21. Daehan

803 141 11
                                    

"Jadi, Daehan senang ditemenin sama kak Sana?"

"Iya pa! Daehan sayang sama kak Sana!" Bocah laki-laki itu memeluk Sana yang kini tengah duduk disampingnya. Seiring dengan itu, suara tawa tuan Jeon terdengar menggema diruangan ini. Yap, ruang keluarga yang sebelumnya tak pernah Sana singgahi di rumah ini.

Wonwoo yang duduk disebrang sofa Sana dan Daehanpun langsung melirik kepada sang papa yang duduk menatap arah yang berbeda. Seperti biasa, kepala keluarga seolah sudah menjadi tradisi duduk diperpotongan sisi, menjadi penengah dan memimpin jalannya kebersamaan malam ini.

"Kalau Daehan sayang sama kak Sana, berarti nilai Daehan harus bagus!" Ujar pria paruh baya itu lagi.

"Iya! Nilai Daehan pasti bagus kok, soalnya kak Kak Sana juga sering ngajarin Daehan kalau dirumah. Terus kalau Daehan capek belajar, biasanya kita menggambar..."

Sana tersenyum menatapi tingkah Daehan yang sangat menyita perhatian semua orang diruangan ini. Tapi meskipun begitu ia tetap tidak heran, anak bungsu dalam keluarga memang sudah lekat dengan identitas seperti itu bukan? Jangankan bertingkah seperti ini, Daehan baru masuk ruanganpun semua orang sudah menyebut-nyebut namanya.

Bahasa kerennya, anak bungsu adalah pembawa kebahagiaan bagi keluarga.

Seiring dengan percakapan Daehan dan tuan Jeon yang tak kunjung usai, Sana menyempatkan diri untuk melirik kearah nyonya Jeon, alias mamanya Wonwoo yang duduk disamping putra sulungnya itu saat ini.

Sebagai seorang pendatang, Sana tanpa sadar memperhatikan gerak-gerik keluarga ini tanpa diminta. Terlepas dari Daehan dan papanya yang asik berinteraksi, disamping kanan Sana juga ada tante Jeon yang sesekali menimpali percakapan mereka, bahkan terkadang melemparkan guyonan lucu yang mengundang tawa seluruh anggota keluarga diruangan ini.

Lain halnya dengan Wonwoo dan mamanya disebrang sana. Pria berkacamata itu hanya tersenyum mengamati sosok Daehan yang tak bisa diam bercerita. Tapi Daehan memang semenggemaskan itu sih, jadi wajar saja kalau Wonwoo senyam-senyum melihatnya.

Tak kalah jauh seperti Wonwoo, nyonya Jeon juga memperhatikan putra bungsunya dengan baik. Namun anehnya, sejak satu jam yang lalu, belum ada sebuah kalimat panjang yang bisa wanita itu sampaikan diruangan ini. Apa dia sedang lelah? Atau memang karakternya begitu?

Sana menunduk dan buru-buru menatap kearah Daehan yang sedang memamerkan luka baru pada betisnya kepada sang papa sebelum Sana ketahuan menunduk oleh anggota keluarga ini. Lagi, Sana tertawa begitu mendengar suara omelan pura-puranya tuan Jeon kepada putra bungsunya itu, dan semuanya juga ikut tertawa sekarang.

Kalau dilihat-lihat, tuan Jeon sangat terlihat figur seorang ayahnya, melebihi ekspetasi Sana sebelumnya. Entah karena Sana belum pernah merasakan figur seorang ayah atau bagaimana, tapi pria bermata minimalis itu sangat terlihat berkarisma namun juga menyenangkan dihadapan keluarganya.

Wajar jika Daehan mencintai papanya sampai sebegitunya.

Tapi, kenapa tante Jeon sering mengkritik pola asuh nyonya dan tuan Jeon kepada putra-putra mereka? Walaupun kasih sayangnya mungkin terlihat berat sebelah, tapi anggaplah mereka berbagi tugas dan tahu jika sosok seperti tuan Jeon lebih pantas untuk Daehan, sementara nyonya Jeon untuk Wonwoo.

Tidak ada yang salah dalam pola asuh, semua orangtua memiliki sistem mereka masing-masing mengenai sosok karakter anak seperti apa yang hendak mereka bangun dari anak-anak mereka. Begitulah pemikiran Sana malam itu.

Lepas dari tuan dan tante Jeon, fokus Sana tertuju pada nyonya Jeon yang hanya tersenyum tipis memandangi interaksi suami dan putra bungsunya saat ini. Ya, ia sudah hampir mengenal empat karakter anggota keluarga diruangan ini. Tapi terkhusus wanita berbaju oranye itu, masih ada tanda tanya besar dibenak sana akannya.

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang