Kemarahan Arvi

32 12 3
                                    

    "Aku adalah orang yang sesuai dengan kemauanmu".

Dia ngomong apa sih, jadi dia itu baik, tampan, setia dan nggak mandang fisik seseorang? Kenapa hanya mendengar ucapannya membuatku berdebar yah? Batinku.

"Kok diam? Kamu udah denger jawaban aku kan, aku bercanda Ne. Udah yuk ke kantin".

*****

"Kamu mau makan apa Ne".

"Aku mau makan bakso aja Arvi".

"Mas baksonya dua yah".

"Mas bakso punyaku airnya dikit aja yah terus nggak usah di taburin daun sop ama bawang goreng yah mas". Ucap Aneta membuat mas itu kembali menulis di kertas selembar.

"Nggak sekalian minumannya Neng?".

"Aku minum jus jeruk aja mas".

"Kalau abang gi mana?".

"Aku juga sama".

" Neng ama abangnya udah nggak ada pesanan lain lagi?".

"Udah mas itu aja".

"Kalau gitu aku permisi yah".

"Ne? Kamu kenapa sih? Kok kayak nggak tenang duduknya? Ada masalah?".

"Arvi aku heran kok semua orang pada ngelihatin kita gitu, terus habis lihat aku mereka bisik-bisik gitu, aku ngerasa risih aja Arvi".

"Udah nggak usah di gubris, cuekin aja. Paling mereka iri, atau mereka penasaran Ne tentang bedak ama lipstik yang kau gunakan".

"Kamu ngomong apa sih Arvi".

Aku melihat beberapa gadis duduk tak jauh dari tempatku dengan Arvi, kelihatannya gadia berambut panjang yang kelihatan paling mencolok di antara mereka menyukai Arvi, terlihat jelas dari tatapannya yang suka aku berada di sekitar Arvi, Aku mengaduk-ngaduk jus jeruk yang baru saja di antarkan mas kantin, beda halnya dengan Arvi, dia bertingkah seolah tak terjadi apapun, aku melepas sedotan yang sedari tadi ku mainkan, lalu memegang lengan Arvi, Arvi pun menoleh ke arahku dengan mimik wajah yang seolah mengatakan ada apa?.

"Arvi apa kamu memang seterkenal ini? Aku benar-benar merasa aneh jika terus-terusan di lihat seperti ini".

Arvi tanpa menjawab pertanyaanku, tiba-tiba bangkit dari duduknya mengeprak meja membuat semua orang berbalik ke arah Arvi dan aku.

Aku cemas dengan tindakan Arvi, aku pikir aku sudah kelewat batas, lagipula sedari tadi Arvi sudah mengingatkan agar aku tak memperdulikan mereka, tapi pandangan gadis-gadis itu mengangguku, aku yakin Arvi akan marah besar padaku.

"Hei Rara! Aku sudah muak dengan tingkahmu, seolah kau itu pacarku, berhenti melihat ke arahnya, kau tak sebanding dengannya!" Teriak Arvi sembari menunjuk gadis yang memang sedari tadi mematapku tajam.

Rara menangis dan berlari keluar sementara teman-temannya menyusulnya, aku jadi merasa bersalah, aku seharusnya diam saja, aku di sini malah terlihat menyebalkan, aku kembali menatap Arvi, raut wajahnya seketika berubah saat memandangiku, senyuman tak berhenti terukir di wajahnya,"Kamu jangan terkejut yah, aku sering kok memarahi Rara, dia emang keterlaluan sih, benar katamu dia membuat risih saja". Ucapnya dan menyuruhku memakan makan siangku dengan tenang.

"Tunggu Ne, Arvi itu ternyata perhatian banget kan sama kamu, kayak di sinetron-sinetron aja, aku jadi iri" kata Ria menghentikan cerita Aneta 2 tahun yang lalu.

"Makanya dengarkan saja, ini kan hanya di awal saja, belum pada cerita intinya yang bakal membuat kamu ilfeel pada Arvi".

"Iya deh maaf, gue udah nyela di tengah-tengah cerita".

"Terus mau lo apa? Gue lanjut cerita atau udahan aja?".

"Lanjut dong Ne".

"Oke gue lanjut".

Setelah makan siangku di kantin dengan Arvi, aku memutuskan kembali ke asrama tanpa ikut dengannya lagi ke fakultasnya,"Arvi, aku pulang aja yah, aku lupa kalau aku ada tugas kuliah yang harus aku kerjakan secepatnya".

Arvi terdiam lama di depan kantin karena ucapanku, setelah lama terdiam dia lalu memegang kedua tanganku,"Jujur aku masih ingin bersama kamu, tapi kalau kamu memang ada tugas kuliah aku bisa apa, tapi kamu bukannya pergi karena sikapku tadi kan?".

Aku dengan spontan menggelenggkan kepalaku,"Nggak kok Arvi, kejadian tadi sama sekali nggak ada hubungannya kok, aku juga minta tolong yah katakan pada Ifa jika aku pulang duluan karena ada tugas kuliah yang harus aku kerjakan, aku pergi yah".

Arvi masih melihatku pergi meninggalkannya, berat rasanya pergi darinya, jujur aku juga masih ingin bersamanya lebih lama tapi jika aku bersama Arvi, rasanya ada pemisah di antara kami, dia dengan banyak fansnya dan aku yang bukan siapa-siapa, jelas itu membuatku merasa tertinggal jauh.

*****

(Hi Ne! Kamu lagi apa? Apa aku ganggu?) Sebuah pesan nyasar ke ponsel Aneta,"Ini siapa yah? Pasti salah sambung, tapi jelas nama ini adalah namaku".

Butuh waktu lama Aneta untuk membalas pesan itu, Aneta bertanya-tanya siapa gerangan orang yang tiba-tiba mengirimkannya pesan di jam 8 malam ini.

(Alhamdulillah baik, maaf ini siapa yah?) Balasku.

(Ne ini aku Arvi, aku ganggu kamu yah?)

Mood Aneta berubah seketika, setelah membaca pesan itu dia berbalik dan menatap Ifa yang terlihat pucat,"Lo yah yang ngasih nomor gue ke Arvi?".

Ifa lalu tersenyum dan memelukku,"Maaf Ne, habisnya muka memelas Arvi nggak tegah gue anggurin, jadinya gue kelepasan ngasih nomor ponsel lo".

Aneta lalu melepas rangkulan Ifa, meletakkan ponselnya di atas meja,"Bukannya lo suka sama Arvi? Kalau lo suka, lo nggak seharusnya ngasih nomor gue ke dia, itu sama saja lo ngasih ruang buat aku dan Arvi malah jadi dekat Ifa". Ucapku kesal karena beberapa hari ini aku tidak terlalu mengekspresikan kesukaanku padanya, karena terlalu memikirkan perasaan Ifa, tapi yang ada Ifa malah membuka jalur untuk aku semakin dekat dengan Arvi".

Tawa terbahak-bahakpun di lampiaskan Ifa tepat di depan wajahku yang terlihat tegang, dia mengusap-ngusap pundakku lembut,"Ya ampun Ne, pantesan aja tadi lo kelihatan ngehindar dari Arvi, Ne kalau lo emang bahagia ama Arvi, gue nggak apa-apa kok".

"Tapi kan lo bilang, kalau lo juga suka sama Arvi".

"Iya Ne, tapi gue lebih suka sama Andi. Lagipula suka karena fans bedalah suka karena mencintainya, udah si Arvi lo sikat aja, gue nggak apa-apa kok, santai" katanya lalu Ifa kembali mengerjakan sesuatu.

Aku kembali meraih ponselku yang kuanggurkan, sebuah pesan lagi, aku membuka pesan itu.

(Ne kok balasnya lama sih? Ya udah aku nggak bakalan ngirim pesan lagi, kalau ternyata itu menganggu kamu, sekali lagi maaf yah)

"Ifa? Emang Arvi semanis ini yah kalau ngirimin pesan".

"Setahuku sih nggak, soalnya aku nggak pernah tuh dapat pesan dari Arvi".

"Iya juga sih".

(Nggak kok Arvi, aku tadi ada kerjaan aja jadi baru bisa ngebalas pesan kamu, maaf yah)

(Aku legah dengarnya Ne, Ne kita nonton yuk?)

ANETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang