Treinta y seis ♐

341 51 7
                                    

‘Sudah semestinya sembilu mengoyak seluruh pertahananku, agar aku tahu sampai di titik mana aku dapat tetap berdiri.’

ʕ•ﻌ•ʔ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ʕ•ﻌ•ʔ

Sagi memegang dahinya sebentar. Semalam dia sempat demam, tetapi untung saja pagi tadi sudah turun. Sampai pukul tiga dini hari dia tidak bisa tidur. Alhasil, dia menggunakannya untuk mengerjakan PR matematika yang masih akan dikumpulkan dua hari lagi. Meski kesusahan, dia tetap bisa menyelesaikan walau harus menulis menggunakan tangan kiri.

“Kantin, kuy!” Romeo merangkul pundak Sagi sambil tersenyum lebar.

“Lo aja, deh, Rom. Gue lagi nggak enak badan,” tolak Sagi halus. Kepalanya masih dipenuhi rasa sesal karena telah berkata begitu kasar kepada Meika kemarin. Kira-kira bagaimana keadaan cewek itu?

Romeo memindai penampilan Sagi sebentar, lalu geleng-geleng prihatin. Tangannya yang besar menepuk bahu kawannya tersebut.

“Perasaan lo sering banget kayak gini. Apes mulu. Untungnya lo strong,” komentar Romeo sambil berlalu. Dia menarik Niko yang masih membereskan buku, mengajaknya ke kantin secara paksa.

Rain, lapangan basket indoor. Penting.

Selesai mengetikkan pesan singkat untuk Raina, Sagi segera keluar kelas dengan nyeri di punggung yang tersisa. Kepalanya agak pusing. Dia hanya merasa seluruh tubuhnya sedang tidak ingin diajak beraktivitas. Seharusnya dia bolos saja hari ini. Namun begitu ingat kalau masih punya tanggung jawab untuk pameran, dia mengurungkan niat.

Berjalan kurang dari lima menit sambil diperhatikan beberapa siswa, Sagi bisa bernapas lega ketika kakinya menjejak lantai dingin lapangan basket indoor yang sering dia kunjungi. Dia melangkah pelan, memilih tempat yang sekiranya nyaman untuk merihatkan diri.

“Mau ngobrol apa?”

Suara Raina menggema ketika Sagi baru saja duduk. Cewek berambut panjang agak bergelombang itu berjalan dengan kedua tangan dimasukkan saku jas. Melihat penampilan Sagi yang tak sesegar biasanya membuat bibirnya meringis. Kalau saja kemarin dia tidak ada latihan dan tampil serba dadakan di Dinas Pariwisata, dia pasti akan berkunjung untuk menemani Sagi di rumah. Cowok itu sudah menceritakan secara detail apa yang terjadi lewat telepon. Perihal ucapannya pada Meika, dia belum mendengarnya sampai selesai meski sudah bisa menangkap bagaimana intinya. Pembicaraan mereka harus terputus karena kedatangan Kinara yang menyuruh Sagi agar segera tidur.

Raina mengambil tempat duduk tepat di sebelah Sagi. Cowok tinggi yang bibirnya agak pucat itu sesekali memejam sehabis menenggak sebutir obat pereda rasa sakit yang dia bawa dari rumah.

“Lo nggak apa-apa?” Pertama-tama Raina bertanya lantaran melihat kantung mata Sagi yang terlihat sangat jelas. Sahabatnya itu seperti tidak tidur selama berhari-hari. Loyo dan tak bersemangat.

SAGITTARIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang