Rasanya Berat

39 13 1
                                    

    "Aku juga menyukai Arvi ucap Ifa sembari menatap ke arahku.

Aku merasakan raut wajahku pasti saat ini terlihat tidak senang,"Oh lo suka sama Arvi? Terus bagaimana dengan Andi? Tanyaku seolah aku tak suka jika Ifa juga menyukai Arvi.

Ifa kembali menatap layar laptop di depan kami, dia memindahkan foto Arvi, lalu berkata,"Aku suka Arvi karena dia tampan, cuman Andi dari awal bertemu aku sudah mengidolakannya" katanya tanpa merasa bersalah.

"Memangnya Ka Ne, kenal dengan Arvi?" Tanya Sri pensaran.

"Nggak sih, kemarin ada insiden saja yang mengaitkan aku dengannya" ucapku tak bersemangat dan kembali ke tempat tidurku. Aku mengamati mereka berdua yang tertawa saat melihat foto, sementara aku, kehilangan semangat karena ucapan Ifa.

Kenapa dia harus merusak suasana hatiku, apa dia tahu kalau aku suka pada Arvi? Itu sebabnya dia mengatakan jika dia menyukai Arvi, menyebalkan! Aku benci di posisi seperti ini batinku. Aku lalu menarik selimutku dan memutuskan tidur setelah shalat Isya.

*****

Entah ini takdir atau apa, lagi-lagi saat aku keluar dari asrama aku tidak sengaja berpapasan lagi dengan Arvi, karena mengingat kejadian semalam, aku jadi nggak bersemangat saat melihatnya, aku lebih baik kehilangan gebetan daripada kehilangan teman, jadi aku memutuskan untuk menghindari Arvi. Arvi yang tersenyum manis padaku mengerutkan dahinya sesaat aku pura-pura tak melihatnya dan hal yang tak terduga pun terjadi, Arvi menarik lenganku dan aku menghentikkan langkahku sembari menoleh padanya,"Oh hai Arvi"

"Kau menghindariku?"

Ya Allah aku harus jawab apa, aku nggak tegah melihat wajahnya yang terlihat kecewa karena aku mengabaikannya batinku.

"Maaf, aku tidak melihatmu, maklum mataku minus 0,1. Jadi aku bukannya menghindarimu" jawabku yang ku tahu aku tengah berbohong mengenai kondisi mataku.

"Aku yang harusnya minta maaf, aku tidak tahu soal kondisimu tapi aku malah menyalahkanku, maaf yah".

"Nggak kok, eh maaf yah Arvi. Aku harus pergi. Soalnya hari ini ada kuliah"

"Oh iya silahkan, tapi kamu harus kenal aku yah kalau kita berpapasan lagi" ucapnya sembari melepas lenganku.

Aku memperbaiki posisi tasku, dan menatap Arvi,"Iya aku usahakan, tapi maaf yah kalau misalnya aku nggak nyapa kamu. Kemungkinan aku nggak mengenalimu" kataku dan pergi meninggalkannya.

"Gitu Ria ceritanya"

"Ya ampun perkenalan kamu sama Arvi terbilang mulus loh Ne, biasanya kan butuh waktu lama buat akrab dengan orang"

"Aku setuju denganmu Ria, aku juga sempat berpikir kok aku bisa yah langsung senyaman itu dengan Arvi"

Ria lalu mengenggam lengan Aneta dengan kedua tangannya,"Lalu gimana Ne cerita selanjutnya, kenapa bisa lo cepat banget akrab dengan si Arvi itu?"

"Ah! Aku ingat Ria, suatu kejadian. Yang membuat aku dan Arvi menanyakan bagaimana kami bisa seakrab itu"

Ceritanya waktu itu....

Hari itu hari senin, aku kebetulan nggak ada kuliah pada hari senin. Aku mengamati Ifa yang sedari tadi sibuk dengan urusannya,"Ne? Gimana baju yang aku akan pakai? Bagus nggak Ne?" Ucapnya dengan wajah riangnya.

Aku mengangguk lesu sembari memegang setelan bajunya itu,"Mmm...lumayan ini akan memperlihatkan sisi ke anggunan kamu Ifa"

"Serius? Ya udah aku mandi dulu yah, makasih loh sarannya".

"Iya, tapi kan itu pilihanmu. Haa elahku. Aku duduk di kursi sembari memeluk kedua lututku,"Bosan jika aku berdiam diri sendiri di kamar ini, apa aku nonton drama aja yah? Nggak deh, semua drama yang ada di laptop hampir aku hapal adegannya" aku lalu membaringkan tubuhku di atas kasur.

Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka, Ifa keluar sembari menggunakan baju mandinya,"Segarnya habis mandi, loh? Ne? Lo nggak masuk mandi?".

"Nggak".

"Loh kenapa?".

"Hari ini aku nggak ada kuliah, dosen yang harusnya ngajar nggak masuk, jadi waktu kuliahnya di pindahkan ke hari selasa"

"Bete dong lo di kamar sendirian". Ifa lalu menarik kursi hingga ke hadapanku di mana dia masih menggunakan baju mandinya,"Ee, gimana kalau lo ikut gue aja, lagian dosen gue pasti nggak bakalan kenal lo deh".

Mendengar itu aku sangat senang, aku bangkit dan menatap Ifa yang terkejut,"Lo serius ajakin gue ke fakultas lo?"

"Iya lah, gue tuh paling senang ajakin lo, soalnya orang-orang yang lihat lo selalu aja terobsesi sama lo, haha bercanda gue emang suka ajakin lo kok, apalagi gue nggak tegah ninggalin lo sendiri di sini, udah lo mandi sekarang, sebelum air kran di matikan sama bapak asrama".

*****

Emang aneh orang-orang di fakultas ini, apa yang Ifa katakan emang benar adanya, orang-orang di sini terutama mahasiswanya semua memandangku, apa jangan-jangan aku memakai sepatu berbeda? Nggak, sepatunya sesuai kok, atau jangan-jangan bajuku kebalik? Atau bedakku ketebalan, aku sudah melihat semua yang bisa membuat diriku menjadi pusat perhatian yang memalukan tapi tidak ada yang salah padaku, lalu apa yang membuat mereka tidak melepas pandangannya padaku.

"Ifa, kok mereka semua melihat aku sih? Emangnya aku buat kesalahan yah?".

Ifa lalu tersenyum dan berbisik padaku,"Ini semua karena Arvi".

Aku membulatkan kedua bola mataku karena terkejut akan perkataan nggak masuk akal Ifa"Maksudnya apa? Aku kan nggak melakukan apapun pada Arvi".

Ifa kemudian menarikku dan berhenti saat di tempat sepi. Dia lalu mengajakku duduk dan berkata,"Arvi memang mahasiswa baru di sini, sama seperti kita, tapi saat OPAK Arvi menjadi idola karena ketampanan dan kepintarannya".

"Itu emang benar sih, tapi apa hubungannya denganku".

"Nah walau Arvi itu tampan dan pintar, dia sangat cuek dan jutek pada semua perempuan yang mendekatinya, bahkan senior paling cantik di fakultas kami di hiraukannya begitu saja, tapi kejadian kemarin langkah sekali, saat Arvi tersenyum, mengajakmu bicara dan membawamu pergi, itu adalah hal yang sangat langkah bagi kami di sini, lo hati-hati aja yah Ne, Arvi itu punya banyak fans girl loh, jangan sampai lo di jambak".

Aneta dengan spontan memegang rambutnya yang panjang, bergelombang dan hitam, dari bibir pink alaminya yang kecil, keluar kata-kata dari bibir kecil itu,"Apa gue pulang aja Ifa? Gue takut rambut gue di jambak" kataku sembari menutup mata.

Ifa hanya tersenyum dan tak mengajak Aneta masuk ke dalam kelasnya karena saat ini, Arvi berdiri di depannya dan memperhatikan Aneta yang sedang memejamkan matanya,"kamu kenapa Ne? Apa ada yang salah? Apa kamu sakit?".

Aneta membuka matanya ketika dia mendengar suara yang sangat di kenalnya,"Aa...aa..arvi? Katanya  terbata.

ANETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang