Diez ♐

832 111 87
                                    


"Akan selalu kukenang hadirmu, meski hanya sebatas embun pagi. Akan selalu kuingat bayangmu, meski hanya sebatas pendar kilau pelangi."

ʕ•ﻌ•ʔ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ʕ•ﻌ•ʔ


"Kamu cepetan lari, Gi."

"Nggak! Aku nggak mungkin ninggalin kamu di sini dalam keadaan seperti ini!"

Air mata Sagi berurai lebih deras. Kedua tangannya yang berlumuran darah masih berusaha menarik pintu mobil yang telah ringsek, mencoba mengeluarkan tubuh Ryu yang terhimpit jok dengan luka-luka mengenaskan. Gadis itu berulang kali meringis, menahan perih sebab serpihan kaca bagian depan mengenai tubuhnya.

Mobil yang mereka tumpangi terbalik, membentur tepian trotoar berulang kali hingga membuat tubuh Sagi terlempar jauh. Sementara Ryu harus menerima bahwa dirinyalah yang terjebak di sana, terhimpit jok dengan bagian pintu yang tertutupi mobil lain yang tengah diparkir.

"Gi, aku mohon. Ya?" pinta gadis tersebut.

Sagi langsung menggeleng kuat-kuat. "Nggak, Ryu! Nggak!" teriaknya sambil sesenggukan. "Aku pasti bakal keluarin kamu dari sini." Tangannya yang sudah lemas masih mencoba membuat Ryu agar bisa terlepas dari sana. Namun pergerakan seperti itu hanya membuat luka di tubuh gadis itu bertambah makin dalam.

"Gi, berhenti," lirih Ryu, memandang wajah putus asa Sagi yang tak kunjung berhasil membuat pintunya terbuka. Lelaki itu tak memedulikan kondisinya sendiri yang jauh dari kata baik-baik saja. Bahkan goresan kaca di tangannya tidak ia pedulikan lagi. Dia hanya butuh Ryu. Dia hanya ingin gadis itu keluar dari sana.

Merasa lelah, Sagi melepas genggamannya pada pinggiran pintu mobil. Dia duduk berdeku di sana dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Matanya sudah sembab. Tampangnya lusuh. Penampilannya acak-acakan dengan bercak darah di mana-mana.

"Ryu ...," isak Sagi. "Aku harus gimana?" Bahunya naik-turun, berguncang hebat dengan kedua telapak tangan menelungkup di wajah. Tak tahu harus berbuat apalagi.

"Gi, kamu cepetan pergi dari sini," pinta Ryu sekali lagi sembari menahan agar tangisnya tak ikut luruh sederas Sagi.

Kali ini Sagi menggelengkan kepala lemah tanpa ekspresi. Dia sudah lelah menangis. Kepalanya pusing. Darah yang mengalir dari pelipisnya masih basah. Tubuhnya tidak ada yang tidak nyeri. Ambulans juga tak kunjung datang. Orang-orang hanya melihat dari kejauhan sambil berkerumun tanpa ada yang berani mendekat.

Sampai beberapa detik berikutnya, ambulans akhirnya datang, membawa paksa Sagi agar menjauh dari sana.

"Tolong selamatkan Ryu dulu!" Sagi agak meronta saat dua petugas menghalanginya. Namun sayang, sebelum mereka berhasil menyelamatkan Ryu, mobil itu sudah terlebih dulu mengobarkan api dengan bunyi ledakan hebat yang memekakan telinga.

SAGITTARIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang