panggil Sana ditengah lamunannya.

"Hm?"

"Lo pernah nyangka gak sih kalau kita bakalan sampai di tahap ini? Kayak baru kemarin lo jadi murid baru di sekolah, terus kita masih canggung ngomong pake aku-kamu, sekarang malah udah ngobrol berdua bareng disini dan melewati banyak hal bareng-bareng juga." tanya Sana dengan sebuah pemikiran yang cukup dalam untuk dipikirkan sepagi ini. 

Yah jam 7 pagi, masih cukup pagi untuk diajak mengenang masa lalu menurut Wonwoo. 

"Gak pernah nyangka..." jawab Wonwoo seadanya sebelum Sana menyemprotnya dengan segala kata yang bisa memekakan telinganya karena terlalu lama berfikir atas pertanyaan gadis tersebut. 

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang